"Tajamnya lisan lebih tajam dari mata pedang" Demikianlah satu opini atau peribahasa yang akrab kita dengar,sekiranya hal itu akan lebih kita rasakan ketika kita berada dalam kondisi yang memaksa menerima peribahasa tersebut,entah saat ini,kita merasa di sakiti oleh tajamnya lisan teman kita,saat ini kita merasa begitu terluka dan tersayat-sayat oleh tajamnya lisan sahabat kita..berhenti pada fase dan keadaan yang demikian,pasti kita akan berfikir..dan melakukan perenungan.Sebatas yang menimpa kita saat ini, kenapa lisan sahabat kita begitu tajam melukai hati?, kenapa saudara kita berkata demikian yang menyakitkan hati? Apa dan dimana salah kita? ataukah saat ini kita yang sedang mengayunkan pedang lisan kita untuk,menyakiti hati saudara kita...? saat ini kita jadi objek atau subjek.? Seperti itulah yang menimpaku..
tak pernah terpikirkan,suatu hal yang menurut orang lain biasa mereka lakukan,akan berefek lain bagi orang yang lebih sensitif perasaannya..
kalau sudah yang demikian yang terjadi apa yang harus di lakukan oleh kita?
ketika kita sebagai objek,
sebuah perenungan yang indah jadikan itu sebagai latihan penempa kesabaran,pemantik sisi jiwa yang jarang tersentuh,
pengkode ketegaran hati terhadap apa-apa yang membuatnya menjadi tidak nyaman,penghapus kesalahan-kesalahan,
penyulut semangat untuk berbuat lebih baik,
berhati lapang berjiwa besar,
dengan hati yang ikhlas memaafkan kesalahan saudara kita yang sedang khilaf,tanpa harus menunggu teman atau saudara kita meminta maaf..
Sebaliknya ketika ternyata kita yang menjadi subjek...ini yang sedikit berat..tapi bagi yang terlanjur demikian...
segeralah koreksi diri,
koreksi sedetil-detilnya kekuranganmu..jangan biarkan orang lain yang akan menemukan kejelekanmu dan membeberkannya kepada orang lain,sehingga engkau menjadi malu diri..segera setelah kau dapatkan kekuranganmu,
sketsakan itu pada diri dan pribadi teman atau saudaramu yang telah kau sakiti hatinya,lihatlah apakah kau lebih baik darinya atau justru engkau lebih buruk dan hina darinya....??
segeralah melakukan perenungan itu sekarang,kawan...!!!
sudah berapa banyak hati yang hancur,tersayat-sayat oleh pisau kata-kata kita..?
sudah tak terhitung kebodohan yang kita perbuat yang ternyata tak pernah kita sadari?
sudahkah kita meminta maaf dengan hati yang ikhlas,atas kesalahan-kesalahan kita?
sudahkah teman atau saudara kita merasa tenang berdiri di dekat kita,karena lisan kita?
sekali lagi prespektif yang harus di tarik sebagai sebuah keputusan yang bijak...sekali lagi sebagai bentuk eksistensi kita sebagai manusia lemah dan sekaligus khalifah yang handal dan teladan... ----------------------------------------- matapena
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H