Mohon tunggu...
Ahmad Jefri
Ahmad Jefri Mohon Tunggu... Penulis - berbagi untuk kehidupan bersama yang lebih baik

'' hidup yang sesa'at harus bermanfaat untuk orang lain''

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

ARYO dan Hidupnya (Catatan Hidup Sang Penulis)

6 Mei 2021   17:53 Diperbarui: 6 Mei 2021   18:14 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                      Terlihat seorang pemuda di dalam sebuah tempat ibadah (mushalla), nampak tempat ibadah (mushalla) itu sangatlah sepi, di dalamnya hanya terdapat tiga orang, lelaki tua yang sedang berdzikir melafadzkan  asma ''allah'', lelaki paruh baya yang sedang istirahat (tidur) dan pemuda tadi, waktu menunjukan pukul 20.15 WIB, waktu yang memberi gambaran telah selesainya sholat isy'a berjamaah (19.30 WIB), pantas suasananya sangat sepi dan lenggang, pemuda tadi memang selalu terlihat menyendiri selepas sholat isy'a berjamaah, menyatu di dalam keheningan dengan sangat khusyu, duduk bersila, dengan uluran tangan sedang berdoa,

"Tubuh bergemetar,kata demi kata terucap dengan sangat menghayati, di selingi dengan Air mata,

Kondisi inilah yang setiap malam di lewatkan pemuda tadi dalam berdoa, apa yang tampak pada pemuda tadi adalah gambaran sebuah kondisi seorang manusia yang sedang berserah diri kepada tuhanya, dalam mencari keadilan dalam hidup lewat pengungkapan DOA, kita tidak pernah mengetahui secara pasti, apa yang membuat pemuda itu begitu menghayati setiap kata demi kata, terurainya air mata? di dalam keheningan hanya pemuda itu dan tuhanya yang tahu serta mengerti secara pasti tentang apa yang sesunguhnya terjadi.

Ini sebuah kisah  tentang ''kenyataan hidup'' yang di lalui ''aryo'' !!!,  

Aryo adalah pemuda miskin, di lahirkan di desa terpencil (serang situmpeng) kabupaten pemalang,jawa tengah pada 1992 silam, di usia satu tahun aryo harus kehilangan figur seorang ayah, yang memilih pergi, lalu  menikah dengan wanita lain,  hal ini berdampak pada pertumbuhan aryo kecil yang harus kehilangan perhatian dan kasih sayang  peran seorang ayah, sehinga pada prosesnya hidup aryo kecil harus melewati kehidupan  pilunya sampai saat-saat dewasa, selepas kepergian ayah nya, aryo di asuh oleh neneknya, karena ibu (aryo) pergi bermigrasi ke jakarta, ibu aryo menikah lagi dengan seorang laki-laki kelahiran jakarta, dengan keluarga barunya (ibu aryo) di karuniai dua orang anak. 

Ketika usia  aryo genap 9.th, aryo tinggal dan menetap di jakarta, ini lah awal dari bagian penderitaan lain kehidupan aryo, karena ibu satu-satunya yang seharusnya berperan sebagai pemberi kasih sayang, bersikap acuh dan lebih mementingkan suami baru dan kedua anaknya, proses waktu terus berjalan, hari demi hari  berganti tahun di lalui aryo dengan kesukaran dan air mata, aryo di dalam keterasingan harus berada di dalam keluarga tanpa perhatian dan kasih sayang, berkali-kali harus di buang ke kampung kelahiranya (pemalang).

Memory buruk ibu terhadap kegagalan hubunganya dengan pasangan pertamanya (ayah aryo), penghianatan yang berujung perceraian, kekecewaan bercampur rasa sakit mendalam, entah mengapa hal ini menyebabkan hubungan aryo kecil dengan ibu nya berjalan tidak harmonis, kesalahan sekecil apapun yang di lakukan aryo selalu berujung dengan kekerasan, ''tatapan kebencian itu!!'', terlihat jelas di saat  ibu memandangi aryo di setiap kesalahan yang di buatnya.

Aryo kecil hanya bisa pasrah atas kekerasan fisik yang di dapatinya dari ibu nya, maupun ayah tirinya, tekanan fisik maupun mental di hadapkan kepada kehidupan aryo kecil, di mana seharusnya masa-masa itu di lalui aryo dengan perlindungan, perhatian dan kasih sayang, tapi hal itu tak pernah terjadi, karena yang terjadi hanya kenyataan pahit yang tidak mudah untuk di hadapinya.

'Perhatian jarang sekali aryo dapatkan, kenyataan yang terjadi hanyalah kata-kata kasar (dasar an****, anak si****) dari setiap kesalahan yang  di buatnya, dan hanya pukulan demi pukulan aryo terima, hantaman sapu lidih di bagian wajah!!, pukulan benda tumpul (alat menggoreng) hingga menyebabkan memar, pukulan gayung di bagian kepala (sampai gayung pecah),,,semua pernah di alami aryo di masa kecilnya.

Kehidupan dengan keluarga barunya (ayah tiri aryo), tidaklah dalam kondisi perekonomian yang mencukupi, hidup di kota besar (jakarta), tinggal di gang-gang sempit, lingkungan kumuh , serta rumah yang tidak layak untuk di tinggali menjadi panorama kemiskinan di dalam tempat tinggal aryo, perjudian, penikmat obat-obatan terlarang (narkoba) adalah rutinitas aktivitas masyarakat di mana aryo tinggal.

Figur ibu aryo adalah tipe manusia pekerja keras, kemiskinan yang terjadi di dalam keluarga aryo, serta demi mencukupi kebutuhan hidup aryo dan kedua adik tirinya, mengharuskan ibu (aryo) berjualan keliling makanan khas palembang (empek-empek), dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter dari satu kampung-ke kampung lain, bercampur keringat teriknya matahari, bahkan di satu waktu harus bermandikan air hujan dengan penjualan makanan nya (empek-empek) yang sangat sedikit, itu juga di ambilnya oleh pengusaha makanan (empek-empek) yang menghasilkan keuntungan  sangat sedikit, karena rata-rata penghasilan perhari hanya mencapai 30.000 rupiah, dan menjelang sore aryo selalu membantu ibu nya berjualan empe-empe karena ibu aryo harus kembali ke rumah untuk memasak menyiapkan makanan bagi aryo dan kedua adik tirinya.

'pernah di suatu waktu,sorot mata aryo memperhatikan ke dua telapak kaki ibu nya,  dengan kondisi telapak kaki terpecah-pecah',,!!  (suatu kondisi di mana ibu aryo sangat sering berjalan sejauh berkilo-kilo meter dalam menjajakan makananya (empe-empe) kepada pembeli.

Aryo mengenyam pendidikan hanya sampai sekolah menengah pertama (SMP), keterbatasan ekonomi membuat mimpi aryo untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik (lewat pendidikan) harus sirna, kondisi perekonomian ibu dan keluarga barunya tidaklah membaik bahkan mengalami keterpurukan, karena ibu menikah dengan seorang yang gemar berjudi dan bahkan di suatu kesempatan menjual obat-obatan terlarang (narkoba).

Hal ini berdampak pada kondisi kehidupan keluarga aryo menjadi terbengkalai, kemiskinan membuat pendidikan tidak lah menjadi prioritas utama, karena di dalam pertahanan hidup hanya ''uang'' yang berkuasa atas 

Segalanya, kemiskinan dalam kehidupan aryo begitu merusak  rajutan sosial, tidak hanya terbatas dalam mencukupi kebutuhan primer (sandang, pangan, papan), tetapi membuat seseorang dalam keada'an miskin mengalami kematian berfikir (terkukung dan hidup dalam keadaan sangat kekurangan, tanpa tau harus bertindak seperti apa).

Selepas menyelesaikan proses pendidikan dasar (SD) di mana masa ini di lalui dua tahap antara pemalang-jakarta, aryo memasuki sekolah negeri menengah pertama (SMP), tetapi itu hanya berjalan sekitar tiga bulan, masa sekolah aryo harus kandas di tengah jalan, setelah itu aryo mengalami pembuangan ke kampung halamanya (pemalang), hidup yang di lalui aryo sangatlah memperihatinkan, di titipkan kepada kakak dan adik dari ibu aryo, yang memang ke-dua nya memiliki kehidupan dan perekonomian yang sangat terbatas, dan mereka memiliki keluarga (suami, anak-anak nya tersendiri), tanpa uang, makan pun seadanya, terkadang aryo makan hanya satu kali dalam sehari.

Kondisi sangat memprihatinkan itu datang!!,,,,ketika aryo mengais rezeki demi mendapat uang dengan cara yang tidak biasa ,,,,

'' kaki-kaki kecil itu terus mengayuh berkilo-kilo meter dengan beban yang berat, berpeluh keringat membasahi tubuh!, berhenti dari satu desa ke desa lain dengan menggunakan becak termodifikasi menjadi gerobak, di datangilah tempat-tempat pembuangan sampah dari satu rumah kerumah lain, hanya untuk mendapatkan sisa barang-barang bekas (sisa-sisa pelastik botol-botol air mineral, kaleng-kaleng bekas, alat-alat rumah tangga yang sudah tidak terpakai) untuk di jual kepada pengepul barang-barang bekas.

Pernah di suatu waktu aryo harus mengalami penyakit gatal-gatal (kudis), hal ini di dapati akibat aryo selalu bergelut dengan bau dan kotornya tempat-tempat pembuangan sampah yang menyebarkan berbagai macam virus dan bekteri dari limbah sampah, aryo mengeluti pekerjaan sebagai pencari barang bekas selama enam bulan, dengan rata-rata penghasilan hanya mencapai 15.000 (lima belas ribu rupiah) perhari, tidak sedikit masalah yang datang saat aryo mencari barang-barang bekas.

''pengusiran-pengusiran!!, tuduhan mencuri!!, bahkan hina'an!! adalah hal yang biasa di dapati aryo saat mencari barang-barang bekas''. dalam realitas sosial cara subyek mempersepsi obyek selalu berada dalam tataran ketidak adilan, karena masyarakat selalu menempatkan si miskin di dalam keterpinggiranya dengan segala asumsi negativ yang melekat padanya (si miskin).

                           **************************************************************************************

Selepas enam bulan aryo harus bergelut dengan keras nya kehidupan (mencari barang-barang bekas), ibu aryo pulang untuk menjemput aryo agar dapat melanjutkan sekolah nya di jakarta, aryo kini memasuki masa-masa remaja (14.th), lagi-lagi aryo mengalami pembuangan, aryo melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) di dalam yayasan pendidikan agama (pesantren), hal itu mengharuskanya untuk tetap tinggal menetap secara permanen, ini bukanlah kemauanya (paksaan), karena jauh di dalam lubuk hatinya aryo hanya ingin dekat dengan keluarga, menjadi seorang remaja seperti anak-anak lain mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarganya.

' melanjutkan sekolah harapan mimpi aryo hidup kembali, mimpi untuk perubahan  taraf hidup yang lebih baik, merobohkan tembok hirarki sosial (bahwa si miskin adalah manusia yang berhak merengkuh kehormatanya, mendapat martabat yang sama dengan manusia lain)!!,,,di dalam hati aryo sangat yakin bahwa, ''lewat pendidikanlah dirinya bisa merubah seluruh kehidupanya, tidak hanya mencukupi kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier, tetapi merubah cara berfikirnya menggunakan pengetahuan secara bijaksana dan bermanfaat untuk orang lain''.

Di dalam pesantren aryo bergumul dengan orang-orang dari berbagai macam latar belakang identitas yang berbeda, daerah, suku, dan bahasa yang berbeda-beda, tidak hanya teman sebaya (usia dan pendidikan sama), tetapi aryo mendapatkan teman dewasa jauh di atas usia nya, pesantren itu memang bukan pesantren besar (terintegrasi), tetapi pesantren non formal di mana mencakup porsi pendidikan agama nya sangat sedikit, dengan jumlah santri di bawah 150 orang serta mayoritas di huni oleh pria dewasa yang sudah bekerja.

Waktu terbagi antara aryo pergi bersekolah saat jam 12 siang sampai jam 5 sore, sementara teman dewasa nya pergi bekerja antara waktu pagi sampai sore, dengan mayoritas pekerjaan sebagai penjahit, selepas isya semua santri mengkaji ilmu agama sampai jam 22.00 WIB, ini lah pengalaman di mana aryo memperoleh dasar-dasar pengetahuan  sy'ariat islam.

''tinggal di asrama (pesantren), adalah tempat aryo mengenal  kebersamaan, bayangkan!!, hanya ada tiga ruangan di dalam asrama pesantren, setiap ruangan yang luasnya sangat terbatas di isi oleh puluhan orang, di dalamnya hanya ada loker-loker untuk menyimpan pakaian, tempat di mana semua santri istirahat (tidur) secara bersama-sama, tanpa alat tidur (kasur dan bantal), hanya ada satu ruangan kamar mandi, dengan puluhan keran, tidak ada lagi rasa malu ketika harus mandi secara bersama-sama tanpa busana, saat-saat di undang untuk memenuhi panggilan warga di sekitar pesantren (tahlil, aqiqah, selamatan pernikahan), adalah saat di mana semua santri dapat makanan hidangan  mewah secara gratis, lahap dan bersemangat saat menikmati hidangan dengan menu utama ayam, dan menikmati secara bersama-sama.

Aryo memasuki pesantren secara gratis, tidak ada biyaya yang di keluarkan, hal ini bersamaan dengan status aryo sebagai golongan anak jalanan ,atau waktu itu aryo tergabung dalam anggota ''ANZAL'' (anak jalanan), ada beberapa teman aryo tergabung dalam anggota ini dengan jumlah yang tidak banyak, dengan latar belakang anggota (ANZAL) dari  keluarga  miskin, terkadang di suatu waktu anggota ''ANZAL'' di undang untuk acara-acara tertentu untuk mendapat bantuan sumbangan berupa uang, akan tetapi uang yang di terima aryo hasil dari sumbangan tidak pernah sepenuhnya utuh, ini karena ada pembagian merata antara para ustad dan pak kiy'ai, dan aryo hanya mendapatkanya sedikit.

'tergabungnya aryo dalam anggota anzal (anak jalanan) menempatkannya di dalam status marginal, di dalam anggota ini aryo merasakan bahwa dirinya lah si miskin yang kehilangan martabat sebagai manusia, orang lain hanya melihatnya sebagai obyek yang harus di kasihani, di bantu serta ladang untuk beramal (shadaqoh), di dalam lubuk hatinya aryo hanya ingin menjadi seorang personal yang bernilai pada dirinya sendiri,  tanpa setatus lain yang membuatnya kehilangan martabat sebagai manusia.

Genap satu tahun aryo tinggal di pesantren, kenaikan kelas terjadi, kini aryo menduduki kelas.8 sekolah menengah pertama (SMP), tidak semua teman-teman sekolah aryo memilih menetap dan belajar agama di pesantren, hanya sedikit yang memilih menetap, karena dari total 25 murid (teman sekelas aryo) hanya ada lima orang yang memilih menetap di pesantren, aryo mendapat uang jajan 20.000 (dua puluh ribu) per minggu, 

Aryo selalu menyempatkan pulang ke rumah setiap satu minggu sekali karena jarak yang tidak terlalu jauh antara pesantren-rumah hanya untuk meminta uang jajan, di banding teman-teman sekolahnya, aryo mendapatkan uang jajan sangat sedikit, hal ini membuatnya selalu merasa kurang, terkadang belum genap satu minggu aryo harus kehabisan uang jajan, hal ini menyebabkan seringnya aryo menghabiskan waktu di jam-jam istrahat dengan memilih menyendiri.

Jauh dari keluarga dengan semua keterbatasan yang di alami aryo, terkadang membuatnya merasa iri dengan teman-teman sekolah nya, kecukupan yang di alami teman-temanya urung di milikinya (aryo), interaksi hubungan nya di dalam pesantren pun hanya menyentuh pola berhubungan secara  teknis (sebatas teman belajar agama), teman-teman di pesantren lebih mementingkan ego dan kehidupan mereka sendiri, karena meskipun kebersamaan terjalin  setatus orang lain tetaplah berada di sesuatu yang lain.

Hal ini membuat pola hubungan manusia selalu berjarak tak pernah menyentuh ''rasa empati'', lapar yang sering aryo rasakan selalu berbanding terbalik dengan kelimpahan yang di miliki teman-teman aryo di pesantren, meskipun aryo mendapat jatah makan secara gratis dengan seadanya, tetap saja aryo selalu di hadapkan kepada kelimpahan teman-teman nya dalam mencukupi kebutuhan hidupnya, baik makanan, pakaian, atau harta benda, hal ini membuat aryo selalu bertanya, atas ketidakadilan yang harus di hadapkanya.

''Hari itu adalah hari, di mana untuk pertama kalinya aryo terpaksa mencuri uang teman pesantrenya (pekerja), aryo memulai aksinya mendatangi loker tempat menaruh pakian serta barang berharga milik teman pesantrenya (pekerja), loker yang terbuat dari kayu  memiliki celah, memudahkan tangan aryo menyelinap dan mengambil selembar rupiah di dalamnya, aryo hanya mengambil selembar rupiah pecahan 20.000 (dua puluh ribu), aksi pertamanya berhasil, aryo ketagihan sehingga terus mengulangi aksinya berkali-kali.

Ketegangan di hatinya terus terjadi, ketika setiap kali aryo mencuri, bergeming di dalam hati,,,

'bahwa sejatinya ini adalah perbuatan yang salah (berdosa), dan jika tindakanya di ketahui tentu aku akan dibenci semua orang di pesantren, dan tak seharusnya aq melakukan perbuatan itu''

dialetika terjadi di dalam lubuk hati aryo, sehingga ada rasa keterpaksan ketika aryo melakukan perbuatan itu, fikiran mewajarkan tindakanya lalu muncul, dalam hatinya pun bergeming,,,,

''aq selalu menahan lapar di pesantren ini, ketika teman-teman qu yang lain mengalami keada'an kenyang, mereka tidak ada yang peduli dengan kondisiku, kita memang melakukan segala sesuatu bersama-sama, tetapi itu hanya sebatas teman belajar (ngaji), selebihnya kalian hanya dapat hidup untuk diri sendiri, keluarga, dan kerabat dekat (saudara), ketiadaan uang sering membuatku menyendiri di jam-jam istirahat sekolah karena aq selalu malu di hadapan teman sekolahku, mereka menikmati jajanan kantin, sedangkan aq tak punya sedikitpun uang''

Aryo tidak pernah benar-benar ingin mencuri apa lagi bercita-cita menjadi pencuri, masa labil (remaja) serta dalam keadaan terpaksa membuatnya mengambil suatu jalan extrime tanpa pertimbangan matang, aryo hanya mencuri selembaran-selembaran rupiah tanpa pernah mengambil semuanya,bahkan terkadang cuma uang receh yang di ambilnya, tindakanya berulang kali mendatangkan sesuatu hal buruk bagi aryo, benar saja istilah ''sepandai, pandainya tupai melompat, akhirnya terperosok juga'', pada hari itu aryo ketahuan mencuri, sangat jelas sekali aksi aryo di ketahui, karena teman pesantrennya memergoki aksi aryo ketika memang tangan aryo sedang menyelinap di dalam loker, dan lebih bermasalah lagi orang yang memergoki aryo adalah adik dari pemilik loker itu.

Selang beberapa menit pemilik loker mendatangi aryo, dengan ekspresi wajah sangat kesal dan penuh amarah, jari-jari tangan nya yang besar dengan cepat  mencekik leher aryo, keluar kalimat dengan suara lantang dari dalam mulutnya,,,,  

 ''kamu maling!!!, kamu di sini itu suruh belajar, bukan menjadi maling!!,,      

Ekpresi wajah orang yang menghakimi aryo semakin menampakan kemarahnya, cekikannya semakin erat, sehingga membuat tubuh aryo terangkat sekitar beberapa centi meter (CM), hal itu di saksikan teman pesantrennya yang lain, tetapi semua bungkam dan diam, peristiwa itu terjadi sekitar beberapa menit dan buah dari cekikan itu selain menyebabkan luka memar di leher, kondisi perasaan aryo pun menjadi sangat tertekan, kejadian ini juga membuat teman-teman pesantrennya menatap aryo dengan tatapan kebencian, aryo berada dalam situasi terpojok, menyendiri dan menangis sejadi-jadi nya.

Dalam keadaan menangis dan menyendiri di dalam ruangan asrama yang sedang kosong, perlahan terdengar suara jejak kaki yang mendekat, di lihatnya suara itu berasal dari teman pesantren aryo yang memergoki aksi aryo mencuri, orang itu adalah adik kandung dari orang yang menghakimi aryo dengan cekikan,

'dengan posisi aryo duduk bersandar, tanpa basa basi, secepat kilat, kaki-kaki berukuran besar itu bertubi-tubi menghujani kepala aryo dengan bengis dan tanpa rasa belas kasihan, aryo hanya bisa diam dan pasrah, keluar kalimat suara,,''maling!!,,maling!!,,maling!!, awas!! sekali lagi loe maling, gua matiin luh''!!!. 

selang beberapa menit kejadian itu terjadi, aryo merintih dan merasakan sakit di kepalanya, keluar darah segar dari bibirnya, pertiwa berulang semakin memperburuk kondisi psikis jiwa aryo, kini aryo dalam tekanan yang sangat luar biasa, sulit aryo menerima atas apa yang terjadi bahwa tindakan dari perbuatnya mengakibatkan teman pesantrenya begitu murka, saat penghakiman itu terjadi aryo tidak mengenali temannya, aryo hanya melihat orang lain menghakimi dirinya dengan rasa bengis tanpa belas kasihan.

Aryo mengenal teman pesantrennya adalah tipe manusia saleh yang mampu menjaga tutur katanya, bersuara lembut, mengerti sy'ariat agama, serta sangat berdisiplin dalam beribadah, tetapi yang tidak di mengerti bagaimana tipe manusia seperti  itu (saleh) mampu bertindak di luar batas-batasan kemanusianya (kekerasan, kebengisan, kebencian), ketika menghadapi suatu tindakan yang menurut nya salah,  apa lagi hal itu di lakukan terhadap aryo, teman remaja nya yang sudah saling mengenali, karena setiap kesempatan selalu melakukan apapun secara bersama-sama, kita bisa berasumsi,,,

''Dalam memutuskan tindakan apapun terhadap orang lain manusia selalu bertindak atas nama moralistik (salah/benar, pahala/berdosa, suci/terhina) tanpa di dahului sikap empati (kemampuan untuk menunda asumsi dan memahami pendasaran tindakan orang lain), dalam hal ini apapun tittel yang di miliki seseorang (saleh, berpendidikan, terhormat, orang bodoh, pendosa) dalam sisi gelapnya manusia adalah ''homo homini lupus'' (manusia adalah serigala bagi sesamanya ) yang mampu bertindak buas, sadis, atas nama pembenaran, dan cara melihat  objek (orang lain) hanya mampu menyentuh satu aspek (kesalahan yang di buatnya).

Kini semua orang di pesantren mengetahui (termasuk ustad dan pak kiyai) bahwa aryo adalah pencuri, di mata orang lain aryo adalah manusia hina, manusia bersalah yang patut di jauhi, semua teman-temanya membencinya dan tidak ada orang yang mendekatinya, aryo berada di dalam situasi tersulitnya, semua orang menatapnya dengan kebencian, tidak ada satupun orang yang mencoba berempati, bertanya alasan aryo mencuri.

Hal ini pun bersamaan dengan tidak adanya penyelesaian masalah yang aryo hadapi untuk di selesaikan bersama-sama (musyawarah), semua di biarkan begitu saja, kebencian teman-temanya terekspresikan lewat tulisan di loker tempat aryo menaruh pakian, tertulis ''tuyul recehan yang maling uang receh''!!, atas nama kebencian aryo di jadikan olok-olok teman-temanya, pernah terlintas aryo berkeinginan pergi, karena sudah tidak ada lagi orang yang mau menerimanya, tapi apa daya aryo harus bertahan di dalam tekanan dan situasi tersulitnya, hal ini bersamaan dengan masa pendidikanya berakhir satu tahun lagi.

Persepsi semua orang di pesantren tentang setatus aryo sebagai pencuri, membuat semua orang di pesantren tersugesti bahwa apapun yang hilang (uang atau benda berharga lain) pastilah aryo pelakunya, di dalam sisi yang lain aryo sendiri sudah membulatkan tekad untuk tidak lagi mencuri, tetapi kejadian demi kejadian datang atas nama tuduhan, fitnahan dan ketidak adilan, pernah di suatu waktu salah satu orang di pesantren kehilangan uang, dan yang ada di kepalanya hanya aryo lah pelakunya.

diam-diam orang yang kehilangan uang menghampiri aryo,,,

Di bawalah aryo ke dalam lokasi sepi (sudut ruang belakang asrama), diangkat lah kerah baju aryo secara keras, lalu keluar kalimat,,,

                       #loe maling duit gw yang di lemari yaa??

                                                              hayo mengaku??

                             ''aryo menjawab,,,,

                                     #gak bang!!,  saya gk ambil uang abang di lemari , bang!!

Pertanyaan itu terus saja di lontarkanya sebanyak 3x, akan tetapi karena memang bukan aryo pelakunya, aryo selalu menjawab,, 

''tidak!, tidak! dan tidak!!''  hal ini membuat orang yang bertindak menghakimi aryo sangat kesal, dengan sorot mata yang melotot, kepalan tangan yang kuat,,,,

                      ''bbhuk!!,,,, hujaman pukulan ke arah muka, 

                                                           aryo meringis menahan sakit, 

Terdengar kalimat dari orang yang menghakimi aryo,

 ''awas sekali lagi loe maling!!,, gw habisin loe'!!, aryo duduk bersender, memegangi pipi kanannya, mengerang kesakitan, dan menangis sejadi-jadi nya, berjam-jam aryo menangis, meratapi ketidak adilan yang harus di dapatkanya.

Aryo tidak pernah menceritakan kejadian itu (tuduhan berbuah kekerasan) terhadap siapapun, hal ini sangatlah percuma karena semua orang di pesantren sudah tidak ada yang peduli dan percaya padanya, Peristiwa tuduhan itu masih menyisahkan kesedihan yang mendalam, berselang satu minggu, terjadi lagi peristiwa kehilangan benda berharga lain, kali ini salah satu santri kehilangan dompet beserta isi di dalamnya, semua orang mencurigai aryo, karena di malam kehilangan itu, aryo tepat tidur di satu ruangan santri yang kehilangan dompet.

Jam menunjukan pukul 7.00 pagi,terlihat sebagian  santri (sekitar 7.orang) berkumpul berbisik-bisik (termasuk santri yang kehilangan dompet), aryo sadar bahwa santri-santri itu sedang membicarakan dirinya dan mencurigainya, tetapi tidak sepatah katapun keluar saat teman-temanya berpapasan dengan aryo, aryo bergegas membuka loker, mengambil handuk dan peralatan mandi, di lihatnya hanya ada satu orang yang ada di dalam ruangan asrama karena yang lain sedang berada di luar, sementara lainnya sedang pergi bekerja, sekitar 15.menit aryo selesai mandi, saat aryo melangkah ke kamar, aryo terhentak! kaget melihat sebuah dompet tergeletak di depan loker kamarnya, aryo tersadar bahwa itu adalah dompet salah satu santri yang hilang semalam, cepat-cepat aryo mengamankan dompet itu, dan memakai pakaian,

Dengan langkah cepat aryo bergegas mencari pemilik dompet itu, aryo menemukan pemilik dompet sedang berada dalam warung makan, sedang asik menyatap makanan, segera aryo mengembalikan dompet itu, tanpa berbicara, tanpa ekpresi pemilik dompet menerima dompet yang di kembalikan oleh aryo, tepat selang 30.menit, aryo berada dalam kamar mandi untuk buang air kecil, hanya ada dua orang di dalam kamar mandi, aryo dan santri lainya yang sedang buang air besar dengan pintu tertutup ,keadaan kamar mandi sangat sepi, karena hanya ada aryo dan santri  yang sedang buang air besar,,

''burakkkkkkkkkk!!   suara dorongan pintu  sangat kencang, sontak aryo kaget!, selintas aryo menatap, di lihatnya pria bertubuh besar, ternyata itu adalah orang yang pertama kali menghakimi aryo dengan cekikan, 

                                       tanpa basa basi,,

'plakk!!,,, plakk!!,,,,plakk!! , sebuah tamparan sebanyak 3.x ke arah muka, terdengar sebuah ucapan kalimat dengan nada suara sangat kencang,,,,

                     ''kamu malingg lagi,''??,,,,,

Dengan nada suara terbata-bata aryo menjawab,,,,,,,,

                                     ''saya gak maling, saya nememukan dompet si A####, tepat di depan loker lemari saya'',,,,aryo coba membela dirinya dari tuduhan

''plakk!!,,,,di tamparnya aryo untuk ke 4.x nya, terlihat darah segar keluar dari bibirnya,,,

''kamu mau ngaku ngak,,?  orang itu mengintimidasi aryo, agar aryo cepat mengakui  perbuatanya,,

'demi allah saya gk ngambil'',,, aryo tetap pada pendirianya, bahwa dia bukanlah pencurinya, hal ini membuat orang yang menghakimi aryo semakin kesal,,,

'bhukk,,!!  sebuah tendangan ke arah perut, hal ini sontak membuat aryo terjatuh, dengan posisi terpojok, posisi badan yang terlungkup, di injaknya leher aryo,,,

'mau ngaku gk,,? lagi-lagi dengan kalimat yang sama, orang itu coba mengintimidasi aryo, namun kondisi aryo di saat ini sangat memperihatinkan, karena aryo di hakimi secara tidak manusiawi (injakan di leher),,,,

'ampun'',,,aryo memohon belas kasihan dari orang yang menghakimi aryo secara membabi buta, namun tetap saja injakan itu (di leher) semakin keras, seolah santri itu ingin membunuh aryo di saat itu, di dalam kamar mandi memang ada orang lain, selain aryo dan santri yang menghakimi aryo, masih ada santri lain yang sedang buang air besar di dalam wc yang tertutup, walaupun pintunya dalam keadaan tertutup, tetapi keadaan gaduh serta suara tangisan aryo memberikan alasan kuat bahwa santri itu memang mengetahuinya, tetapi apa daya santri itu bungkam, seolah membiarkan peristiwa itu terjadi,,,,

Suara di dalam kamar mandi semakin gaduh, jeritan tangisan serta kalimat suara aryo meminta ampunan semakin kencang, terlihat salah seorang guru pembimbing masuk dan mencoba menyelamatkan aryo,,,,

''heii!!,,ente itu apa-apaan'',,

''ini anak kecil, gk seharunya di perlakukan kaya binatang'',,,,,,,,

Terselamatkanlah aryo dari tindak penghakiman secara membabi buta, aryo masih mengerang kesakitan, dan menangis sejadi-jadi nya, selang beberapa menit seseorang menghampiri aryo untuk memberitahu bahwa aryo di panggil ketua yayasan (pak kya'i) untuk segera kerumah nya, aryo berjalan kerumah pak kiya'i dengan langkah gontai, saat memasuki rumah pak kiya'i di lihatnya ada empat orang di dalamnya (pak kiya'i, wakil pemilik pondok, santri yang menghakimi aryo &guru pembimbing) di mulailah musyawarah penyelesaian masalah yang di hadapi aryo, aryo menjelaskan secara jujur kronologi yang sesunguhnya bahwa dia bukanlah pencurinya, tetapi pak kiya'i dan wakil pondok tidak begitu yakin dengan aryo, sehingga aryo merasa terintimidasi dengan pertanyaan berulang-ulang yang di hadapkanya, kondisi ini  membuat aryo sangat luar biasa tertekan, kini tidak ada orang lagi yang percaya kepadanya, dalam hati aryo berontak dan bergeming,,,,,

'Di mana rasa keadilan untuk dirikuu,,,!!!

Kejadian berulang, tuduhan fitnahan terhadap aryo membuat kita mengerti, bahwa intuisi kita dalam interaksi sosial sangatlah dangkal,  setiap pengetahuan empiris kita melalui persepsi dan cara pandang kita terhadap orang lain hanya mampu menyentuh satu aspek moralistik (benar atau salah), penilaian kita hanya menyentuh kesalahan yang di buatnya (berdosa), atau setiap kebaikan yang di buatnya (suci), dalam hal ini  kita melenyapkan setatus individual manusia yang kongkrit dan multi aspek, persepsi ini sangat melekat di dalam peradaban masyarakat kita, pencuri, pelacur, pemabuk, pereman akan selalu terpersepsi negativ di dalam masyarakat kita, sementara shaleh, berpendidikan, terhormat akan selalu terpersepsi suci di dalam masyarakat kita, kita membenci mereka yang terlihat kotor dan berdosa, sementara kita memuja-muja mereka yang terlihat saleh dan suci.

Pada sejatinya manusia adalah mahluk dengan jaringan sangat rumit, cenderung berubah-ubah (multi aspek), pada dasarnya manusia selalu mengarahkan tindakanya terhadap kebaikan, hal ini di dasari pada hakikat manusia ''conscientious beings'' (mahluk berhati nurani), kerumitan jaringan manusia membuat manusia memilih banyak sekali tindakan yang di perbuatnya, dalam memilh tindakan manusia selalu punya alasan kuat yang memberinya alasan melakukan tindakan, kita boleh saja mengutuk perbuatan  seseorang, tapi kita tidak bisa menyempitkan secara keseluruhan setatus individual di dalam tindakanya, karena manusia adalah mahluk konkrit, multi aspek dan bernilai pada dirinya sendiri, jika pengetahuan kita telah sampai pada tahap ini, maka kebijaksanaan hidup telah melingkupi diri kita.

Peristiwa demi peristiwa kekerasan melingkupi kehidupan aryo selama di pesantren, kini aryo memasuki masa-masa akhir pendidikan SMP nya, terdengar kabar bahwa ayah tiri aryo di tangkap polisi (masuk penjara), hal ini menambah beban fikiran aryo, aryo mulai berempati terhadap ibu nya, karena harus berjuang seorang diri membiyayai pendidikan dirinya dan kedua adik tirinya, aryo berhasil menyelesaikan ujian akhir sekolah nya (UAS) dengan nilai yang standar, kini aryo mendekati masa-masa akhir tinggal di pesantren, selama tiga tahun hidup secara mandiri di pesantren aryo mendapatkan banyak sekali pengalaman baru dalam hidupnya.

iga tahun di lalui (di pesantren) adalah peroses hidup yang selalu di ingatnya, berjuang seorang diri (kemandirian), tindakan terpaksanya yang melahirkan banyak sekali pengalaman negativ, jasa dari pak kiya'i yang mau merawatnya, memberi fasilitas tempat tinggal, mengajarkan pendidikan agama, semua tidak mungkin di lupakanya, teman pesantren nya yang masih melekatkan kebencian kepadanya sampai masa akhir kelulusan, tiga tahun tanpa prestasi, dan aryo hanya mempunyai setigma buruk ''seorang pencuri'', pengalaman sulit penuh dengan  kegetiran membuat aryo belajar menjadi manusia yang bijaksana, menempatkan pengetahuan agamanya  dengan cara memanusiakan manusia lain.

                                         *********************************************************************************

Selepas menyelesaikan pendidikan SMP di pesantren, aryo kembali tinggal di rumah,pendaftaran murid baru sekolah menengah atas (SMK) telah di buka, hal ini membuat aryo mulai menghawatirkan keadaanya,,

''apakah aku dapat melanjutkan jenjang pendidikan ketahap selanjutnya (SMK) dengan biyaya yang tidak sedikit, atau karena kemiskinan, aku hanya mampu menyelesaikan pendidikanku hanya sampai di sini (SMP), lalu dengan usiaku (16.th) aku terpaksa harus bekerja,,,,

Keinginan aryo untuk melanjutkan pendidikan ke tahap selanjutnya (SMK) sangatlah kuat, tetapi hal ini berlawanan dengan kondisi perekonomian keluarga aryo yang serba sulit, ayah tirinya sedang ada di dalam penjara, dan ibu aryo yang hanya berjualan makanan keliling (empe-empe) dengan penghasilan yang sangat terbatas, belum lagi kedua adik tirinya yang masih membutuhkan biya-ya dalam menyelesaikan pendidikanya, ibu aryo memahami kenginan aryo, dengan susah payahnya meminjam uang ibu aryo berhasil mendapatkan biyaya untuk mendaftarkan aryo di salah satu sekolah SMK swasta di jakarta sebesar 1,5 juta, selebihnya uang hasil pinjaman di belanjakan untuk keperluan alat-alat sekolah.

Di pagi itu aryo begitu sangat bersemangat, karena untuk pertama kalinya aryo memakai balutan seragam putih abu-abu, rasa bangga bercampur haru di rasakanya, ketika aryo memasuki gerbang sekolah aryo terkejut melihat banyaknya murid-murid baru di sekolahnya, terlihat wajah-wajah penuh deengan ekpresi kegembiraan hal yang sama di rasakan aryo, dan terlihat pula  beberapa murid teman aryo semasa di dalam SMP.

Hari pertama aryo bersekolah adalah hari di mana aryo mengenal lingkungan sekolahnya, berkenalan pada guru-guru, teman-teman baru, semua berlanjut pada hari-hari berikutnya di mana selama satu minggu aryo berhasil menyelesaikan masa orientasi siswa (MOS), berlanjut ke dalam tahap pembagian kelas, hanya ada empat ruangan kelas di masing-masing kelas 1,a-d,2,a-d, dan 3,a-d, aryo tergabung di dalam kelas 1-a yang di isi oleh 39 murid dari latar belakang sekolah menengah pertama yang tersebar di jakarta.

Hari berganti minggu, bulan, di dalam keterbatasan aryo begitu bersemangat dalam bersekolah, dalam tahap ini aryo menjajaki pengalaman baru dalam mengenal teman-temannya dari berbagai macam latar belakang kehidupan keluarganya, hampir mayoritas temannya di sekolah berasal dari keluarga kelas menengah bawah (miskin), dan tempat tinggalnya tersebar dari pelosok-pelosok wilayah padat perkampungan yang ada di jakarta, situasi tempat tinggal yang memang tidak jauh berbeda dari tempat tinggal aryo di jakarta, bangunan yang berbahan dasar kayu, tinggal di gang-gang sempit, lingkungan kumuh, dengan rata-rata aktivitas warganya hanya bekerja di sektor informal (mengojeg, berjualan, dan tukang bangunan).

Di dalam proses interaksi dengan teman-temanya, aryo mendapati pengalaman baru dalam pergaulan yang lebih liar, meskipun aryo sangat semangat dalam belajar tetapi hal ini sangat kontras dengan keadaan teman-temanya yang lain, hampir rata-rata  temanya memiliki etos semangat belajar yang rendah, atas nama eksistensi aryo melenyapkan personality dan meleburkan diri dengan arti kolektivitas bersama temanya yang lain, aryo mengikuti trend pergaulan secara negativ, hampir di setiap hari sabtu selepas pulang sekolah aryo berkumpul dengan teman-temanya yang lain untuk berkelahi secara massa (tawuran) dengan pelajar sekolah lain, aryo mulai mencoba-coba menghisap rokok, mengenali jenis-jenis minuman keras, berjudi untuk pertandingan sepak bola, aksi vandalisme (mencoret-coret tempat umum dengan cat) tindakan negativ ini hampir menjadi rutinitas aryo di dalam pergaulanya dengan teman-temannya, tanpa sepengetahuan ibu nya, maupun guru-gurunya di sekolahnya.

                      **********************************************************************************

Pola tindakan aryo di dalam pergaulan dengan teman-temanya yang bersetatus negativ dan liar, hampir mayoritas pelajar yang ada di jakarta mengalami tahap ini, atas nama masa remaja (labil) eksistensi diri di bangun bukan dengan tindakan kesadaran yang mampu berfikir jernih dalam memberi perbedaan mana yang baik untuknya mana yang tidak, tetapi eksistensi diri dibangun atas unsur-unsur destruktif (kekerasan, vandalisme, imoralitas), dan yang terjadi setiap tindakan destruktif selalu terbungkus atas nama kolektivisme, karena hampir setiap tindakan kenakalan siswa remaja di lakukan secara berkelompok, dan terhadap pola tindakan negativ remaja, persentasinya banyak di lakukan oleh remaja-remaja golongan kelas menengah ke bawah (miskin), melihat realitas yang terjadi, ketika tempat tinggal lingkungan kumuh di perkampungan di sudut-sudut kota jakarta di huni oleh kultur masyarakat yang terjebak di dalam kehidupan terbatas (miskin), bukan terbatas mencupi kebutuhan ekonomi saja, tetapi terbatas melalui cara berfikir, perpaduan antara keterbatasan ekonomi dan cara berfikir menjadi satu, buah dari semua ini adalah lahirnya ''masyarakat marginal''.

Kultur masyarakat yang terbangun atas prakondisi kemiskinan, bukan saja kemiskinan ekonomi namun kemiskinan cara berfikir akan menghasilkan berbagai macam problem sosial, di antaranya melemahnya kemampuan otonomi (tujuan hidup), bersikap apolitis (cuek terhadap tatanan), lenyapnya sikap heroisme (memperjuangkan arti kebenaran dan keadilan), ketika  ini terjadi masyarakat dengan sendirinya bergerak kedalam kemunduran dalam peradaban, kehidupan tidak di hayati semestinya untuk kemajuan bersama dalam mencapai kesejahteraan, karena kehidupan di jalani secara teknis (bertahan hanya untuk mencukupi kebutuhan biologisnya), puncak dari semua ini melahirkan keadaan pasrah, membuat si miskin menyerahkan kehidupanya terhadap ketetapan  hirarki yang terbangun di dalam kesenjangan sehingga melahirkan ketidakadilan sosial.

Situasi seperti ini mengabaikan esensi terpenting dalam membuat perubahan hidup itu sendiri, ini ada di dalam proses pendidikan, pendidikan  adalah proses pembebasan dan penyadaran,  pembebasan dalam mengentaskan segala macam kemiskinan, kebodohan dan unsur-unsur sikap negativ, karena dengan seperangkat pengetahuan yang di dapat, individu dapat mengembangkan sikap otonom,  hal ini ada di dalam kemandirian berfikir dalam hal kretivitas dan inovasi yang mampu membawanya di dalam keunggulan hidup, di dalam pendidikan, individu mampu menyentuh aspek kesadaran yang mampu membuatnya menyentuh nilai-nilai luhur seperti kejujuran, keadilan, empati, dan politis (sikap tanggap terhadap situasi tatanan), namun di dalam masyarakat miskin pendidikan bukanlah menjadi prioritas utama dalam pencapaian hidup, kemiskinan ekonomi maupun cara berfikir membuat gerak partikular suatu masyarakat bergerak kedalam arah budaya nihilisme (kosong/tanpa tujuan) terhadap proses pendidikan,

Realitas menjelaskan tidak sedikit anak-anak di bawah umur memilih putus sekolah, lalu terpaksa harus bekerja sangat keras demi membantu perekonomian orang tuanya dalam mencukupi kebutuhan keluarga, melestarinya sikap apatis para orang tua terhadap proses pendidikan anak-anaknya, membuat anak tak memiliki tujuan dalam bersekolah, ini tergambarkan tinginya statistik pelajar yang harus putus sekolah lalu memilih bekerja atau para wanita yang terpaksa menikah di usia yang sangat muda,untuk ini perlunya pembalikan paradigma berfikir tentang arti pendidikan bagi masyarakat miskin agar  partisi hirarki di dalam ketetapanya terhadap kemiskinan dapat  bergerak di dalam kesetaraan, karena ketika hal ini terus terjadi bahkan kedalam level antar generasi, kemiskinan akan terus terjadi secara setruktualis dengan kemandekan akut.

Ketika pendidikan kehilangan maknanya bagi masyarakat miskin, yang terjadi hanya ada gambaran-gambaran eksploitasi bagi lanjutan kehidupan  masyarakat miskin, hal ini memunculkan terbentuknya penindasan, ketimpangan,pembodohan dan ketidak adilan sosial, melihat realitas yang terjadi ketika dominasi kekuasaan  di negara ini hanya di isi oleh sekumpulan golongan orang-orang kaya atau para pengusaha yang memperoleh kekuasaan untuk kepentinganya sediri, dengan ini arah perpolitikan negara ini telah jatuh di dalam oligark (kekuasaan di jalankan oleh sekumpulan orang-orang kaya hanya demi memperkaya diri dan kerabatnya), mereka menguasai ruang-ruang publik (kepemilikan media tv, koran, internet) hanya untuk membentuk suatu opini publik yang tak pernah objektiv dalam memberikan informasi karena bertujuan memperkukuh kekuasaan mereka atas nama citra diri.

Ruang publik mengontrol, membentuk suatu opini massal yang melahirkan manusia-manusia pandir (bodoh/ bebal), semua demi kepentingan segelintir orang di dalam keuntungan atas nama kekuasaan, dengan ini arah kebijakan di buat atas legitimasi  (kualitas hukum dalam pengakuan masyarakat) diri dan kelompoknya, tanpa menyentuh semua kalangan masyarakat, terutama bagi masyarakat miskin.

Hal ini tercermin ketika melihat sikap apolitis (tidak tertarik dalam politik) masyarakat miskin dalam menyikapi prihal tentang politik, sikap apolitis terwujud di dalam apatisme (acuh dan masa bodo) serta  banalitas (ketika suatu kekeliruan tidak lagi di kenali karena sudah menjadi hal biasa), dalam hal ini kesadaran masyarakat tentang politik yang menyikapinya secara apolitis lebih di tekankan oleh sifat banal, sifat banal melenyapkan esensi terpeting perpolitikan, perpolitikan terwujud atas aturan yang membentuk kepentingan bersama sehingga dapat menghasilkan keadilan dan kesejahteraan untuk semua kalangan masyarakat,

Politik mewujudkan setiap aturan, tatanan untuk membuat manusia menjadi lebih beradab, hal terbaiknya adalah ketika negara ini menganut sistem demokrasi (kekuasaan yang di jalankan oleh rakyat, untuk rakyat dan kembali kepada rakyat), rakyat dalam arti semua kalangan masyarakat adalah pemegang amanat terbaik dalam menjalankan kekuasaan, untuk itu setiap kebijakan harus menyentuh kepentingan rakyat agar tercipta kemakmuran dan kesejahteraan bersama, demokrasi menciptakan kesetaraan, kebebasan berpendapat, dan membela hak asasi manusia, semua tertuju pada cita-cita bersama menuju kemakmuran dan kesejahteraan.

Namun realitas yang terjadi di negara ini sangatlah berbeda, Demokrasi hanya sekedar partisipasi warga negara dalam menentukan pilihan pemimpin di dalam penyelengaraan pemilu, dalam hal ini rakyat hanya di jadikan komoditas angka setatistik untuk meraih keuntungan suara, dengan dompet tebal, tanpa kredibilitas, para calon pemimpin bergeliat, mencitrakan diri mereka di dalam bungkus-bungkus agama, penyelewengan kebenaran melalui opini media atau pun sikap dermawan melalui pemberian harta benda, semua demi satu tujuan, tahta kepemimpinan melalui perolehan suara, semua di selaraskan dengan hampir tidak adanya sikap kritis rakyat dalam menentukan pilihan terbaik untuk memilih pemimpinya.

Dengan ini demokrasi hanya wacana kosong, cita-cita luhurnya (kemakmuran dan kesejahteraan) adalah sebuah utopis, karena sejatinya politik negara ini telah jatuh di dalam oligarik (sekumpulan orang kaya ,memerintah demi kepentingan diri dan kerabat dekatnya), pentingnya seperangkat pengetahuan politik setiap individu warga negara akan membuat warga negara memiliki sikap heroisme (keberanian dalam membela kebenaran dan keadilan) sikap ini lahir di dalam kelayakan pendidikan yang di dapatkan seseorang dalam mencapai pengetahuan secara matang, pendidikan melenyapkan kepandiran (sifat bebal dan bodoh), pendidikanlah melestarikan sikap kritis (mempertanyakan kebenaran sampai ke akar-akarnya), kita semua mendambakan ruang publik terisi oleh manusia-manusia kritis yang terus berjuang untuk kehidupanya di dalam arah perpolitikan, karena ini sesuatu pondasi terpenting bagi kelangsungan hidup kita, tidak hanya untuk diri kita, untuk keluarga kita, kelangsungan kehidupan anak-anak kita dan generasi penerus.

Pendidikan adalah sebuah kewajiban yang harus di dapatkan oleh semua kalangan masyarakat di negara ini, tidak peduli mereka kaya atau miskin, memiliki tubuh sempurna atau cacat, warga mayoritas atau minoritas, semua berhak mendapatkan pendidikan secara layak, melihat paradigma pendidikan di negara ini yang berjalan sangat timpang, ketika mereka dari keluarga kaya  mendapatkan pendidikan layak ( universitas) sementara si miskin yang harus menyelesaikan secara tidak layak (SD, SMP) karena keterbatasan ekonomi membuat arah pendidikan kita menghasilkan kesenjangan sosial antara kehidupan si kaya dan miskin, menyadari akan cerita aryo dan teman-temanya, serta realitas yang terjadi terhadap anak-anak miskin lain yang harus putus sekolah dan memilih bekerja, atau para orang tua di dalam keterbatasan ekonomi bersikap sangat skeptis terhadap proses pendidikan anak-anak nya,

Kita menyadari  bahwa realitas sosial masyarakat kita terbangun atas habitus (nilai-nilai sosial yang di hayati berlangsung lama, sehingga menjadi suatu pola kebiasaan yang berlangsung secara terus menerus) yang salah arah, pendidikan harus menjadi suatu kebutuhan dan prioritas utama pada sistem masyarakat kita, terutama masyarakat kelas menengah kebawah (miskin),untuk hal ini peran pemerintah haruslah singkron dengan prioritas pendidikan itu sendiri, standarisasi biyaya sekolah harus menjangkau kemampuan ekonomi kelas menengah kebawah, agar masyarakat miskin dapat menikmati taraf pendidikan tertinginya di universitas, membangun gedung-gedung sekolah di daerah terpencil sebanyak mungkin hal ini memungkinkan meratanya pendidikan yang tidak hanya terpusat di kota-kota besar di negara ini, guru haruslah menjadi mentor  dalam memberi edukasi terhadap kesadaran para siswa dalam mengembangkan hidupnya, 

''Ruang sekolah tempat manusia memulai proses belajar dari tahap taman kanak-kanak (TK) sampai dengan tahap akhir di dalam UNIVERSITAS adalah tempat manusia mencerap berbagai macam ilmu pengetahuan, berbagai macam penemuan umat manusia (teknologi canggih) di dapati melalui proses peradaban yang di dalamnya manusia memulai  belajar di dalam ruangan sempit (kelas), namun daya fikirnya tak terbatas sehingga melahirkan manusia-manusia unggul yang mampu menciptakan hal yang luar biasa, sejarah mencatat bahwa kerapuhan manusia (kematian), terlampaui dengan setitik keabadian melalui karya yang mereka tinggalkan melalui buku-buku yang di hasilkan lewat proses belajar secara terus menerus.

                                             *************************************************************************

Pada suatu hari kejadian mengelitik di dapati aryo, namun kejadian ini menjadi malapetaka baginya, di mulai dari keisengan aryo di dalam kelas terhadap teman sekelasnya (wanita) , di dalam kelas ada satu wanita yang terbiasa menjadi olok-olok aryo dan teman-temannya yang lain, karena mungkin wanita ini bertubuh besar dan berkulit hitam sehingga menjadi bahan olok-olok teman sekelasnya, pada waktu di mulai jam istirahat, aryo dan temanya yang lain berusaha menganggu wanita itu ,,,

             dengan ucapan;,,,dut,,dut,,,gendut!!

                   ,,,tem,temm,,,itemmm!! dengan berulang kalinya,,,,,,

kata itu (gendut dan hitam) memang sering menjadi kata-kata olokan bagi dirinya, namun entah mengapa di hari itu  dia menampakan ekpresi yang tidak biasa, mungkin akibat rasa kesal yang sudah mencapai batasnya, wanita itu langsung menangis dan berlari ke luar ruangan kelas dan masuk kedalam ruang guru, hal ini sontak membuat aryo dan temanya yang lain menjadi cemas, namun dalam hal ini aryolah yang paling cemas karena dalam situasi ini, aryolah yang paling bersemangat dalam mengolok-olok teman wanitanya itu, ,,,

sesaat kemudian aryo di panggil keruang guru, untuk menghadap wakil kepala sekolah,,,,

dengan ekspresi muka memerah (marah),,,secepat kilat tangan wakil kepala sekolah itu langsung mencengkram kerah baju seragam aryo dengan sangat keras, sehingga membuat satu persatu kancing bajunya terlepas, 

            ''kamu apakan si **** sampai dia menangis seperti itu''    bentak wakil kepala sekolah!!

                                        ''saya cuma ngeledekin dia aja pak''      aryo coba membela diri!!

            ''jangan bohong kamu?

                                   ''kenapa sampai nangis seperti itu,,? dengan nada suara lebih tinggi (wakil kepala sekolah tidak mempercayai aryo)

               ''demi allah pak, saya cuma ngeledekin dia, gk mukul, dan bukan cuma saya aja ngeledekin dia, tapi teman-teman yang lain juga sering!!     aryo membela dirinya lagi,

tidak lama kemudian kepala sekolah melepas cengkramanya, dan berkata,,,,,

                                           ''hari ini kamu berdiri di lapangan sampai jam pulang, dan sini sepatu kamu saya ambil satu,!!

Dengan wajah murung aryo terpaksa mengikut perintah gurunya, panasnya terik matahari,dan rasa malu karena di lihat teman-temanya dari dalam kelas menghadirkan suasana hati yang begitu suram, 

dalam hal ini aryo bergumam dari dalam hati,,,,

''dalam hal ini aq bukanlah orang yang paling salah karena telah membullynya, teman yang lain juga berperan, kenapa harus aq yang dapat hukuman?

Waktu menunjukan pukul 12.45, hal ini menandakan waktu pulang sekolah dalam 15.menitan lagi, tepatnya pada pukul 13.00, selang beberapa lama kemudian aryo di panggil kembali keruang guru, terihat wakil kepala sekolah membawa gengaman sepucuk amplop surat di tanganya,,,,

                   ''karena kenakalan kamu!!, ini saya titip surat buat orang tua kamu, besok suruh datang ke sekolah ya"

Hal ini membuat aryo kaget!!, tidak pernah membuatnya menyadari bahwa tindakanya  membully teman sekelasnya berakibat sangat fatal (surat pemangilan orang tua), tanpa berbicara dan dengan wajah pasrah aryo bergegas pergi dari ruang guru dan kembali pulang kerumah, sepanjang perjalanan aryo pulang, penampilanya sangatlah tidak biasa (sepatu hanya satu, dan kancing baju terlepas hampir separuhnya) hal ini menjadikaya olok-olok teman sekolahnya, dan juga menjadi pusat perhatian orang lain di dalam angkot maupun yang melintas di jalan, sepanjang perjalanan aryo sangat gelisah dan takut.

Ini tidak dengan soal penampilanya (sepatu hanya satu, kancing baju terlepas), tetapi yang lebih di cemaskanya adalah ibunya, nyali dan keberanian aryo sangatlah ciut ketika harus menyampaikan surat dari wakil kepala sekolah tentang pemangilan ibunya yang harus menghadap wakil kepala sekolah, namun apa daya aryo tetaplah harus menyerahkan surat itu kepada ibunya,

Selepas di rumah aryo coba menjelaskan masalahnya tadi di sekolah, sekaligus memberi surat yang dititipkan gurunya kepada ibu nya, namun terdengar jawaban skeptis yang tidak biasa keluar dari mulut ibunya,,

''kamu di sekolahin dengan biyaya hutang pinjam agar bisa sekolah, di sekolah cuma buat masalah, dasar anak gak tau diri, uda gak usah sekolah lagii!!! 

Mendengar jawaban ibunya, suasana hati aryo sangatlah sedih, di satu sisi aryo begitu terpukul dengan perkatan ibunya,,,

'haruskah hal yang aq cita-cita kan (merubah kehidupan yang lebih baik, dengan pendidikan) berakhir di sini, apakah aq harus menyerah dengan nasib dan takdirku sendiri, bahwa aq tetaplah menjadi manusia miskin, bodoh,,,arhhhhh kehidupan macam apa ini!!!   gumam aryo dari dalam hati.

namun di sisi yang lain aryo sangatlah peduli kepada ibunya dan mencoba berempati dengan kata-kata ibunya,,,

''ibu dalam keadaan lelah karena harus bertindak seorang diri (ayah tiri aryo yang sedang di penjara) dalam memenuhi kebutuhan hidup qu dan kedua adikku, aq sangatlah kasihan terhadapnya dan seharusnya aq tidak membuat masalah yang menambah beban fikirannya!!      gumam aryo dalam hati

Di pagi hari itu aryo bangun seperti biasanya, aryo mencoba berbicara dengan ibunya untuk memastikan apakah ibunya akan pergi memenuhi pangilan wakil kepala sekolah, namun  sepertinya tidak ada tanda-tanda ibunya akan pergi memenuhi pangilan wakil kepala sekolah, hal ini membuat aryo sedih dan kembali mengurung diri di kamar, hari terus berganti, aryo tetaplah di dalam situasi yang sama, ibunya tetap tidak mau menemui wakil kepala sekolah, dan aryo tetap mengurung diri di kamar, banyak teman-temanya menghubunginya melalui telvon maupun sms, namun aryo tetaplah bungkam, waktu berjalan selama hampir memasuki dua minggu, namun tidak ada tanda-tanda penyelesaian masalah aryo di sekolah, aryo merasakan sepertinya inilah akhir dari kesempatan terbaiknya bersekolah, dan dalam hal lain ibunya sepertinya menginginkan aryo bekerja,,,

 Di suatu kesempatan ibunya bercakap;

'uda kamu gak usah sekolah lagi, di sekolahin dengan biyaya mahal-mahal juga percuma, mending kamu sekarang kerja aja!!     berkata ibu aryo kepada aryo dengan nada suara lembut seperti sedang menasehati.

'di usia saya yang baru menginjak 16.th, saya mau kerja apa mah?, apa lagi gak punya ijasah, paling cuma jadi kuli dengan bayaran pas-pasan!!   aryo coba menangapi perkataan ibunya.

'pokonya kamu harus kerja, tau diri kita itu siapa?, dari keluarga gak punya buat makan aja susah, mau sekolah tinggi-tinggi di sekolahin malah buat masalah!!     -sahut ibu aryo menanggapi perkataan aryo. 

''pokonya saya pengen sekolah dan gak mau kerja!!   -berkata aryo sekaligus mengakhiri pembicaraan dengan ibunya.

Pada akhirnya aryo harus menyerah pada keinginnya agar terus bersekolah, aryo bersekolah hanya sampai enam bulan, aryo memahami keinginan ibunya agar aryo dapat bekerja dan membantu perekonomian keluarganya, namun aryo tetap pada pendirianya bahwa dirinya ingin tetap bersekolah karena dalam pandanganya bekerja di usia yang memang seharusnya dirinya berada di sekolah, untuk sesuatu hal yang paling terpeting dalam hidupnya yaitu perubahan di dalam kehidupan yang lebih baik.

Dengan aryo bekerja mungkin dapat membantu perekonomian ibunya, sedikit membantu biayaya sekolah untuk adiknya, namun dalam situasi ini aryo melihat pola masalah yang di hadapinya seperti kesalahan cara menebang pohon, aryo hanya dapat merobohkan batang pohon tanpa mampu bisa membersihkan akarnya, akar yang tersisa  menyebabkan cepat atau lambat pohon akan tumbuh kembali, dengan ini asumsi aryo memutuskan bekerja di banding sekolah hanya untuk alasan membantu perekonomian keluarga, itu seperti membunuh masa depannya sendiri, aryo memang mampu menghasilkan uang tetapi setatus bodoh dan miskin akan tetap melekat padanya sampai kematian.

Aryo tidak lagi bersekolah hal ini membuat semangat dalam hidupnya drastis meredup, aktivitas yang di lakukannya hanya bermalas-malasan di dalam kamar, makan, tidur dan di suatu waktu aryo bergumul dengan temannya di sekitar lingkungan rumahnya,menghabiskan waktu sampai larut malam dengan bermain gitar di dalam gang-gang sempit, dalam situasi ini aryo merasa dirinya memiliki kemiripan dengan teman-teman di lingkungan rumahnya, teman-temannya adalah tipe manusia yang malas bersekolah tidak mau bekerja dan hanya mencari kemudahan dalam mendapatkan uang, seperti berjudi dan berjualan obat-obatan terlarang (narkoba), terkadang di suatu kesempatan aryo mencoba narkoba jenis ganja dan meminum-minuman keras bersama teman-temanya, situasi yang membuat dirinya melebur di dalam halusinasi dan melenyapkan otonominya, di saat aryo di dalam kesendirian (kamar), aryo selalu membayangkan gambaran dirinya dengan masa depan suram.

Gosip mulai terdengar dan sampai di telinga ibu aryo, para tetangga terutama kaum ibu di sekitar rumah aryo menceritakan hal buruk tentang kenakalan aryo, ibu aryo mulai mencemaskan putra pertamanya ini, demi kebaikan aryo, selama aryo tidak mau bekerja, ibunya memutuskan mengirim aryo ke kampung halamnya di pemalang, aryo tidak menolak dan berusaha menerima keputusan ibunya, hari demi hari di lalui aryo di pemalang, aryo banyak merasakan perubahan di dalam suasana desanya, setelah 4.th begitu banyak perubahan terjadi di desanya, desanya kini lebih sepi dan sunyi aryo tidak melihat pemuda yang berkumpul seperti biasaya, aryo mencoba bertanya kepada bibinya, kemana teman-teman masa kecilnya, aryo mendapat jawaban, bahwa suasana sepi di desanya di sebabkan oleh migrasi para warganya untuk merantau bekerja di kota (jakarta), terutama para pemuda, hal yang membuatnya lebih heran lagi adalah para gadis di usia rata-rata di bawah 20.th yang sudah berkeluarga dan bahkan memiliki anak.

                                       ***************************************************************************

Kabupaten pemalang adalah sebuah kota kecil dari bagian jalur pantai utara (pantura), kehidupan warganya memang di dominasi oleh para petani, maupun pedagang, masyarakat pemalang adalah penganut islam tradisional, warganya begitu sangat taat dalam menjalankan berbagai macam ritual ibadah (masyarakat religius), para orang tua di sana lebih menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang pandai belajar ilmu agama dibanding bersekolah di sekolah formal, dengan acuan pesantren menjadi pendidikan utama bagi anak muda di kabupaten pemalang, nilai-nilai hidupnya berada dalam aspek kesederhanan yang lebih mengutamakan ahlakul karimah (ahlak yang baik), solidaritas yang terjaga adalah semangat gotong royong, selalu menjaga etika lawan bicaranya, sehingga kesantunanya terjaga ketika berhadapan dengan orang di usia di atasnya (orang tua/sepuh), masyarakat pemalang adalah masyarakat yang tidak mengenal sistem kelas atau faham primodialisme, karena rata-rata perekonomian warganya itu setara, yaitu kelas ekonomi menengah kebawah, ini membuat terciptanya ruang kebersamaan atas latar belakang kehidupan yang sama.

Pendidikan bagi masyarakat pemalang bukanlah menjadi prioritas utama, perekonomian terbatas, maupun sikap apatis orang tua dalam memahami arti pendidikan untuk anak-anaknya menjadi salah satu penyebabnya, faktor lain adalah terbatasnya penyediaan sekolah di desa-desa di kabupaten pemalang yang sangat sedikit dan hanya terpusat di kota pemalang, dengan jarak yang jauh menjadikan hambatan untuk orang tua dalam menyekolahkan anaknya, kondisi ini menyebabkan para pemuda yang lebih memilih menempuh pendidikan agama (pesantren) dengan biyaya terjangkau maupun pergi berladang, para gadis yang harus menikah di usia yang sangat muda (16,17-20.th), hal ini memang menjadikan suatu pengkondisian yang tidak relevan untuk menyentuh kemakmuran dan kesejahteraan hidup, namun meski warganya hidup dengan perekonomian menengah kebawah berada di garis kemiskinan, karena rata-rata  para warganya berpendidikan rendah (SD-SMP), namum harmonisasi terbangun sangat erat di kehidupan masyarakat kabupaten pemalang,

Sama rasa menjadi acuan dalam semangat gotong royong, karena sistem yang terbangun bukanlah persaingan hidup namun lebih ke arah persaudaraan, eksistensi manusia tidak harus di maknai dengan seperangkat materi yang di miliki, karena masyarakat pemalang tidak pernah mendiskreditkan prihal materi, tetapi masyarakat di pemalang lebih menekankan cara manusia itu hidup dalam berbuat kebaikan terhadap sesamanya itu lebih menjadi nilai utama, namun perkembangan dunia menjadikan perubahan nilai terjadi, di dalam gerak perubahan sosial di dalam arah globalisasi, semua hal berkembang dan berubah, hal ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat di tolak keberadaanya, banyak hal berubah dari desa di mana aryo terlahir, proses perubahan pertanian ke dalam proses industrilisasi menjadikan masyarakat bermigrasi ke kota dalam menghasilkan uang, masuknya berbagai macam teknologi, hampir masyarakat di kabupaten pemalang memiliki tv, sepeda motor sendiri dalam satu keluarga, lalu telvon yang memudahkan berkomunikasi dengan jarak yang sangat jauh, dan berkembang lagi kedalam sistem android yang menampilkan berbagai aplikasi untuk memanjakan penggunaya, di mana penguna internet kini semakin ramai.

Globalisasi adalah nilai universial, karena hampir semua negara di bumi ini mengalami gejolak ini, hal ini sangatlah kontradiksi ketika globalisasi masuk di dalam wilayah di mana warga masyarakatnya tidak memiliki seperangkat pengetahuan yang memadai untuk dapat memahami nilai-nilai globalisasi melaui masuknya berbagai macam teknologi, pasar bebas, dan budaya luar, keadaan ini sangatlah berbahaya, karena eksploitasi akan tumbuh subur di dalamnya, melalui ruang hegemoni (penjajahan secara halus, sehingga tidak lagi di rasa sebagai kaum terjajah),  masyarakat hanya akan di jadikan komoditas bagi keuntungan dari pihak-pihak tertentu, masyarakat, terutama masyarakat di desa seolah terbius dengan berbagai macam alat teknologi buah dari globalisasi, tanpa mampu berfikir tentang mencipta dan berinovasi,

Globalisasi menghasilkan berbagai macam varian proses industrilisasi sehingga melahirkan berbagai macam produk-produk untuk kebutuhan manusia, idustrilisasi menciptakan pekerja dalam setatus berbagai macam pengkelompokan setatus kerja, pengelompokan ini di bagi melalui ketentuan taraf pendidikan seseorang, hanya seorang individu yang mampu memiliki etos pengetahuan  memadai berada di dalam pekerjaan layak (bayaran tinggi dengan keefektifan cara kerjanya), dengan asumsi pendidikan layak adalah salah satu aspek terpenting dalam sistem kerja, sementara bagi mereka yang tidak berpendidikan berada di dalam tataran terendah dengan kondisi kerja yang memprihatinkan, hal ini menyebabkan ketimpangan, karena bagi mereka yang tidak berpendidikan memiliki gaji rendah dengan situasi kerja yang menyedihkan, karena tanpa jaminan kesehatan dan perlindungan kerja , dan dampak terburuknya  ketika para pekerja rendahan hanya di jadikan tujuan di luar dirinya sendiri atas nama keuntungan.

Globalisasi mengenalkan berbagai macam kebudayaan,tradisi, bahasa di dalam gerak dunia, teknologi menciptakan dunia virtual, jaringan internet adalah tempat di mana mempermudah manusia menemukan akses terhadap berbagai macam budaya dunia, melalui film, music, life style, melalui pasar bebas kita dapat menemukan berbagai macam produk-produk dari belahan dunia manapun, kegagapan di dapat ketika suatu masyarakat harus berhadapan dengan suatu hal baru tanpa sikap kritis di dalam pengetahuan yang di dapatkanya, hal ini menghasilkan  dua arah pola kehidupan kontras di dalam masyarakat, pertama, masyarakat akan kehilangan nilai-nilai identitas diri, masuknya berbagai tipe kebudayaan melalui gaya hidup, teknologi, music, barang-barang impor, menjadikan masyarakat terbius akan manifesti segala nilai-nilai luar yang menjadi sebuah pola hidup baru meningalkan pola hidup lama, dampak dari ini masyarakat akan kehilangan identitas diri, sehingga meruntuhkan nilai-nilai kearifan lokal, budaya serta tradisi, kondisi ini adalah cipta dari sebuah hegemoni yang mengininkan dunia bergerak di dalam suatu tatanan nilai yang menguntukan bagi keberadaan negara adidaya.

Yang kedua, masyarakat akan hidup dengan semangat konservatisme, yaitu mempertahankan tradisi, nilai-nilai dengan sikap fanatik, tanpa keterbukaan dan bersikap sangat tertutup, pada dasarnya sikap ini mayoritas di miliki oleh mereka yang berusia lanjut (orang tua), maupun mereka yang memiliki pengetahuan agama secara mendalam, masyarakat konservatisme adalah masyarakat yang menolak semua hal yang berbau modernisme, dengan asumsi kemajuan peradaban melalui globalisasi hanya akan mendatangkan kemudharatan (hal yang merugikan), sehingga membuat pola hidupnya selalu berbenturan terhadap proses kemajuan peradaban, konservatisme memang mempertahankan identitas diri, serta tetap menjaga keaslian nilai-nilai kearifan lokal, tetapi berpijak terhadap nilai konservatisme adalah sangat tidak relevan karena kita hanya mampu melihat dunia di dalam lubang yang sempit, sehingga kita tak memiliki arah untuk menciptakan kemajuan hidup di dalam roda perputaran peradaban.

Dalam hal ini kita hanya membutuhkan sikap ''sosial moderat '' dalam menyikapi gerak perubahan dunia melalui ruang globalisasi, moderat adalah sikap yang tetap memegang teguh setiap nilai-niai budaya, tetap menjaga tradisi kearifan lokal, dengan berintegritas (sungguh-sungguh berpegang teguh kepada prinsip), namun di satu sisi tetap memiliki keterbukaan terhadap arus globalisasi, ''moderat sosial'' adalah sikap seorang pembelajar yang mengenal arti kemajemukan, ''moderat sosial'' mengajarkan kita untuk belajar terhadap segala nilai yang terkadung di dalam proses globalisasi untuk tujuan kesejahteraan hidup, tanpa harus kehilangan identitas diri, ''moderat sosial'' mengajarkan kita untuk bersikap terbuka terhadap kemajemukan, sehingga mampu menempatkan azas kemanusiaan terhadap perbedaan, tanpa harus terkontaminasi segala nilai-nilai dari luar yang akan mempengaruhi identitas diri.

Situasi yang terjadi bagi kehidupan masyarakat pemalang, terutama di dalam desa di mana aryo tinggal adalah situasi yang hanya mendatangkan eksploitasi melalui ruang hegemoni, tanpa pendidikan tak akan ada perubahan, berpengetahuan agama tanpa di imbangi dengan ilmu pengetahuan umun hanya melahirkan manusia-manusia konservatis, yang memiliki pandangan sangat sempit, nilai-nilai kehidupan, maupun setiap tradisi yang hanya mendatangkan kemunduran dalam pencapaian hidup tidak perlu di pertahankan, melainkan merubah seluruh paradigma nilai itu sendiri, etika orang jawa (keramahan, sopan santun, hormat pada yang tua, gotong royong) perlu di pertahankan, tetapi tidak cukup hanya berbudi pekerti luhur tetapi harus bodoh dan bebal, pendidikan haruslah menjadi tujuan bagi masyarakat desa, pendidikan melahikan nalar rasional yang mampu bersikap kritis yang siap melahirkan berbagai macam perubahan, 

Kemajuan peradaban dunia melahirkan sistem kompetitif yang membuat setiap negara bersaing dalam mencapai kemajuan hidup yang mendatangkan kesejahteraan bersama, masyarakat miskin, bodoh, bebal hanya menjadi komoditas, serta ruang ekploitasi untuk  memberi keuntungan bagi keberadaan pihak lain, baik penguasa, pemilik modal, maupun negara lain, dengan pendidikan layak yang di dapat secara merata menjangkau wilayah pelosok desa-desa, akan mampu mengoyang tatanan yang menindas, sehingga gerak dominasi hirarki akan mampu runtuh dengan sendirinya, pendidikan melahirkan manusia-manusia waras dengan bersikap rasional, kritis serta terbuka terhadap perkembangan dunia, hal ini melenyapkan konservatisme namum mewujudkan sikap ''sosial moderat'', yaitu tetap berpegang teguh terhadap kebudayaan, tradisi nilai-nilai kearifan lokal, namun di satu sisi memiliki keterbukaan terhadap proses globalisasi untuk menciptakan kesejahteraan hidup bersama.

                                      ********************************************************************

Hari-hari kehidupan aryo di pemalang di lalui dengan bermalas-malasan di rumah, aryo bersikap sangat tertutup dan jarang sekali bergaul karena memang keadaan desa yang sangat sepi,di satu sisi aryo masih merasakan kekecewaan yang mendalam, hal ini  selalu membuatnya mengurung diri di dalam rumah, hampir menginjak dua bulan, aktivitas aryo hanya di lakukan bermalas-malasan (makan dan tidur), namun suatu hari aryo merasa sangat putus asa dengan keadaanya, dan berfikir kembali ke jakarta mengikuti keinginan ibunya untuk bekerja, rencana ini bersamaan dengan sepupu aryo yang berkeinginan bekerja di jakarta, namanya ''yasin'' dia adalah anak dari kakak ibu aryo, yasin adalah anak dengan kepribadian labil, pendidikanya hanya sampai kelas 5 SD, seringnya marah-marah tanpa suatu alasan yang  jelas, ketika berdialog tidak pernah nyambung, hal ini membuat aryo selalu bersabar dalam menghadapi sikapnya, dengan meminjam uang utuk perjalanan ke jakarta, berangkatlah aryo dengan sepupunya (yasin),

Sesampainya di jakarta aryo bertemu lagi dengan ibunya, dan melihat kabar baik ayah tirinya yang sudah terbebas di penjara, dengan kondisi keadaan tubuh sangat kurus, dalam hati aryo mengalami keadaan dilematis berfikir tentang pekerjaan yang di gelutinya kelak, tanpa ijasah dan keahlian khusus, aryo merasa bahwa dirinya hanya mampu berada di tempat pekerja rendahan (bayaran rendah dengan kondisi kerja yang memprihatinkan), ini sesuatu hal yang tidak di inginkanya, tetapi tetap saja aryo tidak dapat menolak situasi yang di hadapinya, terdengar kabar ibu aryo berhasil mendapatkan pekerjaan untuk aryo dan sepupunya, yaitu di salah satu industri konpeksi rumahan, dengan syarat aryo harus menetap tinggal di dalam pekerjaannya, aryo menuruti keinginan ibunya, aryo bekerja pada orang  beretnis tionghoa, etnik tionghoa yang memperkerjakan aryo memiliki rumah yang sangat luas dengan ukuran tiga lantai, terlihat mobil mewah terdapat di garasi depan rumahnya, lalu dalamnya terdapat mesin-mesin bordil yang menguasai dua ruangan di lantai dasar, sementara lantai kedua terdapat mesin-mesin rajut yang memproduksi kerah wangki untuk pakaian pria, sementara lantai tiga adalah ruangan pribadi pemilik rumah.

 Aryo di pekerjakan di dalam bagian mesin rajut yang memproduksi kerah-kerah wangki untuk pakaian pria, dengan sistem  kerja di bagi di dalam dua shift,shift pertama pada jam 07.00 pagi sampai puluk 18.00 sore, sementara shift kedua pada pukul 18.00 sore smpai jam 07.00 pagi, selama waktu satu mingu aryo bergantian berbagi shift dengan temannya yang lain, aryo mendapat upah gaji dengan sistem bulanan, sebesar 250.ribu, dengan jatah uang makan satu minggu sekali sebanyak 150.ribu, di dalam pekerjaan tugas aryo hanya melepaskan benang-benang yang mengikat kerah-kerah wangki yang sudah jadi, setelah itu melipat kerah-kerah yang sudah di putus benangnya dan selanjutnya melakukan pengepakan, ini tidak terlihat spele, di dalam proses pembuatan kerah wangki di dalam mesin rajut terdapat ratusan kerah wangki yang sudah jadi, proses selanjutnya adalah pelepasan setiap benang-benang yang mengikat kerah wangki yang sudah jadi, jika di lakukan satu-persatu memang terlihat mudah, 

Tetapi di dalam pekerjaan ini di butuhkan keefektifan dalam melepas benang yang menyambung di dalam kerah wangki, terdapat setidaknya sepuluh mesin yang terus berjalan menghasilkan kerah-kerah wangki, jika pelepasan di lakukan satu-persatu hanya akan memperlambat hasil dan tentunya cara ini sangat tidak efektif, maka itu aryo di haruskan melepaskan benang-benang yang mengikat kerah wangki secara bersamaan dengan cara menumpuk kerah wangki di dalam satu tumpukan, cara ini tentu tidaklah mudah,karena di butuhkan tenaga ekstra untuk melepas benang sekaligus secara bertumpuk, dan hal ini sering membuat tangan aryo terasa sakit, tidak sedikit luka goresan yang di dapatinya terutama bagian jari kelingking, hal tersulit lainnya adalah ketika aryo harus kerja di saat shift malam, harus selalu aktif bergerak di saat kantuk dan lapar mendatangi dirinya.

Di dalam lingkungan aryo tinggal, etnik tionghoa di sebut dengan ''orang china'', karena meskipun mereka lahir dan besar di indonesia namun stigma masyarakat luas tetap  berpersepsi orang-orang tionghoa itu berbeda dari masyarakat asli indonesia (pribumi), karena secara RAS terjadi perbedaan kontras antara orang-orang pribumi dan orang-orang tionghoa, kehidupan orang-orang tionghoa di sekitar lingkungan aryo tinggal amatlah mapan dengan hampir mayoritas hunian orang tionghoa berada di kompleks perumahan, memiliki kendaraan pribadi (mobil), serta pembantu rumah tangga, dan juga hampir rata-rata orang tionghoa membuka usaha konveksi, bordir, sablon, rajut, dengan acuan produksi tekstil menjadi nilai utama dalam bisnis orang-orang tionghoa, situasi seperti ini tidak hanya terjadi di dalam lingkungan aryo tinggal, namun mencakup seluruh wilayah yang ada di jakarta, hal ini memberi gambaran ketersisihan warga mayoritas (betawi, jawa maupun sunda) dalam bidang ekonomi, oleh minoritas etnik tionghoa.

Di dalam pola hubungan sosial, orang-orang tionghoa cenderung bersikap tertutup dan jarang sekali membaur dengan masyarakat mayoritas, yang pada umumnya di jakarta di dominasi oleh suku, betawi, jawa maupun sunda, beberapa hal sikap tertutup itu seperti;

- orang-orang tionghoa lebih banyak menghabiskan aktifitasnya di dalam rumah

-sangat sedikitnya partisipasi orang-orang tionghoa dalam kegiatan sosial seperti, kegiatan kerja bakti, musyawarah antar warga,atau pun penggalangan dana untuk sesuatu musibah

-orang-orang tionghoa lebih mementingkan bisnisnya di banding berempati terhadap lingkungan tempat tingalnya

-kepedulian yang terbangun adalah proteksi hanya untuk melindungi keluarga dan kerabatnya

-ketiadaan minat untuk menjadi pemimpin di dalam lingkunganya (menjadi ketua RT,RW)

Jika ada proses interaksi yang terbangun antara warga tionghoa dan warga  mayoritas, hal ini hanya berjalan di dalam pola berhubungan secara teknis (sebatas hubungan kerja), hal ini tergambarkan bahwa realitas semua badan usaha rumahan milik orang tionghoa, baik konveksi, bordil,maupun sablon, hampir semua para pekerjanya adalah warga mayoritas yang memiliki pendidikan rendah, dalam hal ini proses interaksi terjalin atas dasar saling membutuhkan, pekerja yang membutuhkan bayaran (uang) untuk kelangsungan hidupnya, sementara pemilik yang membutuhkan bantuan tenaga untuk melancarkan proses produksi dan distribusi agar dapat menghasilkan keuntungan, selama sistem ini terjalin proses hubungan orang-orang tionghoa dan warga mayoritas berjalan dengan harmonis, sementara tanpa pola hubungan kerja, garis keterpisahan antara orang-orang tionghoa dan warga mayoritas amatlah jauh, hal ini bagaikan sebuah tembok raksasa yang memisahkan, banyak hal yang melatar belakangi perbedaan yang menciptakan tembok pemisah itu, di antaranya;

- perbedaan RAS, yang mencakup kepercayaan (agama), budaya, suku,bahasa, serta biologis (bentuk fisik)

-setatus sosial, orang-orang tionghoa mempersepsi dirinya lebih tinggi kedudukanya di banding warga mayoritas

-proses rekonsiliasi yang berjalan mandeg, hal ini berkaitan dengan konflik masa lalu

-proses asimilasi yang tak membuahkan hasil

-kecemburuan sosial warga mayoritas terhadap orang-orang tionghoa

-fundamentalisme agama, yang melahirkan sikap fanatik terhadap keyakinan tanpa bisa menerima perbedaan

-primodialisme, bahwa dirinya hanya mampu berbaur dengan orang dari latar belakang yang sama

-etnosentrisme, berangapan bahwa kebudayaannya lebih unggul di banding kebudayaan yang lain

-persepsi warga mayoritas yang mengangap orang tionghoa adalah orang china, sehingga mereka bukan bagian dari pribumi

Perbedaan kontras yang memisahkan garis relasi antara orang-orang tionghoa dan warga mayoritas sangatlah jauh, hal ini memicu banyak sekali permasalahan sosial, terutama menguatnya prihal tentang rasialisme berwajah kebencian, diskriminatif berbentuk pelayanan yang tidak adil terhadap orang-orang tionghoa, fanatisme melekatkan identitas dengan membenci perbedaan lain, terciptanya tembok prasangka (hidup dengan rasa saling curiga), keadaan seperti ini adalah keadaan masyarakat yang akan selalu terseret atas nama rasa saling terasing di dalam perbedaan, bak gunung es, hal ini seperti bom waktu yang setiap saat dapat meledakan dirinya, apa yang di butuhkan agar setatus keterasingan etnik tionghoa di negara ini dapat tercerabut, sehingga mampu menjadi bagian yang dapat di terima oleh semua lapisan kalangan manusia di negara ini, dalam hal ini penulis mencoba memberikan beberapa tanggapan solusi;

-membangun ingatan kolektif

Ingatan kolektiv adalah sebuah ingatan yang tidak hanya di serap oleh setiap individu, melainkan ingatan yang mampu mengendap di dalam fikiran setiap individu individu yang selalu bertalian (berhubungan dalam konteks yang sama) , dalam hal ini ingatan terbangun tidak teruntuk setiap individu yang menyadarinya, melainkan menjadikan jamak (banyak), tentu ini membuat semua golongan manusia (lapisan masyarakat) mengingat suatu peristiwa dalam porsi kesadaran yang sama, ketika setatus masyarakat memiliki kesadaran yang sama dalam ingatan, hal ini sangat memungkinkan terciptanya suatu kesadaran kolektiv  yang akan terus terpelihara dan tersampaikan antar lintas generasi, ingatan kolektiv adalah sebuah jembatan yang dapat menghubungkan proses rekonsiliasi untuk tujuan perdamaian itu sendiri, ini berkenaan dengan konflik masa lalu yang belum terselesaikan sehingga menciptakan struktur masyarakat yang di isi oleh dendam, kebencian maupun prasangka buruk.

Ingatan kolektiv menciptakan sebuah peroses belajar di dalam masyarakat agar tidak mengulangi setiap konflik yang sama di masa lalu, hal ini berkenaan dengan etnik tionghoa yang mengalami  peristiwa buruk di masa lalu, pembantaian (masa pemerintahan VOC), kebijakan diskriminatif (ORDE LAMA dan ORDE BARU), tumbal dari reformasi  yang berakhir dengan penjarahan dan pemerkosaan (kerusuhan mei 1998) pernah di alami oleh orang-orang  tionghoa di negara ini, setiap konflik/ peristiwa buruk di masa lalu haruslah menjadi pendorong untuk merubah dan tidak mengulangi hal yang sama di masa depan, pendorong itu dapat terlaksana jika semua kalangan masyarakat mengendapkan memory mereka di dalam ingatan kolektiv, dalam kesadaran melalui ingatan kolektiv hal ini selalu memungkinkan terciptanya rasa empati (kemampuan untuk memahami perasaan manusia ain), rasa empati tumbuh atas dorongan rasa kemanusiaan itu sendiri.

                Rasa empati tumbuh tidak dalam batasan identitas, melainkan identitas itu terlampaui oleh rasa kemanusiaan itu sendiri, tolak ukur ini dapat di lihat oleh setatus korban yang selalu termarginalisasi dalam kasus-kasus kejahatan besar, sehingga menggugah nurani setiap individu untuk tidak melakukan hal yang sama di saat ini maupun di masa yang akan datang, serta  mencoba memahami korban dalam perspektiv sikap bersahabat, seperti lahirnya kepedulian dan toleransi, buah dari semua ini adalah terciptanya ruang keterbukaan yang melenyapkan stigma-stigma buruk yang terjadi akbibat dari konflik masa lalu, melalui ruang ingatan kolektiv membuat kita memahami bahwa setiap peristiwa yang terjadi, yang mengusik nurani kita sebagai conscience (mahluk berhati nurani) membangunkan sikap heroisme (keberanian untuk bertindak secara adil) kita untuk memilih tidak melupakan dan menjadikanya sebagai pelajaran berharga di saat ini maupun di masa yang akan datang.

-proses asimilasi yang terintegrasi, terutama menghapuskan stigma orang china untuk warga tionghoa

Stigma yang membuat perbedaan kontras antara warga mayoritas dan warga tionghoa adalah asumsi bahwa orang tionghoa adalah orang china, begitu sangat melekat sampai dengan saat ini, padahal ketika kita memahami kondisi kultural warga tionghoa melalui ruang lingkup proses kehidupan mereka di negara ini, setatus mereka sangatlah tak terbantahkan, bahwa mereka adalah bagian dari warga negara indonesia dan mereka asli indonesia, nenek moyang mereka mungkin berasal dari china, namun itu berlangsung selama ribuan tahun lalu, mereka terlahir di tanah ini, dan akan terkubur di tanah ini juga, orang tua mereka, kakek,buyut mereka  juga memiliki proses sama (lahir di indonesia), mereka memiliki rumah berserta sertifikatnya yang sah, memiliki kartu tanda penduduk (KTP), membayar tagihan listrik, membayar pajak, mereka mentaati konstitusi, mereka berpartisipasi dalam pemilihan umum, ini adalah suatu proses cara hidup yang sama yang di lakukan manusia manapun di negara ini.

Konteks sebutan orang china terhadap warga tionghoa di negara ini sangatlah tidak relevan, hal ini hanya sebuah penyesatan yang dapat memecah belah keutuhan kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk (multikultur), dalam kondisi ini warga masyarakat harus memahami bahwa identitas orang tionghoa bukanlah orang china, tetapi mereka adalah orang indonesia, meskipun secara biologis memiliki ketebalan garis perbedaan kontras (kulit putih, bermata sipit), tetapi mereka adalah manusia indonesia dengan latar belakang proses hidup yang sama, mereka memiliki budaya, bahasa, kepercayaan (agama) tersendiri, mereka tetaplah menjadi kesatuan indonesia dengan wajah multikulturnya (di isi oleh beragam suku, budaya, bahasa dan agama) pemahaman ini haruslah menjadi buah kesadaran untuk menciptakan kehidupan harmonis tanpa sekat maupun rasa saling terasing.

Dalam hal ini kita di haruskan memiliki cara pandang obyektiv untuk tidak melekatkan asumsi warga tionghoa sebagai orang china, kesadaran di mulai ketika kita membicarakan kata sebutan ''china'' terhadap warga tionghoa sebagai suatu hal yang tabu, kata ini bisa di ganti dengan ''orang tionghoa''/ ''warga tionghoa'', hal ini mengacu terhadap sebutan setiap suku yang ada di indonesia, seperti ''orang jawa'', ''orang sunda'', ''orang betawi'' dst., setelah itu kita dapat memberi edukasi terhadap generasi penerus tentang pemahaman  warga tionghoa di indonesia adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari kesatuan wilayah NKRI itu sendiri, edukasi di mulai dari kurikulum pendidikan kita, di mana di haruskanya setiap siswa mengenal latar belakang suku, budaya, bahasa, agama, negaranya yang sangat beragam (multikultur) sehingga memberi dirinya setetes penyadaran, bahwa di bumi indonesia ini kita tidak tinggal sendiri, melainkan kita tinggal di bumi yang sangat multikultur, dan keberagaman adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat di tolak keberadaanya.

         - membangun sebuah habitus yang tepat di dalam hubungan sosial

"Habitus'' adalah sebuah kebiasaan yang di lakukan secara terus-menerus,  dan merubah menjadi nilai-nilai yang di yakini sehingga dapat menciptakan sebuah kultur dan kebudayaan baru, 

Berbicara tentang etnik tionghoa di indonesia, asal-usul leluhur mereka berasal dari tiongkok (china), dalam sejarah selama ribuan tahun lalu leluhur orang-orang tionghoa bergelombang datang di kepulauan nusantara untuk tujuan perniagaan atau berdagang, dalam catatan sejarah (id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia) Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya, kerjasama ini membuat orang-orang tionghoa memilih menetap tinggal, bahkan tidak sedikit dari orang-orang tionghoa menikah dengan orang pribumi, secara biologis orang-orang dari etnik tionghoa sangat berbeda dari etnik/suku manapun yang ada di indonesia, umumnya orang-orang tionghoa memiliki kulit putih dan bermata sipit, perbedaan kontras terlihat dengan ras asli pribumi indonesia di mana orang indonesia di dominasi oleh orang-orang berkulit sawo matang serta kuning langsat.

Dalam data (http://www.tionghoa.info/berapa-jumlah-populasi-etnis-tionghoa-di-indonesia/) jumlah populasi penduduk etnik tionghoa pada tahun 2010 mencapai 2.832.510 jiwa, persentase ini hanya berjumlah 1,20% dari total penduduk indonesia sebesar 236.728.379 jiwa, etnik tionghoa di indonesia menjadi etnik minoritas yang mendiami kepulauan nusantara ini, namun perananya di dalam roda perekonomian indonesia sangatlah signifikan, karena rata-rata orang tionghoa berada di dalam taraf perekonomian kelas menengah atas, seperti dalam sejarah yang menjelaskan orang-orang tionghoa bermigrasi di kepulauan nusantara ini hanya untuk tujuan perniagaan atau berdagang, dalam pusaran sejarah orang-orang tionghoa sampai saat ini memang lebih menguasai sektor industri perdagangan, terutama terpusat di jakarta dan kota-kota besar lainya seperti medan, surabaya dan pontianak, orang-orang tionghoa selalu terlibat dalam bisnis di dalam industri tekstil, property, mebel, elektronik, bahan bangunan, restoran, hal ini menempatkan kredibilitas orang-orang tionghoa bahwa mereka menjadi salah satu etnik  terungul dalam roda perekonomian di indonesia.

Namun dalam perjalanannya orang-orang tionghoa di negara ini, tidak semulus pencapaian mereka dalam perekonomian di negara ini (kemapanan), sejarah mencatat tregedi-tregedi pembantaian bermotif kebencian, pengusiran maupun kebijakan diskriminatif pernah terjadi terhadap orang-orang tionghoa di indonesia, di mulai pada abad k-18, peristiwa ini di namakan ''geger pecinaan'', yaitu pada tanggal 9 oktober 1740 di batavia (jakarta) terjadi huru-hara oleh bala tentara VOC yang ditunjukan kepada penduduk  tionghoa, peristiwa ini di komandoi langsung oleh gubenur jendral VOC ''adriaan valckeinier'', perampokan, pembakaran pemukiman orang-orang tioghoa yang berakhir dengan pembantaian terjadi di batavia (jakarta), di perkirakan peristiwa ini memakan korban antara 5000-10000 jiwa, dapat di pastikan motif dari peristiwa genosida (penghapusan suku dengan metode  pembantaian secara sistematis) ini di latar belakangi oleh eksistensi orang-orang tionghoa yang terkenal rajin dan penuh dedikasi dalam perekonomian membuat kecemasan tersendiri oleh para petingi VOC yang ada di batavia (jakarta), hal ini berbenturan dengan kondisi perekonomian dunia yang sedang melesu membuat menurunya harga gula (hindia belanda adalah salah satu eksportir terbesar dalam memproduksi gula) , krisis ini terjadi pada awal abad k-18, lalu kondisi ini melahirkan situasi ekonomi yang semakin sulit, di mana lahirnya tingkat penganguran yang semakin tinggi, sementara di sisi lain eksistensi orang-orang tionghoa semakin padat di batavia (jakarta) dan berada dalam kesetabilan.

                  Di dalam era ORDE LAMA sebelum tahun 1950 presiden republik indonesia IR;SOEKARNO pernah membuat suatu kebijakan yang sangat diskriminatif terhadap golongan etnik tionghoa, melalui ''ius soli/ sistem pasif'', kebijakan ini di buat oleh sistem penataan kependudukan asli pribumi dan non pribumi, sistem ini membuat orang tionghoa keturunan indonesia harus kehilangan kewarganegaraanya jika tidak bisa memberikan bukti bahwa orang tua mereka telah tinggal di indonesia selama lebih dari 10.th, dan secara resmi menolak semua yang berbau hal tentang negara china, kemudian pada tahun 1959, IR;SOEKARNO membuat keputusan yang di keluarkan dalam bentuk PP (peraturan pemerintah) NO.10 tahun 1959 yang berisi larangan terhadap etnik tionghoa untuk melakukan perdagangan di wilayah pedesaan, hal ini di lakukan karena IR;SOEKARNO melihat situasi rakyat pribumi yang semakin tersisih dalam bidang ekonomi oleh kekuatan orang-orang tionghoa, dan kebijakan ini di buat agar para pedagang dan petani di desa dapat berkembang tanpa ada cukong yang dapat mengintervensi hasil mereka.

Runtuhnya era ORDE BARU yang di pimpin oleh IR;SOEKARNO yang di gantikan rezim ORDE BARU pimpinan SOEHARTO tidak menjadikan permasalahan terhadap etnik tionghoa itu selesai, bahkan di era ORDE BARU  di bawah kekuasaan SOEHARTO wajah diskriminisasi berbentuk rasialisme itu semakin menampakan keaslianya, di mulai dengan pelarangan semua hal berbau tentang cina, nama china, bahasa china,kegiatan keagamaan orang tionghoa itu dilarang, sedangkan perayaan imlek (tahun baru china) yang berakhir dengan tradisi CAP GO MEh itu di larang di lakukan di tempat-tempat umum, intruksi ini tertuang dalam intruksi presiden (INPRES) NO 14 tahun 1967, dalam hal ini pemerintahan di bawah naungan kekuasaan SOEHARTO masih mencurigai bahwa orang-orang tionghoa masih memiliki keterikatan terhadap tanah leluhur mereka, SOEHARTO pun meragukan rasa nasionalisme orang-orang tionghoa terhadap negara indonesia, oleh karena itu SOEHARTO mendirikan ''badan kordinasi masalah cina (BKMC)'', yang menjadi bagian dari ''badan kordinasi intelijen (BAKIN).

Puncak dari seluruh rangkaian pelangaran kemanusian terhadap etnik tionghoa terjadi pada ''kerusuhan mei 1998'', peristiwa ini di awali oleh penembakan mahasiswa trisakti yang mengakibatkan empat mahasiswa tewas serta puluhan lainya mengalami luka-luka, peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 mei 1998, awal mula dari peristiwa ini adalah serangkaian demo mahasiswa di jakarta atas terjadinya krisis finansial asia, hal ini membuat perekonomian indonesia secara berkala mengalami keadaan  terjun bebas, sehingga indonesia berada dalam krisis moneter yang mengakibatkan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, banyaknya perusahaan harus gulung tikar, tinginya angka pengangguran, keadaan ini membuat rakyat sangat menderita, sehingga membuat para mahasiswa mengemban tangung jawab sebagai garda terdepan untuk membuat perubahan dengan tujuan menjatuhkan pemerintahan ''rezim soeharto'', di mulailah aksi-aksi demontrasi para mahasiswa di seluruh kota-kota besar di indonesia, seperti di surabaya, bandung, medan dan jakarta, namun demontrasi yang terjadi tidak membuat pemerintah bersikap lentur mendengar aspirasi harapan dari seluruh mahasiswa sebagai perwakilan harapan rakyat.

Justru sikap represi di tunjukan kepada pemerintahan ''soeharto'' terhadap mahasiswa-mahasiswa yang menentang dirinya, sebelum terjadinya peristiwa ''kerusuhan mei 1998'', telah terjadi penculikan-penculikan mahasiswa maupun para aktivis dengan amat sangat sistematis, puncak dari represi sikap pemerintah adalah penembakan empat mahasiswa trisakti oleh aparat militer, bagaikan sebuah percikan api hal ini di sambut dengan kemarahan publik atas tindakan semena-mena aparat militer, terjadilah huru hara kerusuhan dengan suasana yang sangat mencekam, kerusuhan terpusat antara jakarta, surakarta dan medan, terutama dijakarta, ratusan ribu masa bergerak menguasai jalan-jalan protokol di ibu kota (jakarta) melakukan pembakaran-pembakaran kendaraan, pengerusakan gedung-gedung pemerintahan, maupun swasta, dan tidak luput dari sasaran masa adalah keberadaan etnik tionghoa, penjarahan terhadap toko-toko milik etnik tionghoa, kekerasan hingga pelecehan seksual (pemerkosaan) di lakukan oleh massa yang bertindak sangat buas.

''Kerusuhan mei 1998'' adalah puncak dari pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnik minoritas (tionghoa) di negara ini, etnik tionghoa adalah korban dari krisis, keberutalan masa, dan setiap tindakan keji, mereka adalah tumbal atas nama reformasi (perubahan) dengan cara yang tidak sangat manusiawi, pembakaran, penjarahan toko milik etnik tionghoa, maupun setiap kekerasan seksual terhadap wanita tionghoa, banyak dari mereka di perlakukan sangat keji, di perkosa secara beramai-ramai, pengeruskan alat vital, lalu di bunuh dengan cara di bakar, kerusuhan ''mei 1998'' adalah lembar hitam dari sejarah berdirinya negara ini, terstrukturnya masa yang bergerak, maupun etnik tionghoa yang harus di korbankan,  adalah indikasi tindakan sistematis dan bukan secara seporadis, 

                         

refrensi;     

  1. id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia
  2. http://www.tionghoa.info       
  3. http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/10/9-oktober-1740-pembantaian-warga-cina-di-batavia
  4. kumparan.com/potongan-nostalgia/diskriminasi-etnis-tionghoa-dari-orde-lama-sampai-orde-baru

             

              

                      

              

                  

               

                     

                

                     

              

                   

          

                

             

               

     

         

                 

                

           

               

                

                

           

 

                                             

                  

                   

                    

                

            

              

                

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun