Pertanyaan lainnya yang juga kerap muncul pada diskusi-diskusi di kelas metode penelitian hukum adalah sebagai berikut, "Apakah ketika kita mewawancarai narasumber menggunakan media chatting misalnya Line, WhatsApp, Facebook, dan sebagainya atau melalui surat elektronik dengan demikian penelitian kita termasuk dalam penelitian berbasis digital?".
Pertama, sebagaimana telah dijelaskan di atas, semua platform tersebut digunakan sebagai sarana pengumpulan data. Bukan dalam konteks sebagai ruang atau komunitas yang justru diteliti. Kedua, perlu diingat bahwa wawancara terhadap narasumber akan lebih baik dan memenuhi etika penelitian apabila dilakukan secara tatap muka atau 'tatap layar'.Â
Dengan situasi pandemi di mana terdapat pembatasan interaksi fisik, maka upaya wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai layanan digital yang masih memungkinkan pihak peneliti dan narasumber untuk melakukan tatap muka dengan perantaraan kamera dan wawancara dilakukan dengan suara.Â
Dengan demikian, apa yang dinyatakan oleh narasumber baik secara verbal, Bahasa tubuh, ekspresi maupun intonasi suara akan dapat ditangkap oleh peneliti dengan lebih detil meskipun tidak seutuh ketika tatap muka secara fisik.Â
Dengan melakukan wawancara secara tertulis melalui media chatting akan membuka kesempatan terjadinya salah tafsir atau pihak peneliti menangkap maksud dari narasumber secara berbeda dan untuk itu selalu akan dibutuhkan proses rekonfirmasi.Â
Belum lagi risiko di mana apabila narasumber belum terlalu dikenal oleh peneliti. Bahaya kesalahpahaman dapat terjadi apabila narasumber dengan peneliti berbeda jauh latar belakang, baik latar belakang budaya, gender, usia, dan atau bahasa ibu. Simbol-simbol yang biasa digunakan dalam masyarakat tertentu belum tentu dipahami sama oleh kelompok masyarakat lain.Â
Pada percakapan verbal, kemungkinan salah paham ini dapat diminimalisir karena ada intonasi, ada kesempatan untuk melakukan rekonfirmasi langsung. Akan tetapi pada bahasa tulisan, terutama pada budaya komunikasi melalui platform media sosial yang jumlah karakter pada kolom chat terbatas, hal ini dapat menimbulkan masalah salah paham dan dapat menghambat proses membangun hubungan baik dengan narasumber yang diwawancarai.
Narasumber yang berasal dari generasi berbeda dengan peneliti, belum tentu juga nyaman diwawancarai melalui media digital tertentu atau paham menggunakan aplikasi komunikasi digital yang ditawarkan oleh peneliti yang terlibat dalam penelitian tersebut.
Tidak hanya perbedaan usia, persoalan perbedaan latar belakang budaya juga dapat menimbulkan tantangan terkait denganpenggunaan aplikasi yang dipilih peneliti. Misalnya peneliti yang terbiasa menggunakan WhatsApp akan sedikit mengalami tantangan ketika harus menggali data dari narasumber yang terbiasa menggunakan platform Line atau Telegram atau Baidu misalnya (Quinton dan Reynolds, 2018).
Bagaimana pendapat kelompok anda tentang hukum yang ada dalam masyarakat perspektif sosio legal studies?
Menurut kelompok kami hukum yang ada di masyarakat dengan pendekatan sosio legal studies ini cukup membantu masyarakat. Karena dapat menjawab berbagai persoalan hukum dengan pendekatan teoretik dan metodologis yang interdisiplin utamanya ilmu sosial humaniora serta socio legal studies sangat memperkaya perkembangan ilmu hukum baik di ranah teoretikal maupun praktikal.