Drama cinta membelah kita, drama uang menyatukan kita. Dasar, kamu!
Tapi pada tau ga, sih, drakor awalnya dibuat sebagai alat propaganda pemerintah. Kira-kira kalo di Indonesia tuh, ibarat TVRI di zaman orde baru gitu.
Hari demi hari, tahun demi tahun, drakor berubah dari alat pemerintah menjadi.. Alat pemerintah juga!
Bedanya, kalo dulu pemerintah campur tangan secara langsung dalam produksinya guna memberikan edukasi dan "beberapa hal" lainnya kepada masyarakat. Namun sekarang, invasi budaya, bro!
Kalian sadar, nggak? Kebudayaan Korea Selatan udah menginvasi kalian melalui drakor. Bayangin kalo 1% aja penonton The Penthouse impor barang ori Korsel atau liburan ke Korsel, berapa banyak cuan yang pemerintah Korsel dapat?
Selain cuan, pasti ada kebanggaan tersendiri di tiap warganya. Kalian juga pasti seneng kalo ngeliat warteg di Los Angeles, misalkan, atau bangga ngeliat rumah makan padang di Tokyo, kan?
Apalagi warga Korsel yang datang ke Kebayoran Baru, tengok kiri-kanan, pasti dalem hati, "Woww, berasa di rumah nenek".
Selain dunia perfilman, aliran musik Korsel alias KPOP juga semakin menginvasi dunia, gengs. Bahkan, dipastikan setiap harinya kata kunci mengandung KPOP selalu hadir di Trending Twitter Indonesia.
Sayangnya kebutuhan masyarakat akan film dan serial yang oke masih belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri, gengs. Padahal, lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia itu anak muda, yang bisa dipastikan anti sinetron alay serta ga masuk akal (senggol, dong!).
Tapi, mau gimana yaa, kayanya sebagian besar penikmat film juga menikmatinya dengan cara haram. Hei!
Lihat aja, deh. Tunggu Drakor Jisoo-nya Blackpink, Snowdrop, dirilis, dan cek berapa banyak channel Telegram yang nyediain serialnya secara ilegal.