Mohon tunggu...
Ahmad Hilmi
Ahmad Hilmi Mohon Tunggu... Guru - Dengan membaca kita mengenal dunia, dengan menulis kita akan dikenal dunia

Saya saat ini mengabdi di sebuah pensanten modern di bilangan Kalianda, Lampung Selatan. Bagi teman-teman yang mau sharing atau sekedar ngobrol-ngobrol, bisa hub no HP saya: 085226360160 atau e-mail: nadahilmi98@gmail.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Ucapan Syahadat Orang Lain karena politik

17 April 2014   16:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu, kita masih ingat peristiwa peperangan kaum Muslimin melawan sekelompok kaum dari kabilah Juhaynah. Di situ, Usamah bin Zaid, sahabat Rosulullah, membunuh seseorang yang telah bersyahadat dalam keadaan terjepit. Usamah bin Zaid menganggap syahadat yang diucapkan orang tersebut hanya pura-pura dan mencari aman. Karena memang, jika dilihat dari teori perang, dia (orang tersebut) sudah tidak mampu membuat perlawanan. Lantas dia bersyahadat. Sebagai manusia biasa yang tidak bisa mengintip hati orang lain, apa yang dilakukan Usamah bukan sesuatu yang salah.

Kabar terbunuhnya orang yang telah bersyahadat tersebut, sampai ketelinga Rasulullah. Sambutan beliau bukan dengan senyum kebanggaan. Bukan juga dengan ucapan, "wah, kamu hebat, Usamah, karena kamu telah membunuh orang yang telah ber-taqiyah dengan syahadat juga berpura-pura masuk Islam." Bukan itu sambutan Rasulullah. Justru Rasulullah marah besar atas tindakan yang dilakukan Usamah meskipun dia telah menjelaskan kronologinya.

*******

Kita sebagai manusia biasa, tentu akan membenarkan tindakan Usamah bin Zaid. Ya, karena memang secara perhitungan perang, syahadat yang diucapakan orang tersebut merupakan kepura-puraan dan mencari aman agar tak terbunuh. Tapi nyatanya, itu tindakan yang salah menurut Rasulullah. Karena yang dilihat adalah syahadatnya, bukan isi kebenaran syahadat itu. Masalah kepura-puraan, tidak sunggung-sunggung dan mencari aman, itu semua bukan hak kita untuk menilai. Hanya Allah lah Dzat yang berhak menilai kebenaran dan kesungguhan syahadat yang terucap. Nah, jika kita berani menilai syahadat itu, atau sekedar meragukan yang menghasilkan tindakan bodoh, berarti kita sudah menggoyang hak-Nya Allah.

**************
Mengkiyaskan peristiwa perang tersebut dengan peristiwa kekinian, perang politik, sepertinya ada kemiripan.Keduanya mengejar sebuah kekuasaan. Tapi sisi perbedaannya jauh lebih banyak. Dulu, perang Islam vs kafir, perbedaan motivasi dan penampakan yang sangat jelas pada keduanya. Sedangkan perang politik Nasional saat ini, masing-masing kubu parpol ada muslinya, walaupun berbeda parpol.

Tapi sayangnya, perbedaan parpol semacam itu tidak disikapai dengan bijak dan sportif oleh para kader dari masing-masing parpol. Bahkan, ketidaksportifan itu mulai menodai keimanan dan ke-islam lawan politiknya.

Isu terkini, si Joko yang akan maju sebagai capres yang diusung oleh partai non agama, mulai diragukan keimanannya dan keislamannya oleh para kader [yang katanya] parpol Islam. Mereka mempermasalahkan initial "H" di awal nama si Joko. Itu "H" kependekan dari haji atau Handoko. Tidak sampai disitu, isu bahwa si Joko seorang muallaf juga mulai diangkat. Si Joko yang katanya gak bisa wudhu pun dihembuskan. Sebenarnya, ini semua untuk apa? apa ini yang dimaksud dengan tabayyun? atau justru masuk katagori tajassus.

*****


Jika berpolitik adalah jalan dakwah, ok, kita umat Islam akan mendukung. Tapi, ya tetap berpolitik yang sportif dan beretika. Jangan sampailah perbedaan parpol lantas menghalalkan harga diri muslim yang lain dengan menjatuhkannya. Meragukan keIslaman seseorang mungkin bukan masalah, tapi yang menjadi masalah kemudian adalah munculnya tindakan dari keraguan itu. Memata-matai, mengorek aibnya di media, mengaitkannya dengan agenda kekafiran & pemurtadan, itu semua muncul akibat meragukan. Dan sayangnya, semua tindakan cerobok itu telah dianggap benar oleh pelakunya.

Sudahlah, tidak usah berurusan dengan hati orang lain, yang di situ ada keimanan dan keislaman. Telalu berani kalau kita masuk ranah hati. Kita tidak punya kemampuan kesana. Rasulullahpun, tidak berani bertindak gegabah dalam menyikapi Abdullag bin Ubay, dedengkot munafik kala itu, sebelum mendapat wahyu. Nah, apa kita sudah mendapat wahyu tentang itu?

Untuk apa sih kita susah payah menilai hati orang hanya karena dia berada di parpol non basis Islam. Bukankah kalian juga punya caleg dari non muslim di Bali.? kita sibuk dengan kualitas iman seorang muslim, sementara kalian merangkul non muslim yang jelas kekafirannya?

Tunjukkanlah keislaman kita dengan etikanya. Bukankah katanya partai kalian partai Islam dan dakwah.

Beretikalah dan sportiflah.

Jangan karena beda jalan politiknya, kita menghalalkan kehormatan saudara muslim yang sebenarnya itu telah dijamin oleh Islam.

Kita Muslim bersaudara.

Oleh: Ahmad Hilmi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun