Â
''Suaranya memang sangat vokal, namun menguap ke udara, tanpa menyentuh ke dalam kesadaran, menggebu-gebu lantang bersuara, tanpa substansi, data-data obyektif, membuahi retorika absurd yang selalu berbenturan dengan UU ITE, tanpa bisa mengerem, menabrak perseorangan, menjadi ujaran kebencian.''
Penulis sendiri amat sangat percaya bahwa seorang habib bahar adalah seorang yang amat peduli dengan kemaslahatan umat, ia mempunyai power untuk memeluk empati dengan kondisi rakyat indonesia itu sendiri, ia pun seorang indonesia sejati, lahir, besar, menikmati senja di bumi pertiwi ini, namun kesalahan terbesarnya ia tak mampu mengemas itu dengan heroisme yang benar, sehingga berulang kali ia terjebak di dalam lubang yang sama.
Tak cukup dengan nama besar, tak cukup dengan pengikut banyak, tak cukup dengan pengetahuan agama, mencintai NKRI dengan pernak-pernik rakyat di dalamnya, ia butuh menjadi seorang moderat berkepala dingin, ia butuh pengetahuan tentang politik, hukum, ekonomi, ia membutuhkan pola berfikir reflektif, kritis, dan rasionalis, dan pada akhirnya di harapkan ia berada di jalan yang tepat bersesuaian dengan kalimat-kalimat yang ia utarakan,... ''NKRI harga mati, membela rakyat dari kedzholiman, membela agama.''
Akan sangat indah bila ia menjadi ulama politis, yang menghabiskan waktu senja ngopi bareng dengan LOKATARU, ngobrol santai dengan YLBHI, ikut aksi kamisan, joging pagi-pagi dengan green space, makan siang bareng dengan KONTRAS, silaturahmi dengan NU, ngaji bareng dengan MUHAMADIYAH.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H