Selain itu, dalam lingkungan masyarakat, bisa dilakukan pembinaan mental bagi mereka yang terlibat dalam tawuran. Selain itu mereka juga bisa diberikan sanksi sosial, seperti membersihkan lingkungan sekitar, atau aktif tampil di muka umum, yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial dan empati terhadap lingkungan dan masyarakat. Dengan terlibat dalam kegiatan positif yang bermanfaat bagi orang banyak, anak atau remaja yang pernah terlibat dalam tawuran bisa belajar untuk mengalihkan waktu dan tenaga mereka ke kegiatan yang yang lebih positif. Sanksi sosial semacam ini juga memberikan kesempatan bagi mereka untuk membangun kembali citra diri yang positif di hadapan masyarakat serta merasakan dampak dari kontribusi positif mereka di lingkungan sekitar.
B. Ranah Pendidikan
Jika tawuran tersebut melibatkan siswa, maka pihak sekolah dari siswa yang bersangkutan wajib untuk memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku di sekolah tersebut. Sanksi tersebut bisa berupa skorsing atau kalua tawuran tersebut sampai menimbulkan korban jiawa maka siswa yang terlibat bisa dikeluarkan. Tentunya pemberian sanksi ini selain menyadarkan siswa tersebut secara paksa, juga menjadi contoh bagi siswa yang lain untuk tidak coba-coba terlibat dalam konflik tawuran.
C. Ranah Hukum
Pada tahap ini aparat penegak hukum, kepolisian, memiliki wewenang melakukan penangkapan terhadap para pelaku serta melakukan penyelidikan guna mengetahui motif penyebab tawuran. Selain itu polisi juga berweang memberikan sanksi kepada para pihak yang terlibat sesuai dengan prosedur hukum. Adapun jika pelakunya masih anak di bawah umur, maka polisi bisa menyerahkan kasusnya ke peradilan pidana anak, seperti yang sudah dibahas pada kesempatan sebelumnya.
D. Ranah Pemerintahan
Di tahap ini, pemerintah tidak perlu turun tangan secara langsung untuk mengurus para pelaku, sebab itu merupakan bagian kewenangan aparat penegak hukum. Namun pemerintah tetap bisa berkontribusi dengan menyediakan layanan dukungan sosial seperti rehabilitasi remaja yang berperilaku agresif atau berisiko tinggi melalui kerja sama dengan pusat rehabilitasi atau komunitas. Ini memberikan kesempatan bagi remaja untuk membangun kembali relasi sosial yang sehat.
Perlu diingat, solusi pada tahap ini tidak selalu berorientasi pada sanksi, namun juga harus diimbangi dengan pembinaan dan pemberian kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri, sehingga mereka dapat kembali berkontribusi positif bagi masyarakat.
Akhirnya, setelah membahas solusi guna menekan angka tawuran menggunakan 3 tahap pencegahan yang berbeda, dengan perspektif yang berbeda-beda pula, sampailah pada bagian kesimpulan. Penanganan tawuran yang efektif membutuhkan kolaborasi menyeluruh antara berbagai lapisan masyarakat dan bidang keilmuan, melalui pendekatan preemptif, preventif, dan represif. Setiap tahap memiliki peran penting dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan, mulai dari mencegah terjadinya tawuran, memitigasi potensi konflik sejak dini, hingga menindak tegas pelaku dengan tujuan memberikan efek jera dengan memberikan sanksi. Penulis berharap, dengan kontribusi aktif dari keluarga, satuan pendidikan, aparan penegak hukum serta pemerintah, kita dapat menekan angka tawuran di Indonesia. Sekian terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H