“TREND TAWURAN #1: APA SEBENARNYA PENYEBAB EKSISNTENSI TAWURAN YANG TERUS MENINGKAT BELAKANGAN INI?”
Beberapa tahun belakangan ini, tawuran seolah menjadi tren di kalangan anak muda. Sebenarnya eksistensi tawuran telah meningkat secara perlahan dimulai sejak beberapa dekade yang lalu. Namun kini, ia seakan-akan menjadi tren dan bagian dari gaya hidup anak muda zaman now. Bisa dilihat dari data yang terlampir di Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Persentase Desa/Kelurahan Indonesia yang Pernah Menjadi Lokasi Tawuran Pelajar/Mahasiswa (2014-2021), disebutkan pada data tersebut bahwa pada 2014 peristiwa tawuran pelajar/mahasiswa terjadi di 0,4% desa/kelurahan Indonesia. Lalu pada 2018 mengalami kenaikan sampai 0.61%, menjadi 0,65%, dan turun menjadi 0,22% pada 2021. Data ini mengindikasikan bahwa pada 2021 peristiwa tawuran berkurang atau hilang sama sekali di sejumlah lokasi.
Namun penurunan itu dipengaruhi secara signifikan oleh Covid-19. Dimana saat itu, pemerintah memberlakukan kebijakan terkait pembatasan kegiatan sosial, mengubah banyak proses pelaksaanaan aktivitas masyarakat menjadi daring/online termasuk aktivitas sekolah tatap muka.
Saat kini, hampir di setiap sekolah ada sekelompok anak yang membuat sebuah geng, sebenarnya geng tersebut tidak merepresentasikan identitas ataupun nilai-nilai sekolah mereka. Geng tersebut hanyalah sekumpulan anak muda yang ingin mencari perhatian dan menunjukkan sisi narsistik mereka.. Dimana tujuan awal pembuatan geng ini tidak lain untuk meningkatkan status sosial mereka, agar mereka diakui, tidak hanya di kalangan sesama pelajar, tetapi juga masyarakat.
Memang benar bahwa saat kita muda, terkadang ada beberapa situasi dimana diri kita haus akan validasi, entah saat sedang berada dalam ketidakpastian diri (pencarian jati diri), mengalami kegagalan dan penolakan, maupun menerima tekanan ataupun perbandingan sosial yang tinggi. Itu semua menimbulkan kecenderungan ingin tampil menonjol dan menjadi pusat perhatian. Entah itu agar mereka tetap merasa bernilai, tidak tertinggal dengan yang lain, ataupun sebagai pembuktian bahwa mereka juga layak.
Namun tanpa disadari, berawal dari haus akan validasi inilah yang menjadi pondasi dasar penyebab eksisnya tawuran di Indonesia. Sekelompok anak yang telah membentuk geng tadi, akan merasa harga dirinya tertantang ketika melihat ada kelompok lain yang serupa/sejenis dengan mereka. Secara psikologis, geng anak-anak ini akan mengalami reaksi emosional berupa:
1. Persaingan Serta Kecemburuan:
Kelompok anak-anak ini bisa saja merasa terancam atau iri karena melihat kelompok lain yang juga memiliki pengaruh atau daya tarik yang serupa. Hal ini bisa menimbulkan bibit-bibit persaingan, di mana masing-masing geng merasa perlu membuktikan bahwa mereka lebih "hebat" atau "kuat" dari kelompok lainnya.
2. Perilaku Agresif Atau Provokatif:
Ketika sekelompok geng ini merasa eksistenti meraka terancam, mereka cenderung menjadi lebih agresif atau provokatif dalam bertindak. Mereka akan mencoba menunjukkan kekuatan mereka, misalnya melalui bahasa tubuh, intimidasi, atau bahkan aksi kekerasan.