Mohon tunggu...
Ahmad Hifni
Ahmad Hifni Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Founder Madrasah al-Qahwah; Ciputat Cultural Studies. Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Inspirasi Ferguson untuk Kebangkitan MU

24 April 2016   21:35 Diperbarui: 24 April 2016   21:38 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak mundurnya Manajer terbesar dalam sejarah sepak bola Inggris, Alex Ferguson, MU kehilangan konsistensi dan selalu tersingkir dari persaingan merebut gelar juara. Keterpurukan MU dimulai dari kepelatihan David Moyes yang banyak melakukan blunder dengan memecat semua pelatih era Ferguson, kemudian era Ryan Giggs yang juga tidak punya prestasi membanggakan dan gagal finis di zona Eropa, serta era kepelatihan Vaan Gaal yang menampilkan permainan membosankan dan tidak konsisten.

Kenyataan ini semakin pahit, ketika para rival MU justru mengalami kebangkitan. Oleh itu, MU harus segera bangkit. Namanya sangat besar, puluhan gelar dan prestasi harus kembali didapatkan. Tulisan ini akan mengulas inspirasi Ferguson untuk kesuksesan MU di musim-musim sebelumnya. Bagaimana pelatih legendaris ini memimpin MU dengan tidak meninggalkan filosofi permainan tim. Kesabaran, kegigihan dan filosofi permainan yang membuatnya berhasil menahkodai MU secara fantastis.

Kesuksesan Era Ferguson

Sejak direkrut dari Aberdeen pada 6 November 1986, Alex Ferguson berada di tengah-tengah keterpurukan MU di mana ketika itu menjadi klub di posisi bawah klasmen. Kehadirannya membuat MU berhasil mengangkat posisi ke-11. Di musim berikutnya MU menjadi salah satu kandidat juara dengan menempati peringkat runner up dengan nilai 81, terpaut sembilan angka angka dari Liverpool di puncak klasmen.

Pada Januari 1990, saat MU duduk di posisi ke-15, sejumlah kalangan menginginkan Ferguson dipecat. Tekanan yang besar dari penonton terhadap Ferguson tidak membuatnya terbebani. Ferguson  menjawab kritikan itu dengan trofi Piala FA, dan tidak hanya itu, pada 15 Mei 1991, MU berhasil menjadi juara di Piala Winners setelah mengalahkan Barcelona 2:1 di Feijenoord, Rotterdam. Keberhasilan ini memberi angin optimisme akan masa depan MU, meskipun di liga, MU mengakhiri musim itu diperingkat ke-13.

Setelah menajdi runner-up First Division 1991-1992, MU menjadi juara liga pada 1992-1993 atau musim pertama dari masa sistem liga Premier League. Kemudian sukses MU terus berlanjut, MU mengakhiri musim 1993-1994 sebagai juara Premier League dan Piala FA. Meskipun MU pada musim 1994-1995 gagal mempertahankan kedua gelar juaranya, yakni hanya terpaut selisih satu poin di belakang Blackburn Rovers di puncak klasemen, namun di musim berikutnya 1995-1996 MU kembali memenangi perebutan juara piala FA setelah menaklukkan Liverpool di final dengan skor 1:0.

Setelah rentetan sukses di Premier League, pada musim 1997-1998 Alex Ferguson menjadikan Liga Champions sebagai prioritas. Misi itu tidak berhasil, MU disingkirkan Monaco di babak perempat final. Pada musim berikutnya, perjalanan MU di kancah Eropa berhasil dengan berbagai kemenangan yang sangat dramatis. Setelah bermain imbang 1-1 dengan Juventus pada leg pertama semi final liga champions di Old Trafford, MU berhasil merebut tiket final berkat memenangi leg kedua dengan skor 3:2, di Delle Alpi, Turin. Padahal pada leg kedua ini MU sempat tertinggal dua gol terlebih dahulu.

Pada laga final 26 Mei 1999 di Camp Nou, MU berhasil menaklukkan Bayern Munchen dengan skor 2-1. Gawang MU yang dikawal Peter Schmeichel lebih dulu kebobolan Mario Basler pada menit ke-6. Di injury time, MU mendapat dua gol dari Teddy Sheringham (90+1) dan Ole Gunnar Solkskjaer “super-bob” (90+3). Atas keberhasilan ini Alex Ferguson mendapat gelar “sir” (kesatria) dari kerajaan Inggris. Pada musim itu MU juga menjuarai Premier League dengan nilai 79, unggul satu angka di atas Arsenal.

Pada musim 1999-2000, MU kembali menjuarai Premier League dengan keunggulan 18 poin dari runner-up Arsenal, namun tersingkir di babak perempat final Liga Champions oleh Real Madrid (0-0, 2-3). Di musim berikutnya 2000-2001, MU tetap perkasa dengan menjuari kembali Premier League dengan unggul 10 poin dari Runner-up Arsenal. Dengan begitu, Sir Alex Ferguson menjadi pelatih ketiga yang menjuarai liga sebanyak tiga kali secara beruntun.

Di musim 2002-2003 MU kembali menjuarai Premier League ke-8 dalam sebelas musim terakhir dengan nilai 83, unggul lima angka dari Arsenal. Setelah itu, hingga musim 2006-2007, MU tidak pernah lagi menjuarai Premier League. Di musim 2007-2008 MU menjuarai kembali Premier League sekaligus juara Liga Champions. Di Premier League, MU unggul dua angka dari Chelsea di tempat kedua. Di Liga Champions, MU juga menjadi juara setelah mengalahkan Chlesea setelah menang adu penalti karna pertandingan berkahir imbang 1-1.

Sejarah musim 2007-2008 nyaris terulang. MU menjuarai kembali Premier League dan masuk final Liga Champions. Namun MU mengakhiri laga final dengan kekalahan 0-2 dari Barcelona. Di musim 2010-2011 MU kembali menjuarai Premier League dan berhasil masuk babak final Liga Champions, Namun lagi-lagi kalah di partai puncak melawan Barcelona dengan skor 1-3.

Pada musim 2011-2012 MU bersaing sangat sengit dengan tim sekota, Manchester City. MU gagal menjadi juara Premier League secara dramatis. MU finis di posisi kedua dengan nilai 89, atau hanya kalah rekor memasukkan-kemasukan dari Manchester City sebagai juara. Persaingan MU dan Manchester City pada musim itu berlangsung hingga laga pekan terakhir.

Persaingan MU dan City berlanjut pada musim 2012-2013. Kali ini MU menjadi juara Premier League untuk ke-20 kalinya, sekaligus menjadi tim yang memiliki gelar terbanyak di Premier League setalah berhasil melampaui Liverpool yang memiliki gelar 19. MU berhasil mengumpulkan poin hingga 89, jauh di atas Manchester City yang menjadi runner-up dengan poin 78.

Pada 8 Mei 2013, Alex Ferguson mengumumkan bahwa ia akan pensiun di akhir musim. Ia digantikan oleh David Moyes yang sebelumnya menukangi Everton selama sebelas tahun. Sejak itu, MU hampir tidak mempunyai prestasi yang membanggakan. Bahkan di era Vaan Gaal ini, “Setan Merah” menggelontorkan uang sebesar 255 juta poundsterling atau Rp. 4,8 triliun. Nilai yang terbilang fantastis ini belum berhasil, MU masih di peringkat 5 klasmen Liga dan terancam tidak masuk zona Champions. MU juga tersingkir dari persaingan di Eropa, baik Liga Champions maupun Liga Europa.

Etos warisan Ferguson

Dari berbagai gelar dan prestasi yang diraih MU di era Ferguson, sebenarnya warisan terbesarnya bukanlah banyaknya trofi yang diraih, melainkan etos untuk berjuang tak mengenal lelah. MU bisa mengambil pelajaran dari Ferguson bahwa siapapun pernah terjatuh, tetapi hanya tim terbaik yang mampu bangkit dan kembali merebut tahta. 

Sejarah membuktikan, MU pernah gagal dan selalu menemukan cara untuk bangkit. Ferguson juga pernah dikritik dan mendapatkan tekanan yang besar dari para suporter. Dengan semangat yang tak pernah menyerah dan konsisten dalam permainan maka itulah warisan terbesar Ferguson.

Siapapun yang akan memimpin MU selanjutnya, harus melihat MU sebagai klub besar yang tidak pragmatis pada gelar sesaat sebagaimana banyak terjadi pada klub-klub kaya. Kesuksesan Ferguson menahkodai MU, harus dijadikan inspirasi untuk membawa kejayaan MU di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun