Mohon tunggu...
Ahmad Jefri
Ahmad Jefri Mohon Tunggu... Penulis - berbagi untuk kehidupan bersama yang lebih baik

'' hidup yang sesa'at harus bermanfaat untuk orang lain''

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Melampaui Primordialisme

25 Juli 2018   22:12 Diperbarui: 31 Juli 2018   20:29 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Primordialisme adalah suatu kondisi yang membuat manusia terpecah ke dalam bagian-bagian hirarki yang selalu menghadirkan sebuah pola kehidupan manusia secara terpisah-pisah, sehingga kondisi yang terbangun adalah ketercrabutan sebuah distingsi rasa kemanusiaan itu sendiri-ahmad jefri.

Dalam kondisi realitas sosial yang sangat beragam serta multikultur, umumnya struktur sosial lebih di dominasi oleh pengelompokan-pengelompokan suatu aksen perbedaan identitas baik, agama,budaya, suku, setatus sosial, dengan asumsi bahwa hubungan sosial dapat terbangun jika manusia memiliki kesamaan dalam bahasa,suku, budaya, agama, bahkan warna kulit yang sama, selebihnya manusia hanya mampu hidup dengan keterasingan kelompok satu dengan kelompok yang lain,

Keterasingan menghasilkan sebuah tembok perbedaan, yang mampu memberi udara segar bagi kebencian yang tumbuh dari benih-benih prasangka, serta fanatisme identitas, hal ini menyebabkan realitas kehidupan manusia yang sangat plural menjadi tercederai dengan sendirinya, dengan ini seseorang yang lahir dari kultur identitas sosial tertentu sangat sulit berempati dengan seseorang dari kultur identitas yang lain.

Jika ada kemungkinan ikatan hubungan sosial yang terjalin, hal itu hanya mampu menyentuh pertimbangan atas ego kepentingan diri, sulitnya keberadaan manusia untuk hidup berdampingan tanpa sekat perbedaan, hal ini menjadikan kehidupan itu sendiri seperti bom waktu, yang setiap saat dapat meledakakan konflik, berbicara tentang identitas sosial, Serta apa yang memungkinkan keberadaan identitas sosial di dapati manusia, secara epistimologis keadaan ini di hasilkan oleh cara manusia melekatkan setiap pengetahuan yang di dapatkannya melaui ruang dan waktu yang sangat terbatas, asumsi ini di dapati ketika ''cara manusia memberi makna atas kehidupanya sangatlah rapuh, manusia hanya mampu mencerap pengetahuan melalui ruang dan waktu mereka sendiri''.

Manusia adalah mahluk yang di bentuk melalui ruang dan waktu yang mereka miliki, kita adalah produk dari setiap, ideologi, budaya,suku, bahasa, kepercayaan (agama), dari ruang dan waktu yang kita miliki, keterbatasan ruang dan waktu yang manusia pijak dalam menyentuh dunia, melahirkan berbagai macam identitas yang sangat beragam, identitas lahir dari proses pengetahuan yang di peroleh melalui ruang dan waktu yang mengendap menjadi suatu kebenaranya tersendiri, dengan ini manusia amatlah sulit untuk bisa menerima kebenaran dari identitas manusia lain, karena manusia akan selalu mempertahankan setatus kebenaranya sendiri, tanpa bisa merelativkan kebenaran manusia lain.

Hadirnya primordialisme adalah penolakan terhadap pluralitas itu sendiri, primordialisme mencoba membagi manusia dalam bentuk kumpulan potongan yang kecil-kecil, sehingga yang terjadi kemudian adalah realitas kehidupan sosial selalu di bumbui konflik yang di latar belakangi perbedaan identitas, hal ini timbul di dalam suasana kehidupan sosial yang mengudara dengan situasi persepsi negatif, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, secara obyektif kita bisa melihat, ketika kehidupan manusia di kota-kota besar, di mana di dalamnya di isi oleh beragamnya latar belakang identitas sosial, akan tetapi yang terjadi adalah suasana kehidupan dengan berbagai macam tingkat hirarki secara berkelompok, seseorang yang memiliki kepercayaan (agama.A) Hanya mampu meletakan rasa solidaritasnya terhadap kepercayaan (agama) yang sama (A), seseorang yang lahir dari suku, budaya, bahasa.A, hanya mampu berinteraksi dan memiliki keterbukaan dengan suku yang sama,

Begitu juga seterusnya,seseorang yang lahir dari derajat sosial tertentu hanya mampu berbaur dan bergaul dengan sesamanya, yang memiliki tingkatan status sosial yang sama, semua memiliki kotak kehidupanya sendiri, dan setiap sikap empati, solidaritas, tenggang rasa hanya di dengungkan untuk mereka yang mempunyai identitas sosial yang sama,  primordialisme terjadi tidak hanya di ruang mikro sosial (lingkungan tempat tinggal), tetapi mencapai makrososial (politik),

Hal ini dapat di buktikan bahwa sistem politik kita kental akan aroma ''politik identitas'', dalam setiap pemilihan umum yang terjadi, hanya mereka yang memiliki latar belakang yang sama, baik agama,buadaya,suku, dapat mendulang suara tertinggi, hal ini tanpa di dukung oleh kredibilitas seorang pemimpin yang memiliki kinerja baik, sementara bagi mereka yang lahir dari latar belakang berbeda memiliki tingkat pemilihan yang sangat rendah, meski kredibilitas kinerjanya sangat baik, untuk itu sistem demokrasi yang kita anut hanya menjadi sebuah pepesan kosong, karena tak pernah mampu menyentuh esensi sejati dalam demokrasi itu sendiri.

Bahaya primordialisme ketika bercampur dengan politik di sistem pemerintahan kita, bayangkan ketika pemimpin negara ini,maupun para wakil kita (DPR) hanya di isi oleh suara mayoritas, yaitu orang-orang dari latar belakang identitas sosial yang sama, semua ini hanya akan merusak integrasi negara ini sebagai sebuah bangsa yang memiliki berbagai macam, budaya, suku, bahasa, kepercayaan (agama) Sehingga setiap kebijakan yang di ambil selalu di dorong atas kepentingan golongan mayoritas yang memiliki suara terbanyak, di sisi lain sistem hukum maupun lembaga publik, sangat bersikap diskriminatif terhadap kelompok dari golongan minoritas, hal demikian sangat mencederai arti berdemokrasi kita dalam berdirinya sebuah negara kesatuan republik indonesia (NKRI), di sisi yang lain ''kebhinekaan'' kita hanya menjadi simbol yang tak pernah menjalankan fungsinya.

Kehadiran primordialisme menawarkan berbagai macam bentuk kecenderungan kehidupan sosial yang bergerak ke arah berbagai macam latar belakang konflik sosial, primordialisme menciptakan sikap tertutup dan mengisolasi dirinya untuk terbuka dan berempati terhadap realitas kehidupan umat manusia yang sangat kaya ini, oleh itu timbulah sikap diskriminatif terhadap warga dari golongan tertentu, rasialisme terhadap kelompok dari RAS tertentu, Fanatisme identitas merasa kelompoknya adalah yang paling benar, sehingga melakukan kejahatan terhadap kelompok identitas yang berbeda, kontaminasi merasa enggan bergaul dengan manusia dari setatus sosial tertentu, karena dirinya takut di cemar/ di kotori oleh mereka yang mempunyai tingkat kehidupan sosial yang berbeda, konservatisme yaitu, menjaga nilai-nilai tradisi sehingga membuat kelompoknya hidup secara tertutup, etnosentrime, merasa kebudayaan kelompoknya adalah yang paling unggul di banding kebudayaan kelompok lain.

 -MELAMPAUI PRIMORDIALISME

Primordialisme lahir dari sebuah habitus (kebiasaan yang melekat) yang di bawa seseorang sejak dari lahir, menanggalkan arti primordial untuk bersikap terbuka sehingga memungkinkan seseorang untuk menyentuh rasa empati terhadap sesuatu yang berbeda darinya tentu tidaklah mudah, karena sikap alamiah manusia selalu mengarah terhadap apa yang dipercayainya dan apa yang membuatnya tertarik dari keterbatasan ruang dan waktu bernama keluarga/ masyarakat yang membentuk siapa kita di kehidupan ini,

Namun ketika kita berbicara tentang status kehidupan manusia yang sangat plural kita mencoba berkompromi dengan diri kita sendiri, untuk melihat kepentingan yang lebih luas, tidak hanya memikirkan kelompok, golongan dan organisasi, tetapi mementingkan setatus umat manusia yang memiliki esensi sama, ''lepas dari identitas apapun sejatinya manusia adalah mahluk yang saling membutuhkan dan berkeinginan hidup dengan kedamaian''.

 Setitik relativisme sosial membuat kita sedikit memiliki kelenturan untuk memahami konteks kebenaran itu sendiri, argumenya seperti ini ''setiap ideologi, konsep, kepercayaan (agama), suku, bahasa dan budaya memiliki kebenaranya sendiri, semua tergantung dari letak dan tempatnya'' jadi secara obyektiv relativisme sosial dapat kita mengerti sebuah tesis yang sangat rasional untuk kita fahami dalam konteks kehidupan manusia yang sangat plural ini.

Namun faham ini tidak harus di resapi dalam kesadaran personal kita, karena kita pasti nya berada di ambang kebingungan untuk menentukan kesadaran kita dalam melihat kebenaran itu sendiri, identitas adalah sebuah jawaban tentang siapa kita dalam kehidupan ini, namun relativisme sosial membuat kita menanggalkan setiap apa yang kita percayai, untuk memahami jalanya sebuah pluralisme yang berada di gerbang harmonisasi rasa merasa menjadi manusia, tanpa harus tersesat di dalamnya.

Bersikap moderat , moderat adalah tentang berpegang teguh terhadap nilai-nilai yang di anut, tetapi di satu sisi memiliki keterbukaan terhadap suatu nilai yang berbeda darinya, menjadi manusia moderat adalah menjadi manusia yang terbuka akan segala sesuatu perbedaan, di dalam realitas sosial yang sangat majemuk ini, sikap moderat amatlah di perlukan untuk melahirkan suasana saling tebuka antara kelompok identitas satu dengan yang lain,

Moderat melahirkan keterbukaan yang menciptakan ruang dialog, dialog yang melahirkan sikap komunikatif yang mampu merobohkan tembok rasa saling curiga, karena apa yang tampak selama ini, primordialisme di bangun di dalam suasana zona nyaman di dalam keterikatan identitas yang sama, sehingga ketika harus berhadap-hadapan dengan sesuatu yang lain Iklim yang terbangun adalah sikap apatis (sikap cuek di dalam rasa curiga), namun keterbukaan di dalam sikap moderat membuat sikap apatis lebih mencair karena dialog selalu memungkinkan hilangnya semua persepsi maupun asumsi negativ antara subyek terhadap obyek,

Ketika keterbukaan berada di singgasana tertinggi di dalam realitas sosial ini, harapan akan terciptanya kehidupan masyarakat yang terpisahkan oleh setatus identitas dengan sendiri akan lenyap, dan ketika itu setiap golongan identitas akan memeluk arti pluralisme itu sendiri karena semua berada di dalam tujuan yang sama yaitu ''menghadirkan suasana rasa merasa menjadi manusia'', bukankah sebuah keindahan ketika kita mampu melihat seorang yang memiliki kepercayaan A, mampu menjalin hubungan dengan baik dengan pemilik kepercayaan.B,C,d,& dst, bukankah suasana yang kita harapkan, ketika di dalam lingkungan tempat tinggal, ada sekumpulan manusia berkumpul dari latar belakang budaya berbeda, suku berbeda, bahasa berbeda, setatus sosial berbeda, mampu beriteraksi dengan baik, menjalani sebuah hubungan penuh makna tanpa membedakan perbedaan satu dengan yang lainya.

Hal yang paling fundamental dari manusia itu sendiri adalah, pada dasarnya kita semua memiliki ketakutan yang sama, takut akan kematian, musibah yang datang dengan tiba-tiba, dan kehilangan orang yang kita cintai, Kehadiran kita di dunia ini karena ada kehadiran manusia lain dan kita tidak sendiri, filsuf terbesar di abad pertengahan asal jerman ''martin heidegger'' memberi sebuah argumen yang menarik, isinya begini, ''pada dasarnya manusia adalah mahluk yang terlempar ke dunia ini tanpa pernah memilih sebuah pilihan'', argumentasi ''heidegger'' sangat obyektif karena kita semua adalah ciptaan dari produk sosial, ketika kita terlahir di dunia ini,

 kita sudah di beri pilihan,suku, budaya, kepercayaan (agama), bahasa, setatus sosial Tanpa kita bisa menolaknya, ketika kita sampai di dalam tahap kesadaran ini, kita akan menemukan sebuah tujuan yang paling tertinggi, tidak untuk kepentingan keterikatan kita terhadap identitas sosial yang sama, tetapi untuk melepaskan diri dari belenggu identitas sosial itu sendiri, untuk sampai kepada gerbang ''sebuah rasa kemanusiaan''.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun