Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sobat (3/3)

2 November 2024   09:10 Diperbarui: 1 November 2024   23:05 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai penyintas, Wira sangat ingin kehidupannya kembali seperti dulu lagi. Lulus kuliah dari universitas ternama kemudian diterima bekerja di perusahaan asing bonafide. Punya posisi yang oke dengan salary yang memadai. Punya perawakan yang tak kalah dari oppa-oppa Korea serta didukung penampilan trendy dan stylish. Punya pergaulan yang luas, aktif dalam medsos, dan banyak followers-nya. Benar-benar profil seorang bujangan ideal dambaan kaum hawa.

Hidup serba mudah dengan gadget ada di tangan. Mau apa-apa tinggal beli. Mau santai dan rileks tinggal pilih. Mau healing melepas penat dari rutinitas dan pekerjaan tinggal cari. Benar-benar hidup yang ideal. Tapi "Boom!" Seketika semuanya berubah 180 derajat saat malapetaka itu terjadi.

Kembali pesan sang sahabat yang sempat terlupakan karena kesibukan aktivitas dan pekerjaannya, membahana dalam benak Wira. "Ingat! Pada saat hari-H nanti, segeralah bergegas ke shelter. Bawa serta barang yang diperlukan. Gunakan motor untuk menghindari ekses kemacetan yang parah. Berhati-hatilah! Boleh jadi itu adalah perjalanan terakhir kali mu di muka bumi."

Baca juga: Sobat (1/3)

Di hari nahas dan tak terlupakan itu, setiap pasang mata sontak terperanjat menyaksikan huru-hara yang menerpa dunia. Kegelapan total melanda. Sinyal dan jaringan seluler mendadak hilang. Orang-orang mulai panik dan bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi.

Dari radio, satu-satunya alat komunikasi yang masih berfungsi saat itu, tersiar kabar jika beratus-ratus hulu senjata pemusnah masal itu telah dilesakkan. Kehancuran dan kerusakan tak terperi seperti yang disimulasikan oleh para ahli, terjadi di berbagai belahan bumi.
Betapa luar biasa mengerikan pemandangan saat itu sehingga sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata.

Kini seluruh peralatan listrik yang canggih dan mahal tak ubahnya seperti rongsokan. Motor dan mobil yang keren dan mewah hanya tinggal kenangan. Harta kekayaan yang dulu dibanggakan dan kerap dipamerkan tidak berarti lagi. Bahkan uang pun tidak bernilai lagi. Semua orang sibuk menyelamatkan diri dan keluarganya masing-masing.

Dunia kembali ke zaman batu. Tak ada listrik. Tak ada internet dan teknologi digital yang canggih. Tak ada makanan dan minuman yang begitu mudah dibeli di toko atau pasar. Tak ada air keran bersih yang mengucur dengan mudahnya saat dibuka. Tak ada bensin yang dengan mudah diperoleh di SPBU. Dan berbagai kemudahan serta kenyamanan lainnya yang bisa begitu mudah didapat seperti di masa lalu. Semua itu disebabkan oleh kungkungan jelaga yang menyelimuti seluruh atmosfer bumi hasil dari ledakan hebat nan dahsyat berton-ton hulu ledak nuklir.

Dunia chaos. Dunia kacau-balau. Dunia menjadi tempat yang menakutkan dan mengerikan. Kelaparan merebak. Kekacauan dan anarki marak. Kriminalitas bergejolak. Kematian massal menyeruak. Dunia sekarat. Dunia kiamat.
 
Di tengah bumi yang centang-perenang, Wira berjibaku menuju shelter. Hanya berbekal sisa memori saat kedatangannya yang pertama, perjalanan itu menjadi begitu tegang dan mencekam baginya. Tanpa GPS dan hanya mengandalkan lampu motornya, ia bergantung penuh pada instingnya. Meski sudah mengantisipasi hal itu, kenyataannya tidaklah mudah karena kondisi malam itu jauh berbeda dibanding kunjungannya yang awal bersama sang sahabat.

Setelah sempat tersasar dan putus asa, takdir membawanya tiba di pedalaman hutan tempat shelter itu berada. Kelegaan seketika meliputi dirinya. Ia segera turun dari motornya lalu menghampiri pintu gerbang besi swing yang ukurannya sebesar gawang sepak bola.

Saat ia mengetuk handle gerbang itu, mendadak lubang berbentuk kotak yang ada di pintu gerbang itu terbuka dan muncul seraut wajah. Laki-laki dari balik lubang seukuran kepala orang dewasa itu menanyakan sesuatu padanya. Dengan cekatan ia memberikan apa yang diminta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun