Mohon tunggu...
The Fed
The Fed Mohon Tunggu... -

Pembaca Oligarki

Selanjutnya

Tutup

Money

Penolakan Transportasi Online Dilakukan Secara Terstruktur, Sistematis dan Massif

18 Oktober 2017   15:07 Diperbarui: 18 Oktober 2017   15:12 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penolakan transportasi online di beberapa kota akhir-akhir ini sangat kentara dilakukan dengan metode TSM (Terstuktur, Sistematis dan Masif). Jika dilihat hal ini sengaja dilakukan oleh Organda, dan gerakan ini justru dimulai ketika MA memutuskan menggugurkan beberapa hal di permenhub 26/2017 tentang transportasi online.

Ketika hal tersebut diputuskan dengan ketetapan 3 bulan setelah diumumkan, MA saat memutuskan adalah bulan Agustus 2017, Organda tampil melalui ketua umumnya via media dengan narasi "Transportasi Online adalah Ilegal". Sontak hal tersebut menyebabkan kegaduhan, dan disambut penolakan oleh beberapa paguyuban sopir angkot pada transportasi online. Bahkan di beberapa daerah sempat rusuh dan terjadi aksi vandal. Yang terbaru adalah kota Bandung, dimana Organda bersama Dishub dan Kepolisian melakukan sweeping pada kendaraan yang "dicurigai" transportasi online.

Berikut ini beberapa catatan aksi TSM menolak transportasi online di Indonesia

Kehadiran transportasi online terus menuai pro dan kontra di masyarakat. Begitupun dengan pemerintah di berbagai daerah, tak sedikit yang menolak, tapi banyak pula yang menerima. Kondisi ini tentu menimbulkan sebuah pertanyaan yang patut dijawab, mengapa di satu daerah menolak dan daerah lainnya justru menyambut dengan baik kehadiran transportasi berbasis digital tersebut?

Kota Bandung merupakan salah satu daerah yang melarang beroperasinya transportasi online. Hal ini menyusul keputusan Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat, pada 6 Oktober 2017, yang menyatakan dukungannya terhadap aspirasi WAAT agar transportasi online tidak beroperasi.

Meski Dishub dan Pemda Jabar telah menulis surat pernyataan pelarangan transportasi online, tidak semua Kota/Kabupaten di Provinsi ini mengikuti langkah Kota Bandung yang langsung melarang kehadiran transportasi online. Bogor, Depokdan Bekasimerupakan daerah-daerah yang secara tegas menyatakan tidak terpengaruh dengan keputusan Jabar tersebut.

Kemudian Cirebon, daerah ini malah merasa heran dengan keputusan yang diambil Jabar, karena di daerahnya hubungan antara pengemudi transportasi konvensional dan online sudah mulai kondusif. Lalu Tasikmalaya, disaat Jabar menolak, daerah ini justru mengajak kerjasama dengan perusahaan transportasi online.

Jika hampir semua pemerintah daerah di Jabar menyambut baik kehadiran transportasi online, termasuk pengemudi angkutan konvensional mulai menerima, mengapa Jabar melarang, dan ada apa dengan Kota Bandung? Alasan paling realistis karena hanya Organisasi Angkutan Darat (Organda) di Kota Bandung yang menolak transportasi online. Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung yang langsung memberikan instruksi untuk menghentikan sementara angkutan online, membuktikan dirinya tak bisa menjawab keluhan Organda di daerahnya dengan bijak.

Pemda Yogyakarta juga melarang transportasi online, beredar di kawasan kota Gudeg itu. Peraturan ini dikeluarkan karena menganggap keberadaan taksi dan ojek online berpotensi mematikan kendaran berpelat kuning. Kemudian Banyumas, memngatisipasi benturan horizontal antara ojek online dengan pihak lain yang berkepentingan, adalah alasan Bupati Banyumas mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait larangan operasional ojek online di daerahnya.

Dishub Kota Batam resmi mengeluarkan surat edaran larangan beroperasinya angkutan berbasis online. Larangan beroperasinya transportasi online di Kota Batam terhitung sejak Kamis, 1 Juni 2017. Dishub Kota Pekanbaru terus melakukan razia penertiban terhadap operasional transportasi daring/online di wilayahnya karena dianggap tidak mengantongi izin. Begitupun dengan Pemkot Balikpapan, daerah ini resmi melarang transportasi online setelah adanya desakan dari pengemudi angkutan konvensional.

Dari berbagai fakta tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa ada dua alasan yang sama beberapa pemerintah daerah diatas melarang transportasi online. Pertama, adanya desakan dari Organda. Kedua, Menganggap transportasi online tak berizin.   

Oke, ada desakan dari Organda, tapi bagi saya itu tak seharusnya dijadikan panduan pemerintah daerah melarang transportasi online. Karena bagaimanapun kehadiran transportasi online merupakan fenomena yang meneguhkan bahwa kemajuan teknologi digital tak bisa dihindari. 

Apalagi perusahaan-perusahaan transportasi online semacam Go-Jek, Grab dan Uber tidak hanya berkecimpung dalam urusan transportasi, tapi juga makanan, kebersihan dan lain sebainya. Jadi melarang atau bahkan sampai menutup kantor-kantor manajemen perusahaan tersebut merupakan sebuah langkah kemunduran.

Dikatakan kemuduran karena semua masyarakat dimanapun merasakan dampak positif dari adanya perusahaan-perusahaan ini, terutama transportasi online-nya. Dukungan masyarakat terhadap kehadiran transportasi online ini bisa dilihat bagaimana respon mereka ketika pemerintah daerahnya melarangnya. Mereka langsung mengecam baik lewat media sosial atau melakukan aksi langsung sebagai bentuk protes kebijakan pemerintah.

Misalnya pelarangan transportasi online di Bandung, bukan hanya para driver yang terjun ke lapangan menyuarakan penentangannya terhadap keputusan Pemkot Bandung melarang transportasi online, tapi hadir pula ratusan mahasiswa yang rela bolos hanya untuk mendukung rasa keadilan. Begitupun di Balikpapan, aksi protes pelarangan transportasi online dilakukan oleh ibu-ibu. Hal ini membuktikan masyarakat menginginkan semua pemerintah daerah menerima transportasi online.

Dukungan serta apresiasi terhadap kehadiran transportasi online inipun disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam berbagai pidatonya, Jokowi sering menyinggung soal kemajuan teknologi digital yang harus ditanggapi secara positif. Karena bagaimanapun kemajuan teknologi digital tak bisa ditolak, apalagi menawarkan berbagai kemudahan. 

Sebagai bukti apresiasi Jokowi terhadap hadinya transportasi online bisa dilihat dari setiap "celotehnya" bahwa saat mau beli nasgor ia tak perlu keluar Istana, cukup pakai Go-Food, dalam 30 menit pesanan sampai.

 Kemudian soal tuduhan tak berizin, hal ini tentu sangat tak berdasar, karena bagaimanapun aturan tentang transportasi online masih berlaku. Beberapa waktu yang lalu, Mahkamah Agung (MA) hanya membatalkan 14 Pasal Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trakyek. Dan aturan inipun akan mulai diberlakukan pada 1 November. Artinya, transportasi online tak ilegal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun