Hukum di Indonesia tidak memandang suatu jabatan strategis tertentu untuk mendapatkan perlindungan. Jika memang yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaaran hukum, menjadi sebuah keniscayaan untuk diproses sampai tuntas.
Secara pribadi, penulis memandang hukum di Indonesia merupakan representasi dari ideologi Pancasila. Sebagaimana yang kita ketahui, Pancasila adalah ideologi yang menyatukan seluruh eksosistem di negeri ini.
Maka, hukum di Indonesia jangan dianggap sebagai suatu instrument untuk mempengaruhi orang lain. Sebagai contoh, Purnawirawan Kivlan Zein dalam kasus makarnya.
Kivlan meminta perlindungan hukum kepada beberapa tokoh nasional. Diantaranya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, hingga Menkopolhukam Wiranto.
Jika kita analisis secara sederhana, Kivlan dengan jabatan yang pernah diembannya sebagai Mayor Jenderal (Mayjend) Purnawirawan TNI. Harusnya telah memahami dan ikut mematuhi hukum, bukan justru meminta perlindungan hukum.
Kivlan yang diduga sebagai salah satu dalang dari kerusuhan aksi 22 Mei, hingga ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional, harus legowo atas perbuatan yang sudah dilakukannya itu.
Mengenai isu pembunuhan empat tokoh tersebut, bagi penulis tidak hanya meresahkan keempat tokoh itu dan keluarganya saja. Tapi ikut meresahkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang hidup di tengah kedamaian di negeri ini.
Olehnya itu. Kurang tepat jika Kivlan meminta perlindungan hukum kepada beberapa institusi pemerintah dan beberapa tokoh yang disebutkan di atas.
Kasus Kivlan ini akan menjadi contoh konkrit bagi setiap elemen masyarakat, termasuk para elit dan tokoh nasional. Siapapun. Untuk mematuhi hukum yang berlaku, serta tidak meminta perlindungan hukum atas nama apapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H