”Dari baris lubang pertama dan kedua, siswa bisa menentukan KPK dengan melihat biji dakon yang letaknya satu kolom atau berada pada nomor lubang dakon yang sama,” kata dia.
Miratus Solikah dan Naimatul Badiah mengaku terbantu memahami pelajaran itu. Namun, alat itu masih terbatas lantaran tidak bisa untuk menghitung FPB dan KPK lebih dari 50.
”Kalaupun bisa, dakon harus dibuat panjang dengan 50 lubang. Tangan kami jadi tak sampai nanti,” kata Solikah sambil tersenyum. Apa pun kekurangannya, setidaknya Slamet telah membuat inovasi demi kemajuan anak didik. (Harian Kompas)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H