Setelah apa yang terjadi pada beberapa staf khusus tersebut, sepertinya persepsi positif sebagian masyarakat atas staf khusus milenial telah luntur. Sebut saja isu Program Kartu Prakerja yang bermitra dengan perusahaan yang didirikan salah satu mantan staf khusus milenial, Adamas Belva.
Sebagian masyarakat menilai terpilihnya RuangGuru sebagai mitra pelatihan Program Prakerja terkait dengan posisi Adamas Belva yang berada di sekitar presiden. Namun meski isu tersebut tak terbukti, publik patut mengapresiasi keputusan Adamas Belva yang meninggalkan jabatan staf khusus milenial. Meskipun begitu, keputusannya tersebut justru kembali menjadi kontroversi di masyarakat.
Tak berhenti di sana, kasus yang cukup memalukan adalah skandal surat yang tak sekali terjadi. Terkait potensi maladministrasi ini, Ombudsman mengingatkan bahwa staf khusus hanya bisa menerima dan berdialog, namun tak bisa menerbitkan surat perintah. Pun karena hal ini, Andi Taufan juga meninggalkan jabatannya.
Selain itu, salah satu staf khusus milenial pernah menuliskan kalimat di media sosialnya yang menyinggung salah satu kubu. Tentunya hal ini adalah hal memalukan yang dilakukan oleh pejabat karena memancing permusuhan dan perpecahan.
Berusaha melupakan apa yang telah terjadi, di tengah hiruk pageblug yang berakibat pada segala aspek ini, staf khusus milenial seharusnya menilai saat ini adalah momen yang tepat untuk menunjukkan taring. Indonesia yang lebih dari setengah jumlah penduduknya adalah kaum muda, seharusnya juga mengambil kebijakan yang ramah kaum muda.
Namun hingga hampir setahun pandemi ini terjadi, tak ada satu pun kinerja berarti yang dilakukan staf khusus milenial. Eksistensi mereka pada kaum muda lain pun masih mengalami absen.
Dari tujuh staf khusus milenial yang ditunjuk, empat diantaranya memiliki perusahaan sendiri. Maka wajar bila sebagian masyarakat menilai konflik kepentingan melekat pada diri mereka.
Memerhatikan dengan seksama, segala kontroversi wajar saja terjadi karena mereka yang masih kikuk dalam pemerintahan. Meskipun begitu, hal itu bukan menjadi pembenaran atas kekosongan kinerja dari tiap staf khusus tersebut.
Sebagian masyarakat menilai penunjukan staf khusus milenial tersebut hanyalah pemborosan birokrasi, sekadar pencitraan, hingga terkesan membuang-buang anggaran. Hal ini juga yang membuat tak sedikit masyarakat menuntut presiden membubarkan para pembantunya tersebut.
Mengutip dari Tirto.id, peneliti dari Indo Strategic Research and Consulting Arif Nurul Imam, mengatakan, "Kita tidak bisa berharap karena memang (staf khusus milenial) tak memiliki wewenang lebih. Meski pada awalnya Presiden Jokowi berharap ada terobosan, namun secara riil politik memang berat dan susah. Karena kalah kuat dengan oligarki yang mengitari Presiden."
Kita tunggu saja kehadiran dan gebrakan kelima putra-putri bangsa terbaik ini kedepannya, pun bila itu ada.