Sebelum saya merangkai jurus mabuk yang dimaksud, saya ingin mengingatkan kita tentang catatan penting Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.
Lulusan AKABRI tahun 1973 itu pernah mengikuti berbagai pendidikan militer di Amerika Serikat, termasuk Infantry Officer Advanced Course, di Fort Benning, Amerika Serikat, pada tahun 1982-1983.
Infantri ini adalah pasukan tempur darat yang utama, seorang infanteri harus memiliki kemampuan berkelahi, menembak, dan bertempur dalam segala medan dan cuaca. Itulah sebabnya, pasukan infanteri dikenal sebagai Queen of the Battle, karena tidak disebut sebuah pasukan menguasai wilayah, apabila belum diduduki oleh pasukan infanteri.
Susilo muda juga pernah mengikuti pelatihan Jungle Warfare School di Panama. Dalam pelatihan ini, SBY belajar bagaimana untuk berperang dan bertahan hidup dalam peperangan khususnya dalam hutan belantara.
Itu sebabnya, menurut saya pribadi, dibalik sikap ragunya yang sudah dikenal luas, SBY justru memiliki mental prajurit yang siap bertempur dengan berbagai perhitungan yang matang.
Kembali menyoal jurus mabuk. Saya ingin menyampaikan ketidaksinkronan kronologis Antasari yang membuat pengakuannya berbuah laporan polisi oleh politisi Partai Demokrat. Berikut ini adalah momen yang saling berkaitan dan menunjukkan keterangan di berbagai media itu sebagai jurus mabuk:
1. Aulia Pohan benar besan SBY. Setelah menjalani pemeriksaan 4 kali di KPK, Aulia Pohan ditahan pada tanggal 27 November 2008.
2. Antasari menyebutkan, dirinya didatangi utusan SBY pada bulan Maret 2009, meminta agar Aulia Pohan tidak ditahan.
Lantas mengapa tidak masuk akal?
Pertama, SBY saat itu adalah Presiden RI dengan Antasari sebagai Ketua KPK. Bila benar akan meminta pengamanan untuk Sang Besan, saya yakin SBY akan mencari jalannya sendiri.
SBY tentu memiliki die hard yang bersedia bekerja untuk melakukan hal-hal yang teramat sangat serius. Bila benar SBY mengutus orang seperti pengakuan Antasari, maka SBY telah mengabaikan prinsip kehati-hatian yang selama ini dia terapkan.
Kedua, bila benar apa yang disebutkan dalam berbagai media, ingat bahwa SBY adalah seorang infanteri yang dilengkapi dengan pendidikan Jungle Warfare, yang mengajarinya menyerang dan bertahan hidup.
Bila mengamankan status besan dipandang sebagai sebuah peperangan, maka SBY akan melakukannya sejak awal. SBY tidak akan pernah membiarkan kasus YPPI itu menguak ke permukaan. Lebih dari pada itu, betapa bodoh prajurit infanteri itu, bila membiarkan YPPI terungkap, yang berakibat fatal itu, baru SBY mengirim utusan untuk menyelamatkan target operasinya.
Sungguh bukan sikap seorang SBY yang memercayai sebuah pekerjaan besar kepada pihak lain.
Bila kemudian memang tidak masuk akal, mengapa jurus mabuk itu dilakukan?
Meminjam terori konspirasi, Antasari adalah pendukung paslon cagub-cawagub DKI Jakarta Basuki - Djarot. Pengumuman Antasari dilakukan hanya sehari menjelang hari pencoblosan dengan harapan, pertama, mendeskreditkan SBY akan menumbangkan popularitas paslon nomor urut 1, Agus - Silvy. Kedua, menyeret Hary Tanoe diharapkan akan membuat citra paslon nomor urut 3, Anies - Sandi buruk sehingga banyak suara akan beralih ke paslon nomor urut 2, Basuki - Djarot.
Kemungkinan yang lainnya, manuver Antasari bisa dipandang sebagai pengalihan isu karena saat ini pihak berkuasa sedang memerlukan “korban” besar untuk menggeser perkembangan kasus dugaan korupsi pajak PT. EKP yang sedang digarap KPK.
Dalam dakwaan penuntut umum disebutkan adanya peran Arif Budi yang bertemu langsung dengan dirjen pajak. Bila benar terjadi, pengusaha asal Solo itu telah melukai puluhan juta rakyat Indonesia yang belakangan merasa terancam oleh negara akibat pemberlakuan tax amnesty. Ironinya, saat rakyat tunggang langgang, Arif Budi justru menguapkan potensi pemasukan negara dari sektor perpajakan.
Jadi, apapun tujuan sebenarnya dari drama jurus mabuk itu, kali ini Antasari benar-benar berhadapan dengan seorang prajurit infanteri yang murka karena marwahnya dan ketenangan keluarga besarnya, diganggu.
Bisa dibayangkan, bila Antasari tidak dapat membuktikan ucapannya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H