Mohon tunggu...
Ahmad Ikmal Muzaki
Ahmad Ikmal Muzaki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan Jaya

Suka menggambar dan Berhitung

Selanjutnya

Tutup

Nature

Inilah 3 Langkah Strategis untuk Menanggulangi Loss Habitat Pasca Pembangunan YIA (Yogyakarta International Airport)

29 September 2024   20:59 Diperbarui: 29 September 2024   21:02 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (New Yogyakarta International Airport - YIA) merupakan proyek infrastruktur yang dimulai pada tahun 2017 dan direncanakan untuk selesai pada tahun 2020. Terletak di Kulon Progo, Yogyakarta, bandara ini dirancang untuk menggantikan Bandara Adisutjipto yang sudah tidak dapat lagi menampung jumlah penumpang yang terus meningkat. Dengan luas area mencapai 647 hektar, YIA diharapkan dapat meningkatkan kapasitas penerbangan hingga 14 juta penumpang per tahun dan 100.000 ton kargo, menjadikannya salah satu bandara terbesar di Indonesia. Namun, meskipun proyek ini menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan peningkatan aksesibilitas, pembangunan tersebut juga memiliki dampak serius terhadap lingkungan dan keberlanjutan ekosistem setempat. 

Proyek YIA direncanakan untuk menjadi pusat transportasi udara yang modern, dengan fasilitas lengkap untuk mendukung pariwisata dan bisnis di Yogyakarta dan sekitarnya. Bandara ini terletak sekitar 45 kilometer barat daya dari pusat Kota Yogyakarta, menggantikan area pesisir yang meliputi lahan pertanian dan kawasan mangrove yang merupakan habitat penting bagi berbagai spesies. Pembangunan ini juga mencakup pembangunan jalan akses dan fasilitas penunjang lainnya yang akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal.

Dalam setiap proyek pembangunan infrastruktur, ntah itu jembatan yang menghubungkan antar tepi sungai, gedung pencakar langit, atau bandara kelas internasionalpun pasti memiliki satu hal yang tidak dapat diabaikan, yaitu dampak lingkungan yang ditimbulkan ketika proses maupun pasca pembangunan. Proses pembangunan yang dirancang untuk memfasilitasi kemajuan ini, sayangnya, sering kali mengorbankan keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, menimbulkan konsekuensi yang perlu segera kita hadapi.

Dalam pembangunan bandara ini mengakibatkan penggantian area pesisir yang kaya, termasuk lahan pertanian dan hutan mangrove, yang merupakan habitat penting bagi berbagai spesies burung dan kehidupan laut. Hilangnya ekosistem mangrove di kawasan ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak pada keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.

Sebuah laporan dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Yogyakarta menyebutkan bahwa pembangunan bandara telah menyebabkan hilangnya ekosistem mangrove di kawasan pesisir Kulon Progo, sementara perlu kita ketahui bahwa keberadaan mangrove sangat penting untuk habitat burung air, ikan, dan spesies laut lainnya. Selain itu, penelitian oleh Faisal dan Kuncoro (2019) dalam Journal of Environmental Science menegaskan bahwa proyek ini telah mengubah struktur ekosistem pesisir dan mengganggu habitat alami flora dan fauna, selain itu proyek ini juga mengurangi wilayah konservasi yang sudah ada.

Untuk itu diperlukan solusi yang tepat dan akurat dalam menanggulangi permasalahan yang dapat ditimbulkan dari pembangunan tersebut, solusi tersebut kami rangkum menjadi:

3 Langkah Strategis Untuk Menanggulanginya 

Langkah-langkah tersebut yaitu: 

Sumber: https://id.pinterest.com/pin/337207090823449144/
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/337207090823449144/

1. Rehabilitasi Ekosistem Mangrove

Mengembalikan hutan mangrove yang hilang dapat memulihkan fungsi ekologisnya dan menyediakan kembali habitat bagi spesies yang terdampak. Sesuai yang ditulis Ellison (2000) dalam Biological Conservation yang berjudul "How to Restore Mangrove Ecosystems" menunjukkan bahwa rehabilitasi mangrove dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan memperbaiki struktur ekosistem pesisir.

Rehabilitasi ekosistem mangrove merupakan langkah krusial dalam pemulihan lingkungan. Hutan mangrove memiliki peran vital dalam melindungi pesisir, mengurangi erosi, dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies, termasuk burung, ikan, dan invertebrata. Ketika hutan mangrove hilang, spesies yang bergantung pada ekosistem tersebut kehilangan rumahnya, yang dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dan gangguan pada rantai makanan. Adapun tata cara dalam merehabilitasi mangrove antara lain:

  • Melakukan survei untuk mengidentifikasi area mangrove yang rusak dan potensi lokasi rehabilitasi.
  • Mengajak masyarakat dan relawan untuk melakukan penanaman bibit mangrove di area yang telah ditentukan.
  • Melakukan pemeliharaan secara berkala untuk memastikan bibit tumbuh dengan baik, termasuk pengawasan terhadap pencemaran dan gangguan.
  • Menyelenggarakan program edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap upaya rehabilitasi.

Program rehabilitasi mangrove yang sukses dapat dilihat di pesisir Indonesia, di mana komunitas lokal dilibatkan dalam penanaman pohon mangrove. Misalnya, di Kabupaten Sidoarjo, program pemulihan mangrove yang dilakukan oleh LSM lokal dan masyarakat setempat berhasil meningkatkan luas hutan mangrove dan memberikan manfaat ekologis serta ekonomi bagi komunitas. 

Sumber: https://id.pinterest.com/pin/820007044647227893/
Sumber: https://id.pinterest.com/pin/820007044647227893/

2. Menerapkan Wildlife Corridor

Apa Itu Wildlife Corridor? Wildlife corridor adalah jalur atau area yang menghubungkan habitat-habitat yang terpisah, sering kali akibat pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, atau pemukiman. Area ini dirancang untuk memungkinkan satwa liar bermigrasi, mencari makanan, dan berkembang biak dengan lebih mudah. Dengan menghubungkan habitat yang terputus, wildlife corridors berfungsi sebagai "jembatan" yang menjaga keanekaragaman hayati dan kesehatan ekosistem.

Hilty et al. (2006) dalam buku Corridor Ecology menekankan bahwa akses yang terputus ke habitat utama dapat mengarah pada kepunahan lokal. Dengan menyediakan jalur yang aman, wildlife corridors memungkinkan individu-individu dari populasi yang berbeda untuk bertemu, berinteraksi, dan kawin. Ini meningkatkan keragaman genetik, yang sangat penting untuk ketahanan spesies terhadap penyakit dan perubahan lingkungan. Melakukan penerapan willife corridor dilakukan dengan cara:

  • Melakukan analisis geografis untuk menentukan lokasi yang ideal untuk wildlife corridor yang menghubungkan habitat yang terputus.
  • Memplanning desain koridor yang mempertimbangkan kebutuhan spesies tertentu, termasuk lebar dan vegetasi yang dibutuhkan.
  • Membangun infrastruktur jembatan, terowongan dan lain-lain, yang diperlukan untuk memastikan keamanan satwa saat melintasi area terputus.
  • Meneliti dan memantau penggunaan koridor oleh satwa dan adaptasi mereka terhadap perubahan habitat.

Di Indonesia, contoh wildlife corridor dapat dilihat di Taman Nasional Bukit Barisan. Program ini menghubungkan habitat hutan yang terfragmentasi dengan membangun jalur hijau yang memungkinkan satwa seperti harimau Sumatra untuk bergerak antara wilayah berburu. Kerjasama dengan komunitas lokal dalam perlindungan koridor juga terbukti efektif dalam menjaga keberlangsungan satwa liar. 

Sumber: https://www.cm-today.com/news/community-management/sustainable-communities-building-for-the-future
Sumber: https://www.cm-today.com/news/community-management/sustainable-communities-building-for-the-future

3. Menerapkan Pembangunan yang Berbasis Prinsip Berkelanjutan

Pembangunan berbasis prinsip berkelanjutan berfokus pada integrasi antara kebutuhan pembangunan infrastruktur dan pelestarian lingkungan. Ini melibatkan perencanaan, desain, dan pelaksanaan proyek yang mempertimbangkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi. Dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, proyek infrastruktur seperti pembangunan bandara dapat meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem dan memastikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.

Thacker et al. (2019) dalam Nature Sustainability menekankan bahwa infrastruktur yang berkelanjutan dapat mengurangi tekanan terhadap ekosistem alami dengan cara mengadopsi praktik ramah lingkungan, menggunakan sumber daya secara efisien, dan mempertimbangkan aspek sosial dalam setiap fase proyek. 

Banyak cara dalam menerapkan pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable yaitu:

  • Melakukan analisis dampak lingkungan (AMDAL) untuk mengidentifikasi potensi dampak proyek terhadap habitat dan spesies yang ada.
  • Membawa, membangun, dan menyatukan elemen desain hijau seperti penggunaan material daur ulang, pengelolaan air hujan, dan efisiensi energi dalam rencana pembangunan.
  • Melibatkan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dalam perencanaan proyek untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan mereka diperhitungkan.
  • Menggunakan teknologi yang mengurangi dampak lingkungan, seperti energi terbarukan dan sistem pengelolaan limbah yang efisien.

Adapun proyek yang telah mengadopsi pendekatan pembangunan berkelanjutan yaitu proyek pembangunan jalan tol di Balikpapan-Samarinda telah, proyek tersebut melakukan pendekatan dengan melibatkan konsultasi publik dan studi dampak lingkungan yang mendalam. Hasilnya, proyek ini berhasil melindungi habitat hutan hujan yang terfragmentasi, berkat kolaborasi antara pemerintah, LSM, dan masyarakat adat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.


Adapun selain dari 3 langkah di atas, sinergi, keterlibatan langsung, dan kerjasama antara pihak terkait seperti Ahli Ekologi, Ahli Infrastruktur, Masyarakat dan Ahli Hukum Lingkungan juga diperlukan agar mencapai pembangunan yang bukan hanya infrastruktur sarana transportasi internasional dan rekreasi, namun juga menjadi tempat lingkungan hidup bagi fauna dan satwa yang berada di sekitar infrastruktur, sehingga pembangunan bersifat sustainable dan dapat memberikan dampak positif yang lebih besar kepada lingkungan, karena jika dilihat pada pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang mana proyek tersebut berhasil mengintegrasikan konsultasi publik dan studi dampak lingkungan yang mendalam. Bahkan menurut laporan dalam Environmental Science and Policy menunjukkan bahwa keterlibatan berbagai pihak, termasuk ahli lingkungan dan masyarakat adat, membantu menjaga habitat hutan hujan yang terfragmentasi.

Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) adalah sebuah langkah maju yang penting untuk meningkatkan aksesibilitas dan pertumbuhan ekonomi di wilayah Yogyakarta. Namun, dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak bisa diabaikan, mengingat kehilangan habitat dan ekosistem yang kaya sangat berdampak pada keanekaragaman hayati dan keseimbangan lingkungan. Dalam menghadapi tantangan ini, implementasi tiga langkah strategis—rehabilitasi ekosistem mangrove, penerapan wildlife corridor, dan pembangunan berbasis prinsip berkelanjutan—adalah sangat krusial.

Diharapkan, dengan melibatkan masyarakat lokal, ahli ekologi, dan pemangku kepentingan lainnya, proyek ini dapat berjalan dengan pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Dengan upaya rehabilitasi mangrove dan pengembangan koridor satwa, kita tidak hanya akan menjaga keanekaragaman hayati, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun