Oleh: Ahmadi Fathurrohman Dardiri*
Suatu kali seorang kawan lama berujar bahwa dirinya telah tidak melaksanakan ibadah shalat selama 4 bulan karena gagal menemukan Tuhan. Baginya, waktu 4 bulan tersebut tidak lebih penting dari usaha mulianya menemukan Tuhan. Usaha yang menurutnya telah mewujud dahaga-lapar spiritualnya selama hidup. Miris memang, tapi demikianlah realitanya.
Mengurai hal itu, saya paparkan kepadanya analogi sederhana; makan-minum. Minimal dua kali sehari, tubuh kita butuh asupan tenaga dari makanan-minuman yang kita konsumsi. Untuk mendapatkannya, diperlukan sumber daya (baca:uang) yang kita peroleh dari hasil bekerja. Sumber daya atau Uang ini saya analogikan dengan Tuhan karena beberapa kesamaannya; ia adalah tujuan bahkan alasan utama kita menjalani hidup. Adapun makan-minum sepadan dengan ibadah, yang berguna sebagai asupan energi bagi tubuh kita.
Karenanya, pencarian Tuhan tidak lantas melupakan pemenuhan dahaga-lapar jiwa kita yang salah satunya dipenuhi dengan ibadah shalat. Seperti halnya ketika kita menjalankan berbisnis, tidak baik jika kita jor-joran menghabiskan uang tunaikita tanpa menempuh opsi meminjam dana talangan, misalnya, dari bank.
So, opsi paling realistis adalah dengan menjalankan metode tempuhan 50:50 chance. Kita tetap makan-minum untuk mencari uang, seperti kita tetap beribadah untuk melakukan pencarian Tuhan kita, dan seperti juga kita menyisakan uang tunai untuk keperluan mendadak di bisnis kita. Selamat mencari Tuhan, kawan.
*Penulis adalah mahasiswa Agama dan Filsafat, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H