Mohon tunggu...
Ahmad Munadi
Ahmad Munadi Mohon Tunggu... Salesman -

I am Realist Business Enthusiasm *wink

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengorbanan dan Keikhlasan

1 Agustus 2017   08:45 Diperbarui: 1 Agustus 2017   09:07 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic source: freepik

"Pak Sepeda saya dicuri, saya mau pukul habis pencuri sepeda saya", kira-kira itulah yang dikatakan Cassius Marcellus pada umur 12 tahun kepada seorang Pak polisi bernama Joe Martin di Kentucky, Amerika. Sebagai polisi yang baik tentu menjawab, baiklah kapan dicurinya? Ciri-ciri sepeda seperti apa? Kami turut prihatin, Berapa harganya? Uang damainya sekian ya.. eh :P Itu mungkin polisi negara kita zaman sekarang, tapi Cassius melaporkan sepedanya pada tahun 1954. Saat itu pak polisi menjawab, "Sebaiknya kamu belajar bertarung dulu sebelum melawan seseorang".

Bukannya membantu anak kecil menolong kasus pencurian, justru mengizinkan perkelahian bahkan mengarahkan untuk belajar berantem. Selepas kejadian itu Cassius muda benar-benar belajar berantem dimentor oleh pak Polisi Joe Martin. Kini Cassius mungkin lebih dikenal dengan tokoh tinju bernama Muhammad Ali. Mungkin saja, jika Cassius tidak kehilangan sepeda pada masa kecil, kita tidak akan mengenal tokoh almarhum Muhammad Ali.

Muhammad Ali menjadi legenda bukan saja karena medali emas tinjunya. Ia adalah kaum kulit berwarna yang mendapatkan perilaku rasis semasa kecilnya, dan melalui tinju ia juga berusaha menghilangkan sifat rasisme manusia. Ali menyuarakan menentang perang Vietnam karena pandangan Islamnya terkait kedamaian menjadikan dia dipenjara dan kehilangan momentum bertinjunya. Setelah pensiun ia menyatakan dirinya terkena penyakit Parkinson, namun ia tidak menyerah dan melawan penyakitnya serta membantu mendirikan banyak institusi kesehatan.

Sebagai seorang yang memiliki karir cemerlang di bidang tinju, Ali menyuarakan menentang perang Vietnam karena tidak sesuai pandangannya, ia rela mengorbankan waktu emas karirnya hingga dihukum menjadi tahanan tidak dapat bertanding. Padahal lebih mudah hidup bagi Ali jika dia diam saja dan fokus bertinju sehingga tidak perlu menjadi tahanan. Tidak perlu juga baginya menjadi seorang muslim yang saat itu masih minoritas, karena menjadi mayoritas akan lebih mudah hidupnya. Lebih mudah dia istirahat di rumah melawan Parkinson, tapi dia memilih untuk melawan penyakit dan membantu banyak orang. Ali tetap berusaha, menerima setiap konsekuensinya, dia percaya penuh akan keyakinannya dan keyakinan untuk senantiasa berbuat baik kepada orang banyak.

"He who is not courageous enough to take risks will accomplish nothing in life", Muhammad Ali

Kisah seperti Ali banyak kita temukan pada tokoh-tokoh inspiratif di dunia ini. Mereka yang gigih pada keyakinannya, rela berkorban dan senantiasa berusaha bermanfaat bagi orang banyak. Seperti tokoh-tokoh bapak pendiri bangsa Soekarno dan Hatta yang memperjuangkan pendidikan dan kemerdekaan hingga sudah tak terhitung ditangkap dan dipenjara. Atau mungkin kita lebih suka tokoh masih hidup seperti B.J. Habibie yang gigih belajar mengenai pesawat, sehingga sampai saat ini kita selalu mengagumi Bapak tersebut.

Berkorban menuju Keikhlasan

Dalam sejarah manusia, pengorbanan terbesar tercatat dilakukan oleh Bapak para Nabi yaitu Ibrahim A.S. Ibrahim bin Azar lahir pada masa kerajaan Raja Namrud di Babilonia yang menyembah berhala, ayah Ibrahim sendiri adalah seorang pembuat berhala. Ibrahim pernah menerima mukjizat ketika hendak dibakar hidup-hidup, Ibrahim dapat keluar tanpa bakar sedikitpun. Hukuman Raja Namrud untuk membakar Ibrahim karena Ibrahim menghancurkan berhala-berhala yang disembah kaumnya. Atas keingkaran kaumnya Ibrahim kemudian berhijrah kedaerah Syam.

Mukjizat lain Nabi Ibrahim yakni ketika datang mimpi kepadanya untuk berqurban. Pesan berqurban itu tersampaikan melalui mimpi Nabi Ibrahim yakni untuk berqurban anaknya Ismail A.S. Keraguan sempat ada hingga Ibrahim menyampaikan pada putranya Ismail. Ismail pun menjawab jika memang perintah Tuhan maka ia ikhlas melakukannya. Ketika tiba prosesi berkurban, Allah menggantikan Ismail dengan domba yang besar. Sejak saat itu perintah berqurban diwajibkan bagi pengikut Ibrahim A.S. hingga saat ini.

Perintah berqurban sebenarnya pertama kali pada masa manusia pertama yaitu Adam AS. Perintah itu ditujukan kepada kedua putranya Habil dan Qabil. Keduanya kemudian melakukan qurban dari hasil bumi mereka, namun hanya qurban Habil yang diterima di sisiNya, sedang qurban Qabil tidak diterima. Perbedaan qurban mereka terletak pada tingkat ketaqwaan mereka, Habil berqurban atas dasar taqwa sehingga dia ikhlas mengurbankan hasil terbaik rizkinya, sedang Qabil melihat qurban sebagai suatu pelengkap sehingga dia berqurban ala kadarnya dari rizki yang telah ia terima. Kelanjutan dari kisah itu yakni petaka pertama manusia di bumi yakni terbunuhnya Habil.

--

Dasar dari perbuatan tokoh-tokoh diatas adalah kepercayaan penuh bahwa apa yang dilakukannya benar. Ali percaya tentang ajaran agamanya dan percaya bahwa perang Vietnam adalah sesuatu yang salah maka ia menentangnya. Soekarno Hatta percaya bahwa mereka harus berjuang memerdekakan bangsa agar kezaliman dan penindasan harus diselesaikan. Ibrahim dan Ismail percaya akan perintah Tuhannya maka mereka melaksanakan perintahnya.

Mereka semua melakukan segala sesuatu dengan sepenuh jiwa. Mereka percaya, ikhlas dan berserah sepenuhnya serta yakin yang dilakukan mereka adalah benar. Berbeda dengan Qabil yang memiliki hati yang lemah, tidak yakin atas petunjuk yang telah diberikan kepadanya. Ia melakukan sesuatu setengah hati sehingga menghasilkan hasil yang juga ala kadarnya, maka berujung pada tidak diterima usahanya. Sia-sia karena dilakukan dengan usaha yang tidak maksimal. Karena hanya usaha yang sungguh-sungguh yang bisa membuahkan hasil.

Namun setiap tindakan memiliki konsekwensinya masing-masing. Suara yang dikeluarkan Ali mengakibatkannya menjadi tahanan. Usaha Soekarno Hatta menjadikan mereka diasingkan dan juga dipenjara berkali-kali. Risiko dari qurban Ibrahim adalah tercabut nyawa anaknya. Setiap dari tokoh tersebut mengetahui konsekwensi atas perbuatan mereka, tapi mereka tetap melakukannya. Mereka melakukannya atas dasar ikhlas dan benar. Dan kesungguhan mereka menghasilkan apa yang diharapkan.

--

Sebentar lagi Idul Adha, jangan lupa berqurban bagi yang mampu :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun