Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Mewujudkan Indonesia Tertib Sebagai Bagian dari Revolusi Mental

10 April 2016   14:14 Diperbarui: 10 April 2016   14:21 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tertib , dalam kamus besar bahasa Indonesia, tertib artinya teratur , menurut aturan dan rapi , arti yang lain juga menyebutkan sopan , dengan sepatutnya , aturan dan peraturan yang baik. Sehingga jika tertib adalah sebuah peraturan , budaya dan dilakukan dengan baik oleh masyarakat akan tercipta sebuah keadaan yang tertib , rapi dan teratur yang manfaatnya tentu dirasakan oleh semua pihak.

Membuang Sampah Sembarangan , Menyerobot antrian , Melanggar lalu lintas adalah sebagian kecil tindakan tidak tertib yang dilakukan sebagian besar dari masyarakat Indonesia di kehidupan sehari – hari yang tanpa disadari turut mempengaruhi alam bawah sadar kita bahwa melakukan hal – hal tersebut itu wajar saja untuk dilakukan sehingga menjadi suatu kebiasaan yang tertanam secara mendarah daging.

Sebenarnya mengapa ketidaktertiban seperti menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat Indonesia?

Disini saya akan memberikan beberapa penjabaran dari hasil pengalaman saya sebagai warga Negara Indonesia.

Pemerintah kurang tegas dalam menindak para pelanggar tata tertib

untuk beberapa kasus yang sudah ada peraturannya misal seperti membuang sampah sembarangan yang tertera pada ketetapan Undang-undang No. 18, tahun 2008. Pada BAB IX, pasal 29, ayat 1, huruf e. Dan untuk melanggar tata tertib lalu lintas seperti yang tertera pada Pasal 61 Ayat 1 dan pasal 23 ayat 1 huruf d UU No. 14 Tahun 1992.

Walaupun peraturan sudah dibuat dan tertulis secara jelas hukuman jika melanggar, namun jika tidak ditegakkan secara serius hanya akan mengakibatkan masyarakat menyepelekan peraturan tersebut, apalagi kebanyakan masyarakat kita menganut paham ‘dilarang seperti disuruh’ , yang jika melanggar aturan akan menjadi suatu kebanggan tersendiri.

Kurangnya rasa sadar dan saling mengingatkan berbudaya tertib pada lingkungan masyarakat di kehidupan sehari – hari.

Mungkin kerasnya hidup di Indonesia dengan segala kebutuhan dan tuntutan hidup yang harus terpenuhi agar tidak kalah dalam persaingan sosial mengakibatkan masyarakat kita tidak sempat lagi menggunakan nurani dan logika untuk sekedar berpikir sejenak bahwa dengan melakukan tindakan tertib sebenarnya kita turut membantu menyeselesaikan permasalahan sehari – hari. hal ini diperparah dengan kondisi sosial masyarakat era globalisasi yang cenderung apatis , acuh dan tidak mau tau dengan persoalan yang ada disekitarnya, zaman yang serba gadget-sentris seperti ini membuat masyarakat kita terlalu sibuk dengan gadget nya sehingga tidak mempunyai waktu lagi untuk melihat keadaan sekitar dan saling mengingatkan jika ada anggota masyarakat melanggar tata tertib, alasannya pun beragam, seperti malas , takut terlibat masalah, takut dianggap sok suci dan lain sebagainya.

Pengetahuan tentang budaya mentaati tata tertib tidak diperkenalkan sejak dini.

Anak kecil sangat mudah meniru perilaku orang dewasa, jika kita tidak bisa memberikan contoh yang baik, maka kemungkinan besar generasi penerus juga akan meneruskan perilaku buruk tersebut. Sebagai contoh pendidikan di Negara maju seperti Australia dan Jepang lebih menekankan kepada pendidikan moral dan etika daripada pendidikan eksak. Mereka lebih menekankan budaya mengantri daripada bagaimana cara belajar berhitung yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun