Mohon tunggu...
adi
adi Mohon Tunggu... -

pemerhati

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Internasionalisasi Yuan dan Gerbang Kejatuhan Petrodolar di 2016

3 Januari 2016   19:30 Diperbarui: 3 Januari 2016   21:05 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Komposisi SDR September Tahun 2016"][/caption]Pada tanggal 30 November 2015 Managing Director IMF Christine Lagarde secara resmi telah mengumumkan masukannya mata uang Tiongkok Renminbi atau Yuan sebagai salah satu mata uang dunia. Akhinya mimpi pemerintah Tiongkok untuk menjadikannya Yuan sebagai mata uang internasional terwujud. Yuan akan menjadi mata uang internasional secara efektif pada triwulan ketiga tahun 2016 atau Oktober tahun depan.

IMF akhirnya juga memberikan proporsi sebesar 10.92 persen kepada Yuan sebagai pembentuk Special Drawing Right (SDR) atau mata uang dunia yang disetujui oleh IMF yang dibentuk dari lima mata uang kuat dunia. Dengan demikian maka mata uang SDR masing-masing dibentuk oleh US dolar sebesar 41,73 persen, Euro sebesar 30.93 persen, Yen sebesar 8.33 persen, dan Pound Sterling sebesar 8.09 persen.

Tak ada yang bisa memperkirakan secara pasti bagaimana dampak diterimanya Yuan sebagai mata uang internasional terhadap geopolitik maupun ekonomi global tahun depan. Tapi yang pasti Tiongkok akan sangat diuntungkan dengan masuknya mata uang negara mereka sebagai mata uang dunia. Bagaimana tidak, selama ini Tiongkok sangat bergatung terhadap mata uang lain untuk melakukan transaksi perdagangan internasionalnya. Hampir seluruh transaksi perdagangan Tiongkok dilakukan dengan Dolar Amerika Serikat baik untuk ekspor maupun impor. Dengan diterimanya mata uang Yuan sebagai mata uang internasional oleh IMF maka Tiongkok bisa secara perlahan dapat melepaskan ketergantungannya melakukan transaksi keuangan internasionalnya dengan Dolar Amerika.

Namun, dengan statusnya sebagai negara dengan pemegangn cadangan devisa dolar terbesar di dunia sebesar 3,65 triliun dolar, banyak ekonom yang beranggapan masuknya Yuan sebagai mata uang dunia akan sedikit merugikan perekonomian negara tersebut. Dengan masuknya Yuan sebagai mata uang internasional maka permintaan Yuan akan meningkat dengan cepat dan akan mengerek nilai Yuan dibandingkan dengan mata uang lain termasuk dengan dolar.

Dengan demikian ekspor barang-barang Tiongkok yang selama ini diuntungkan oleh rendahnya nilai mata uang Yuan akan cukup terpukul jika Yuan teraparesiasi terhadap mata uang kuat dunia lainya yang berdampak pada naiknya harga barang-barang ekspor dari Tiongkok. Bank Dunia mencatat bahwa total ekspor Tiongkok terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut mencapai 22.6 persen.

Hal ini menunjukan betapa bergantungnya ekonomi Tiongkok terhadap pasar global untuk menjual produk-produk industrinya.
Namun, Hal tersebut jelas belum mempertimbangkan bagaimana keuntungan luar biasa yang akan didapat Tiongkok ketika mata uangnya menjadi mata uang dunia dalam jangka panjang. Selema beberapa tahun terkahir pemerintah Tiongkok menyadari bahwa bergantung sepenuhnya terhadap pasar luar negeri untuk menyerap produksi ekonomi Tiongkok tidaklah sustainable bagi perekonomian negara tersebut.

Terbukti ketika ekonomi dunia terganggu akibat krisis keuangan global tahun 2008 ekonomi Tiongkok cukup terpukul di mana pertumbuhan negara tersebut terus turun di bawah dua digit dan pada tahun ini hanya berkisar di angka 6-7 persen.

Untuk melepaskan pertumbuhan yang tidak stabil tersebut Tiongkok mencoba untuk mengubah arah pembangunan ekonominya dari export oriented driven menjadi domestic consumption driven di mana konsumsi domestik digerakan menjadi sumber utama pertumbuhan Tiongkok untuk menyerap produksi negaranya. Tercatat konsumsi privat dan publik menyumbang 50.4 persen PDB Tiongkok pada tahun 2014 meningkat 0.4 persen dari tahun sebelumnya.

Managing Director IMF Christine Lagarde pun mengakui hal ini bahwa Tiongkok sedang mencari keseimbangan baru sebagai akibat pergeseran model pertumbuhan ekonominya. Untuk menjaga kestabilan model pertumbuhan tersebut Tiongkok harus memastikan bahwa harga seluruh komoditas utama yang dikonsumsi atau diimpor oleh Tiongkok haruslah stabil untuk menjaga pertumbuhan konsumsi negara tersebut.

Namun selama ini harga komoditas utama yang diimpor oleh Tiongkok dihargai dengan mata uang US dolar. Sebagai gambaran Tiongkok adalah konsumen 45 persen baja dunia, 48 persen tembaga dunia, 50 persen nikel dunia, dan 54 persen alumunium dunia yang kesemuanya dihargai dalam bentuk US dolar. Dengan masuknya Yuan sebagai mata uang dunia perlahan tapi pasti Tiongkok dapat menyandarkan harga-harga komoditas tersebut dalam bentuk Yuan. Dengan demikian Tiongkok dapat mengontrol komoditas-komoditas yang dikonsumsinya tersebut serta terlepas dari ketergantunganya mengumpulkan dolar Amerika yang selama ini dilakukan Tiongkok untuk membeli komoditas-komoditas tersebut.

Namun ada satu ganjalan terbesar bagi Tiongkok untuk memastikan kestabilan model pertumbuhan barunya tersebut. Seperti kita ketahui pertumbuhan ekonomi yang tinggi memerlukan pasokan energi yang besar dan selama ini dunia bergantung terhadap minyak dan gas sebagai sumber energi utama. Sayangnya negara-negara Timur-Tengah seperti Arab Saudi telah berjanji untuk menjual minyaknya hanya dalam bentuk US dolar sebagai kompensasi atas jasa Amerika mengamankan negara-negara tersebut dari gangguan luar. Sistem inilah yang kini kita kenal sebagai petrodolar di mana minyak telah menggantikan emas sebagai penyangga nilai mata uang dolar setelah kejatuhan sistem Bretton woods tahun 1973.

Seiring dengan berjalannya waktu tidak hanya Saudi Arabia dan negara-negara Gulf saja yang menjadi produsen energi bagi dunia. Rusia perlahan tapi pasti telah menjadi negara produsen energi nomer dua di dunia. Dengan cadangan gas dan minyak yang melimpah Rusia telah menjadi substitusi bagi negara-negara Timur Tengah dalam memasok komoditas tersebut ke Tiongkok.

Lebih lanjut, Rusia bersedia untuk menjual Minyak dan Gasnya tidak dalam bentuk dolar Amerika tapi dalam bentuk Yuan. Hal ini ditandai dengan kontrak penjualan gas yang sangat fenomenal antara Rusia dan Tiongkok seharga 400 miliar dolar pada tahun 2014 yang semuanya diperkirakan dibayar dalam bentuak Yuan. Hal ini juga yang membuat hubungan antara Rusia dan Tiongkok menjadi semakin mesra setiap harinya. Dengan adanya substitusi tersebut maka mau tidak mau negara-negara Timur-Tengah tersebut terpaksa menerima Yuan sebagai alat pembayaran minyak mereka. Jika semua skenario ini benar-benar terjadi beberapa tahun kedepan maka kita akan menjadi saksi sejarah keruntuhan Petrodolar secara perlahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun