Mohon tunggu...
Ahmad Jalil Afandi
Ahmad Jalil Afandi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru

Ketika tulisan mengubah pola pikir seseorang, maka disitulah penulis berhasil.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiada Akhir (Part 1)

16 Agustus 2021   16:21 Diperbarui: 16 Agustus 2021   16:23 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"kring kring kring". telepon di rumah Santi berdering.

"Iya, assalamualaikum, dengan Santi katering di sini. Ada yang bisa saya bantu?" ucap Santi.

"Waalaikumsalam. Saya ingin memesan 50 porsi untuk besok. Bisa ya?" jawab si penelpon.

"Bisa mbak, yang paket apa ya? Saya ada 2 paket yaitu itu paket 1 berisi nasi putih, telur masak bali, mie goreng, sambal goreng kentang, dan kerupuk udang, harganya Rp 15.000. Untuk paket 2 berisi nasi putih, ayam bakar madu , mie goreng, sambal goreng kentang, dan kerupuk udang, harganya Rp25.000." Santi menjelaskan sambal memegang buku dan bolpoin.

"Oke Mbak Santi. Saya memilih paket 2 saja. Besok diantar ke rumah saya, ya. Seperti biasanya." pinta si penelpon.

"Siap mbak." Jawab Santi.

Telepon pun di oleh Santi. Kemudian dia bergegas untuk mencatat apa saja yang dibutuhkan untuk kebutuhan memasak besok.

Itulah kesibukan sehari-hari seorang Santi, perempuan mandiri, belum menikah, dan masih berumur sangat muda. Dia menjalankan bisnis kateringnya setahun terakhir ini dan hampir tiap minggunya dia menerima pesanan nasi kotak yang jumlahnya lumayan banyak, menurut dia.

"Kukuruyuk" suara ayam jago tetangga Santi membangunkannya di pagi hari.

Kemudian dia bergegas mengambil air wudhu dan shalat subuh. Kemudian dia mengambil keranjang yang ada di pojok dapur. Lalu dia keluarkan sepeda motor berwarna merah miliknya dan bergegas pergi ke pasar yang jaraknya kurang lebih 5 km dari rumahnya.  Sesampainya di pasar dia pun memilih memilih bahan yang akan di masaknya untuk nasi kotak. Dia memilih kentang yang masih segar, ayam yang baru dipotong, dan berbagai bumbu lainnya.

"Sepertinya semua bahan sudah saya beli" kata Santi sambil bergegas pulang untuk segera mengolah bahan-bahan tersebut.

Sesampainya di rumah, Santi segera menuju ke dapur kesayangannya. Kemudian dia menyiapkan bawang merah, bawang putih, serai, daun salam, dan kunyit untuk bumbu ayam bakarnya. Setelah bumbu siap, seperti kebiasaannya sebelum memanggang ayam, Santi merebus ayam terlebih dahulu dengan bumbu yang sudah di siapkan, dia ingin memastikan tidak ada darah pada daging ayam olahan tersebut Ketika dikonsumsi oleh pelanggannya.

Sambil merebus ayam yang akan dibakar, Santi menyiapkan beras yang akan digunakan untuk nasi putihnya. Dia pun mencuci bersih beras tersebut dan memasukkannya ke dalam panci. Kemudian dia merebus nasi tersebut sambil sesekali diaduk agar tidak gosong sampai beras tersebut setengah matang. Setelah itu dia memasukkan nasi setengah matang tersebut ke dalam panci pengukus yang biasanya dia gunakan untuk menanak nasi.

Setelah Santi memasukkan nasi ke dalam panci kukusan, ternyata ayamnya sudah matang dan siap untuk dibakar. Setiap kali membakar ayam, Santi harus menggunakan arang sebagai bara api. Tangannya yang halus mengambil arang yang telah disiapkannya tadi malam di samping kompor. Seperti dukun yang meniupkan mantra, Santi pun meniup arang yang sudah menyala agar semakin membara. 

Ayam yang direbusnya pun ditata dengan rapi di panggangan dan Santi meletakkannya di atas bara arang yang dia tiup dari tadi. Asap langsung menyeruak keatas sesaat ayam diletakkan di atas arang yang membara. Wangi ayam bakar pun memenuhi seisi dapur Santi, seakan menghipnotis dan memanjakan hidung para penikmatnya.

Setelah ayam bakar siap, Santi bergegas menyiapkan mie kering dan kentang yang sudah dia beli dari pasar tadi. Dikarenakan bumbu mie goreng dan sambal goreng kentang Itu sama, maka Santi membuat kedua hidangan tersebut dalam wajan besar.

Tangannya yang mulai berbau bumbu dapur langsung mengupas bawang merah dan bawang putih dan menyiapkan cabe rawit yang banyak. Karena dia tidak menyiapkan sambal di nasi kotaknya, maka dia pasti membuat mie goreng dan sambal goreng itu terasa pedas. Setelah menghaluskan bumbu di cobek, Santi pun menumis bumbu tersebut dengan sedikit minyak panas. 

Setelah bumbu matang, dia tidak lupa memasukkan kecap manis andalannya. Kemudian dia memasukkan mie kering yang sudah di rebus dan kentang yang sudah dia potong kotak-kotak ke dalam wajan super besar. Dengan tangan besinya, dia pun mengaduknya hingga rata dan memastikan benar-benar tercampur dan tidak ada bumbu yang menggumpal.

Jarum panjang yang ada ada di jam dinding rumah Santi menunjukkan angka 12 sedangkan jarum pendek menunjukkan angka 6. Sehingga masih ada waktu satu jam lagi untuk memasukkan apa-apa yang dia masak ke dalam kotak. Jari-jemari ajaibnya pun mencetak nasi dan memasukkannya ke dalam kotak nasi yang terbuat dari kertas tahan air dan minyak. Kemudian dia masukkan ayam bakar, mie goreng dan sambal goreng kentang ke kotak nasi yang berwarna putih tersebut.

"Alhamdulillah pesanan nasi kotaknya Bu Lina sudah kelar." kata Santi sambil menyeka keringat di keningnya.

"Sepertinya saya akan mandi terlebih dahulu, deh. Setelah itu saya antarkan segera pesanan Bu Lina segera. Supaya tetap hangat Ketika dimakan nanti." gerutu Santi sambil mengambil handuk di pintu kamar mandi.

Selesai mandi dan berdandan, Santi pun bergegas menuju ke rumahnya Bu Lina sambil membawa nasi kotak yang sudah dibuatnya sejak subuh tadi. Sesampainya di depan rumah Bu Lina, Santi pun mengucapkan salam.

"Assalamualaikum." ucap Santi.

"Waalaikumsalam." saut seseorang dari dalam rumah.

Kemudian seorang lelaki yang usianya sama dengan Santi pun keluar dari rumah bu Lina. Laki-laki tersebut melempar senyum manis ke Santi.

Santi pun membalas senyuman tersebut sambil tersipu malu dan agak merunduk.

"Saya Agus, anaknya Bu Lina. Kamu pasti Santi, kan?." ucap lelaki tersebut sambil terus tersenyum merekah kearah Santi.

"Iya. Saya Santi. Ini saya mau mengantarkan nasi kotak pesanannya Bu Lina." jawab Santi sambil memberikan nasi kotak tersebut ke Agus.

"Oh ya. terima kasih ya Mbak Santi, nanti akan saya berikan ke ibu saya. Bolehkah saya meminta nomor mbak Santi? Pinta Agus. "Nanti kalau sudah diterima Ibu saya, Mbak Santi saya kabari." Jelas Agus sambil mengeluarkan smartphone miliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun