Mohon tunggu...
Ahmad Izzuddin
Ahmad Izzuddin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STITMA Blitar, Penikmat Kajian Filsafat, Pendidikan, dan Cinta

Hamba dhoif yang selalu berusaha mengenali diri sendiri dan menyelami hakikat hidup

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menciptakan Ketenangan dan Kebahagiaan dengan Stoicism

23 September 2023   19:25 Diperbarui: 23 September 2023   20:10 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang menerima takdir bukanlah sesuatu yang mudah. Mengingat ego di dalam diri kita ingin selalu mengubah sesuatu sesuai apa yang kita inginkan.  Yaitu ego yang kuat bahwa hal ini harus begini, hal itu harus begitu dan seterusnya. Jika hal tersebut tidak sesuai kenyataan. Akhirnya, kita hanya akan berandai-andai dan terjebak dalam fatamorgana.

Kita lahir dari orang tua yang seperti apa, cintai takdir itu. kita tumbuh dengan bentuk tubuh yang seperti apapun, cintai takdir itu. Kita bekerja ditempatkan dengan siapapun, cintai takdir itu. kita berada di lingkungan masyarakat yang seperti apa, cintai takdir itu. Bahkan saat belajar rajin tidak membuat kita cerdas, bekerja keras tidak membuat kita kaya, cintai takdir itu. mengingat hakikat hidup tidak terletak pada apa yang kita miliki, namun terletak pada bagaimana kita berjuang dan berusaha, saat kita terus berusaha dan tidak putus asa maka itu hakikat hidup, akhirnya nanti takdir apapun yang menghampiri "cintai takdir itu", maka hidup kita akan tetap tenang, damai, dan bahagia. Epictetus seseorang yang masuk dalam pembuangan dan menjadi budak hidup dalam penderitaan tak pernah menyesali takdir hidupnya, hingga akhirnya menginspirasi banyak orang, tokoh stoa ini berkata: "Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkanlah agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik-baik saja." Itulah cara sederhana untuk mencintai takdir.

4) Memento Mori

"Jika kita menyesali masa lalu dan menghawatirkan masa depan, maka kita tidak memiliki hari ini untuk dinikmati".

Memento Mori merupakan istilah latin kuno yang artinya "ingatlah akan kematianmu". Istilah ini bukan untuk menebar teror ketakutan, justru menginspirasi dan memotivasi agar setiap manusia menjalani kehidupan dengan lebih bermakna, bersungguh-sungguh, dan tidak menyia-nyiakan waktu. Dengan menggunakan memento mori, manusia diharapkan mampu menghargai waktu dengan sebaik-baiknya, waktu digunakan untuk mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya daripada hanya menggunakan waktu untuk mengeluh, meratap, dan menyesal.

Fakta bahwa kita semua akan mati adalah kebenaran mutlak, begitu juga fakta bahwa masa lalu yang penuh penyesalan tidak dapat diubah, masa depan pun bagian dari misteri seperti uangkapan Marcus Aurelius "masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, dan masa sekarang adalah hidupmu". Memento mori akan membawa kita kembali ke masa sekarang lebih tepatnya masa saat ini. Fakta menunjukkan bahwa kita hidup di masa kini, saat ini, bukan masa lalu ataupun masa depan. Dalam hal ini Filsuf Seneca mengatakan "Manusia kehilangan siang hari karena mengharapkan malam, dan kehilangan malam hari karena takut akan fajar." Sehingga tidak memiliki waktu saat ini untuk dinikmati.

Memento Mori adalah sebuah ekspresi yang menggambarkan agar kita selalu mengupayakan peningkatan kualitas diri saat ini, fokus terhadap apa yang penting dan bernilai di masa saat ini, melakukan yang terbaik saat ini, dan jangan lupa menikmati saat ini. Bukankah kebanyakan orang menyesali waktu yang lewat karena tidak bisa melakukan yang terbaik saat waktu lewat itu masih menjadi "saat ini?".

Jika bisa mengamalkan ajaran Stoicism, kita akan tumbuh tidak hanya tenang dan bahagia, tetapi juga menjadi pribadi yang sehat secara mental, pribadi yang produktif, serta berdiri tegak seperti batu karang. Sebagaimana disampaikan Marcus Aurelius "pribadi Stoicism seperti batu karang, yang tidak putus-putusnya dipukuli ombak. Tak saja ia berdiri tegak, bahkan ia menentramkan amarah ombak-ombak dan gelombang-gelombang itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun