Mertua Vs Menantu
“loh mbak, sampean kok betah sih hidup sama mert?!” itu pertanyaan untuk yang berstatus mantu.
Atau dalam pertanyaan lain yang ditujukan kepada mertua; “budhe, panjenengan kok bisa sih rukun dengan mantu?!”
Dua pertanyaan diatas hanyalah contoh kecil dari sikap gumun (heran) yang muncul ketika ada mantu dan mertua rukun, harmonis dan tanpa ada konflik yang berarti.
Memang dalam masyarakat kita, menantu hidup serumah dengan mertua merupakan hal yang sangat diantipati alias jangan sampai terjadi. Pun sebaliknya, seorang mertua tidak akan mau kalau menantunya numpang hidup satu atap dengannya. Nah, keadaan tidak “campurannya” menantu dan mertua terjadi hampir disetiap keluarga. Bagaikan air dan minyak. Tentu dengan pelbagai alasan, baik dari pihah menantu maupun mertua.
Alasan sederhana yang muncul dari pihak mantu “biasanya” tidak akan jauh dari alasan rasa takut kepada mertua: takut gak bisa bantu kesibukan, takut salah bertindak dan yang terakhir adalah takut dimarah. Waduh.... emang sekejam itukah sosok mertua? Seseram harimaukah? Sampai-sampai setiap mantu harus menjadikan mertua sebagai bahan petakut. Takut yang muncul hasil dari bisik-bisik tetangga dengan menanamkan “imej” kalau mertua itu sangat menakutkan kan bertindak seenakknya terdadap mantu.
Wah wah wah... pemahaman yang benar-benar bisa merusak keharmonisan hubungan mantu dan mertua ni. hehe
Atau sebaliknya, Kalau bener terjadi ada seorang mertua yang jahat kepada mantunya, berbuat sewenang- wenang, tidak menghargai usaha mantu, ini bagian dari hal bodoh yang dilakukan mertua. Justu sebaliknya, mertua itu seharusnya banyak terima kasih kepada mantuya. Loh kok bisa??
Mari kita renungkan bersama. Karena mantulah anaknya bisa bahagia. Karena mantulah, dia punya “segudang” cucu. Dan karena mantu jugalah rumah jadi ramai dari yang sebelumnya sunyi.
Pertanyaannya sekarang adalah mungkinkah antara mantu dan mertua bisa tidak terjadi konflik?
Jawabannya tentu tidak ada.
Lha wong sama anak sendiri saja bisa berseteru, apalagi sama anak orang yang bersetatus mantu.
Lha wong sama orang tua kandung saja bisa terjadi perselisihan, apalagi sama orang lain yang berstatus mertua.
Jadi. . Tidak ada mantu dan mertua yang luput dari konflik. Hanya permasalahannya adalah bagaimana cara menyikap konflik tersebut.
Yang harusnya dilakukan adalah seorang mertua menganggap mantu seperti anak sendiri dan sebaliknya, seorang mantu yang bisa memposisikan mertua seperti orang tuanya sendiri.
So, kalau anda menanntu, maka jadilah matu yang bisa ngalah.
kalau anda mertua, maka janganlah jadi mertua yang mau menang sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H