[caption id="attachment_367619" align="aligncenter" width="448" caption="angkutan umum, jadi gambarnya sulitnya hidup, foto pribadi"][/caption]
Malam minggu kemarin, selepas ikut acara YOTNC 2015 sebagai perwakilan kompasiana.com (media partner) saya sedikit bernostalgia masa sekolah dulu dengan naik metro mini 69 jurusan BlokM-Ciledug ke rumah orang tua saya, setelah dari Kuningan City naik Kopaja 66 jurusan Manggarai-BlokM. Sampai di Blok M kira-kira jam 18.30, kemudian langsung lompat ke Metro Mini 69 yang sedang nangkring di pintu terminal Blok M. Alhamdulillah masih kosong, dapat tempat duduk di belakang.
Metro Mini 69 ini adalah bis yang saya tumpangi ketika sekolah dulu, dari SD sampai SMA. Kebetulan rumah orang tua di Petukangan Utara dan Sekolah di kawasan Blok M. Dulu naik metro mini jam 5 pagi sampai sekolah jam 6. Terus pulang kira-kira siang jam 14 sampai rumah jam 15. Jaman dulu, metro mini selalu padat penumpangnya, yang duduk dan yang berdiri padat. Kernetpun meliauk liuk tatkala menagih uang ongkos pada penumpang. Teriakan “Celedug, dug, dug, dug!”, “Kiri-kiri-kiri!”, “Tariiikk!” bersaingan dengan suara kendaraan bermotor yang lalu lalang.
Malam itu, saya mendapati metro mini tidak padat, padahal malam minggu. Tidak ada yang berdiri. Saya kaget juga dengan kondisi bis, ini sama aja sama jaman dulu saya sekolah, kursinya masih berwarna orange, berbahan fiber, dan kondisi bodi bis yang reot. Ko ga berubah jadi bagus ya? Setelah 10 menit menunggu, akhirnya bispun jalan, melewati Melaway terus nembus ke Mayestik. Setelah bis berjalan yang saya rasakan beda adalah ini ko ga ditagih-tagih ongkosnya, ternyata ga ada kernetnya! Ga ada teriakan khas “Ciledug!” dan suara kincring-kincring koin dari tangan kernet. Jadi supirnya sendiri, nyupir sekalian nerima uang. Mekanismenya adalah penumpang yang turun harus ke supir terlebih dahulu untuk menyerahkan ongkos, Rp. 4000 rupiah.
Nah selama perjalanan di metro mini ini saya mendapat hal yang berbeda dari jaman saya dulu kala sekolah, yaitu saat ini banyak yang “jualan” di Metro Mini! Jualan doa dan jualan lagu! pada utamanya terbagi dua, pengemis dan pengamen. Jaman dulu ada paling satu, tetapi malam itu, ada banyak. Berikut gambar dan ceritanya. (Gambarnya mohon maaf rada blur karena kamera saya KW banget!)
[caption id="attachment_367620" align="aligncenter" width="448" caption="nenek peminta, saya lingkari hitam, di mana anak cucunya? foto pribadi "]
Yang pertama muncul adalah seorang nenek-nenek. Saya pikir pada awalnya beliau adalah penumpang karena pas bis ngetem, dia duduk. Kemudian setelah bis jalan, dia berdiri, di depan, kemudian berbicara meminta sumbangan, sambil mengucapkan doa agar para penumpang selamat sampai tujuan. Setelah itu berjalan sambil menjulurkan tangan meminta uang. Dari kursi depan sebelah supir kemudian ke kursi tengah dan belakang. Ada yang memberikan uang ada yang tidak, ada yang recehan, ada juga yang kertas 2000an.
[caption id="attachment_367622" align="aligncenter" width="336" caption="pengamen pertama, foto pribadi"]
Yang kedua adalah pengamen. Pengamen yang pertama naik terdiri dari dua personel, menggunakan alat music ukulele dan gendang. Bermainlah lagu pop yang didangdutkan. Kalo ga salah lagu Band Peterpan, cuma judulnya saya lupa. Pada awalnya saya kira mereka bermain dua lagu tetapi ternyata cuma satu lagu. Kecewa si, tapi ya sudah ga papa. Saya nyumbang uang dan penumpang lain juga banyak yang nyumbang.
[caption id="attachment_367623" align="aligncenter" width="448" caption="pengamen kedua, foto pribadi"]
Yang ketiga juga pengamen. Setelah yang pertama turun naik yang kedua. Dua personel, yang digunakan alatnya kali ini gendang dan gitar. Lagu yang dimainkan adalah lagunya haji roma irama, Darah Muda. Nah kali ini mereka memainkan dua lagu, yang kedua sepetahuannya juga lagunya bang oma irama, tetapi saya ga tau judulnya. Karena bermain bagus, saya nyumbang uang kertas, peunmpang lainpun menurut saya menikmatinya dan memberikan sumbangnya berupa uang. (Iyalah masa beras)
[caption id="attachment_367625" align="aligncenter" width="448" caption="pengemis, wanita berbaju hitam, foto pribadi"]
Yang ketiga, naik seorang wanita berbaju hitam. Saya pikir ini penumpang, tetapi ternyata bukan. Suaranya agak cadel. Dia berdiri di dekat pintu masuk dan kemudian berbicara kepada penumpang menyampaikan doa dan dilanjutkan berkeliling meminta sumbangan. Tangannya dijulurkan kepada tiap penumpang. Saya tidak memberi uang kepadanya. tetapi banyak juga yang memberi.
[caption id="attachment_367626" align="aligncenter" width="448" caption="pengemis pengamen, foto pribadi"]
Yang keempat adalah seorang laki-laki umur 30an tahun, berpakaian kaos warna coklat muda. Dia membawa kipas sate, tongkat bamboo, dan sebuah botol plastik. Saya menunggu apa yang akan dilakukannya. Diangkatlah botol plastic di satu tangannya dan tangan lain memegang tongkat bamboo, sedangkan kipas satenya dikempit di lengan dan ketiaknya. Dipukul-pukulnyalah botol plastik dengan bamboo dibarengi dengan bernyanyi. Suaranya pelan banget, saya ga tau dia nyanyi apa, kalah kenceng sama suara bis. Setelah selesai, diapun berkeliling meminta uang.
[caption id="attachment_367627" align="aligncenter" width="448" caption="Pengamen ketiga, foto pribadi"]
Yang Kelima naik adalah seorang pengamen menggunakan ukulele. Dia bernyanyi lagunya Iwan Fals, yang isinya tentang si Budi Kecil. Tepat di tengah bis. Bernyanyi lantang sampai selesai. Setelah itu berkeliling meminta sumbangan uang.
[caption id="attachment_367628" align="aligncenter" width="448" caption="pengamen kecil, foto pribadi"]
Yang keenam, agak berbeda, pas saya mau turun di Petukangan. ternyata ada seorang anak kecil umur 10tahunan, naik dan bernyanyi di pintu bis. Haduh saya agak sedih melihatnya. Ini anak masih kecil jam segini masih berkeliaran. Saya sempatkan memfoto sambil berjalan me arah pintu. “Kiri Bang!” saya pun bayar dan turun tepat di sebuah apotek di Petukangan Selatan. “Maaf ya nak, saya ga sempetkan memberi kamu uang, saya doakan kamu dapat sekolah dengan baik” batin saya.
Dalam perjalanan menuju rumah, saya merenung. Hidup makin sulit! Jaman dulu, paling cuma satu yang “jualan” di moetro mini, sekarang sampai enam. Total dengan yang berpasangan ada 8 orag! Padahal saya baru setengah trayek sebenarnya, bis masih melaju ke arah Ciledug, Tangerang, kira-kira masih setengah perjalanan. Terbayang sampai di Ciledug mungkin bisa sepuluh yang naik “berjualan”. Dengan bertambahnya orang yang berjualan di bis, itu berarti semakin banyak orang yang tidak punya kerjaan tetap. Semakin banyak orang yang hidupnya di jalan-jalan mengamen atau meminta-minta. Ada yang muda dan juga ada yang tua, dari anak kecil yang mengamen sampai nenek-nenek yang meminta-minta. Entah dimana keluarganya, anaknya, bapak ibunya, kakak adiknya, ko ga pada nolongin? mungkin semua sama atau mungkin semua ga peduli. Renungan saya hentikan tatkala saya sampai depan rumah orang tua saya. Saya pikir solusi untuk masalah ini adalah kita urus masing-masing keluarga kita dengan baik, anak-anak kita, orang tua kita. Kalau bukan kita siapa lagi? Cuma itu yang bisa dilakukan. Bergantung pada penguasa negeri ini? kayanya ga bisa lagi…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H