Mohon tunggu...
The Fed
The Fed Mohon Tunggu... -

Pembaca Oligarki

Selanjutnya

Tutup

Money

Salah Pikir Organda Tolak Transportasi Online

6 Oktober 2017   15:49 Diperbarui: 6 Oktober 2017   16:11 1266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://photo.sindonews.com/

Beberapa waktu yang lalu Mahkamah Agung (MA) membatalkan 14 Pasal Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trakyek. Dikutip dari website MA, ada 4 petimbangan MA mencabut 14 Pasal tersebut.

1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.

2. Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.

3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.

4. Dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, Mahkamah Agung menilai objek permohonan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, sebagai berikut:

a. bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

b. bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus.

Dari 14 Pasal yang dicabut, salah satunya adalah Pasal 139 ayat 4 UU LLAJ. Pasal itu berbunyi:

Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebelumnya, Pasal ini pernah diminta sopir angkutan online ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk dicabut. Tapi ditolak oleh MK pada Februari 2017 lalu. Pada Agustus 2017, lewat 4 pertimbangan yang sudah dijelaskan diatas MA mencabut 14 Pasal, termasuk Pasal yang pernah ditolak oleh MK sebelumnya.

Mengingat hanya 14 Pasal yang dicabut, MA menegaskan PM Nomor 26 Tahun 2007 masih tetap berlaku. Hal ini menjawab kritik para Organda, yang pasca pencabutan 14 Pasal diatas langsung menyebut transportasi online sebagai ilegal.  

Anggapan Organda bahwa transportasi online ilegal ini harus dikritisi, karena menimbulkan kekhawatiran pelaku usaha transportasi online, terutama para pengemudi. Belakangan kita akrab dengan aksi sweeping para sopir angkutan konvensional terhadap para driver transportasi online. Hal ini tentu tak bisa dibiarkan begitu saja. Pemerintah harus tegas bahwa kekerasan bagaimanapun tidak dibenarkan. Apalagi beroperasinya transportasi online memiliki kedudukan hukum, yang mana pemerintah tidak melarangnya.

Selain Organda, pemerintah daerah yang melarang transportasi online pun layak kita kritisi. Karena melarang transportasi online merupakan sebuah langkah kemunduran bagi pemerintah setempat. Kemajuan teknologi digital bagaimanapun tak bisa dicegah, termasuk meluasnya transportasi berbasis aplikasi.

Pemerintah di daerah harus sadar bahwa keberadaan transportasi online dimana-mana mendapat sambutan positif dari masyarakat. Jadi sungguh tak elok, kalau melarang transportasi online. Apalagi keputusan untuk melarang transportasi online itu atas dasar desakan dari Organda. Ada indikasi bahwa aksi-aksi penolakan transportasi online di berbagai daerah ini adalah peran dari Organda itu sendiri.

Bukti bahwa diberbagai daerah melarang transportasi online karena desakan Organda tak bisa dibantahkan. Pemkot Pekalongan misalnya, melarang transportasi online karena sebelumnya didemo oleh awak angkutan konvensional yang meminta kantor transportasi online ditutup. Baca: Sindo "Ratusan Massa Tolak Kehadiran Ojek Online di Pekalongan", Selasa, 03 Oktober 2017.

Sebesar apapun penolakan Organda terhadap transportasi online tidak sepatutnya dijadikan alasan pemerintah daerah melarang transportasi online. Justru alangkah lebih bijak, jika pemerintah daerah mendorong Organda, jika tidak mau bergabung dengan perusahaan transportasi berbasis aplikasi yang sudah ada, lebih baik menciptakan aplikasi sendiri. Hal ini perlu dilakukan karena, tak bisa dipungkiri, masyarakat saat ini lebih merasa nyaman menggunakan transportasi online.

Alasan penurunan pendapatan Organda karena meluasnya transportasi online seharusnya tidak dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan, seperti sweeping dan lain sebagainya. Karena Organda juga menutup mata dengan naiknya kepemilikan kendaraan pribadi sebagai pengganti moda transportasi angkot ataupun bus kota. Mereka ingin menguasai pasar dengan cara yang tak sehat. Maraknya transportasi berbasis aplikasi, justru lebih baik dijadikan motivasi mereka bahwa sudah saatnya melakukan perubahan. Zaman kian berubah, dan keinginan masyarakat pun tak lagi sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun