[caption caption="kupu-kupu yang ditangkap"][/caption]
Inilah hobi kedua anak saya yang berumur 6 dan 5 tahun, menangkap kupu-kupu. Anak saya yang berumur 6 tahun sangat menyukai binatang, hingga dia berani memegang berbagai binatang terutama serangga dan binatang-binatang yang bisa dipegang di halaman rumah. Salah satunya adalah kupu-kupu, termasuk juga capung dan belalang. Dia juga pernah menangkap kodok tetapi saya cegah karena kodok bagi saya binatang yang beracun. Konon kata orang, pipis kodok bisa membutakan mata! (mohon maaf saya masih terpaku pada hal itu, entah mitos atau bukan) Jadilah dia hanya menangkap kupu-kupu bersama adiknya.
Hobi ini menurut saya terbilang unik. Jarang sekali anak-anak jaman sekarang yang kerjaannya menangkap kupu-kupu. Kalaupun terdengar, hanya dalam cerita, apakah itu di buku cerita atau di film. Kenapa? Salah satu alasannya adalah jarang sekali di dapat padang rumput luas di sekitar rumah atau perumahan yang bisa dijadikan tempat bermain anak-anak di jaman ini, apalagi jika tinggal di kota besar atau di apartemen. Alhamdulillah di tempat saya masih ada halaman, tepat di depan rumah, sehingga menangkap kupu-kupu jadi mudah karena banyak rumput dan pohon, yang menarik bagi kupu-kupu yang beterbangan.
[caption caption="kupu-kupu dalam akuarium tanpa air, foto pribadi"]
Kupu-kupu yang sedang banyak ini juga ditandai dengan banyaknya ulat yang saya temukan di sekitar rumah, termasuk nemplok juga di kaca spion, entah bagaimana caranya bisa sampai ke sana. Iya akhir-akhir ini saya menemukan banyak ulat, dengan berbagai bentuk, tetapi pada umumnya berwarna hitam dan berbulu panjang tegak-tegak.
Jika ada ulat berarti ada kupu-kupu bukan? Karena mereka mahluk yang bermetamorfosis, atau punya daur hidup yang memungkinkan ulat menjadi kupu-kupu, Life Cycle of Butterfly, begitu kata orang Inggris. Iya dari kupu-kupu yang bertelur, kemudian telur menjadi ulat, ulat menjadi kepompong dan kemudian kepompong menjadi kupu-kupu yang indah. Kupu-kupupun menarik perhatian manusia, seperti anak saya ini yang akhirnya menangkap dan menaruhnya di akuarium tanpa air berserta belalang, capung dan serangga lainnya.
[caption caption="banyak ulat banyak kupu-kupu, foto pribadi"]
Kegiatan menangkap kupu-kupu biasanya mereka lakukan di hari Sabtu atau Minggu tatkala libur sekolah. Mulai dari pagi jam 8 sampai sore jam 3. Berbekal tutup saji kecil milik ibunya, anak-anak saya tidak lelah mengejar kupu-kupu. Mereka sudah mahir menangkapnya. Pelan-pelan dan dengan sabar diincar kupu-kupu yang sedang terbang dan hinggap di bunga, kemudian dengan sekali gerakan, hap ditangkap!
Biasanya setelah itu mereka berteriak, “Bapaaak, dapat lagi satuuu!”. Anak sayapun memasukan tangannya pada tutup saji, menggenggam kupu-kupu itu dan kemudian memasukannya dalam akuarium tanpa air. Di sana dia berikan rumput-rumputan dan juga daun-daunan agar mereka bisa makan. Tidak lupa sedikit air biar bisa minum, begitu katanya.
Sebenarnya saya sendiri bukan tipe orang yang suka menangkap dan mengurung binatang, termasuk kupu-kupu. Saya meyakini, itu salah, karena binatang-binatang itu hilang kebebasannya. Namun saya juga meyakini, jika kita memelihara binatang yang memang sudah terbentuk sebagai sebuah piaraan ya ga masalah, seperti jika kita beli kelinci atau marmut di pasar.
Kelinci yang dijual di sana saya yakin, sudah tidak bisa hidup di alam liar lagi, jadi memang harus dipelihara manusia, sehingga jika kita membeli dan memeliharanya, kita niatkan untuk menyelamatkan hidupnya. Bagi saya itu tidak mengapa. Namun jika kita beli burung untuk dipelihara di rumah di sasangkarnya, itu tidak boleh, kenapa? Karena burung memang harusnya hidup di alam luas tidak di sangkar.