Presidium Formaci: Tantangan dan Harapan
Minggu pagi, 15 februari mungkin menjadi hari yang paling pahit dalam hidupku, yaitu dipilih untuk menjadi Presidium satu, Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci). Terpilih menjadi presidium satu di Formaci bukanlah sesuatu yang menyenangkan tetapi justru menakutkan. Lain halnya dengan terpilih menjadi ketua HMJ Jurusan, BEM Fakultas, Universitas maupun menjadi ketum Komisariat Cabang.
Menjadi Presidium satu di Formaci adalah tugas yang berat yang harus diemban oleh mahasiswa seperti saya yang tak memiliki banyak kemampuan dalam memahami semua basic theory yang biasa menjadi kajian di Formaci. Filsafat Politik, studi Islam, Filsafat murni, maupun sosiologi merupakan studi-studi mendasar yang menjadi pembahasan diskusi sejak pertama kali Formaci berdiri. Filsafat politik, studi Islam, dan Sosiologi mungkin sedikitnya masih bisa saya ikuti, tetapi Filsafat murni saya akui sejak pertama kali mengikuti diskusi kurang lebih tiga tahun yang lalu saya tidak pernah faham apa yang didiskusikan dan apa yang diperdebatkan.
Itu mungkin hal terbesar yang paling saya takutkan ketika teman-teman Konsilian memilih saya untuk menjadi presidium satu. Selain harus berjibaku dalam diskusi empat bidang tersebut , juga harus mencari bahan-bahan rujukan yang terbaru dan pantas dijadikan bahan bacaan setiap kali diskusi.
Ketidakmampuan saya dalam semua bidang tersebut, disatu sisi. Persoalan kuliah yang sudah semester 8 menjadi beban tesendiri, disisi yang lain. Orang-orang dirumah mengharuskan saya untuk lulus cepat, sedangkan di kampus baru saja dipilih untuk meng-Imami Formaci kurang lebih 2 tahun mendatang. Ini tentu menjadi pukulan berat bagi saya, karna dengan dipilihnya menjadi presidium satu tentu tak bisa berbuat banyak untuk berbicara tentang lulus cepat.
Menjadi Presidium satu-pun memiliki tanggung jawab besar membawa eksistensi ke-Formacian seperti di era keemasannya. Formaci tak hanya bergelut dibidang kajian seperti diatas, tetapi juga harus bisa membangun jaringan dengan organisasi-organisasi yang lain.Juga membawa Formaci tetap menjadi rujukan utama Forum kajian bagi setiap mahasiswa yang ingin bergelut dibidang intelektual seperti Ihsan Ali Fauzi, Sapul Mujani, Ali Munhanif, dan Burhanuddin Muhtadi dll.
Semua nama-nama diatas meski saat ini lebih terkenal dengan pemilik Lembaga surveinya seperti Burhanuddin Muhtadi dan Saiful Mujani. Tetapi pada dasanya mereka ini semua adalah akademisi, yang kebetulan memiliki lembaga survei. MungkinIhsan Ali Fauzi, dan Ali Munhanif yang sampai saat ini masih terus konsisten dengan bidang keilmuan dan riset.
Tetapi meski tantangan ini begitu berat, saya selalu percaya dengan pepatah “selalu ada makna dibalik semua pristiwa” menjadi penyemangat tersendiri untuk menjalankan tugas berat ini. Tugas tak hanya melesterikan budaya diskusi, menulis, tetapi juga budaya membela kemanusian, seperti mengawal kaum non-Muslim atau sesama Muslim yang tak bisa ber-ibadah dengan alasan-alasan teknis maupun non-teknis. Tugas-tugas ini akan menjadi tantangan saya yang mau tak mau harus saya jalankan 2 tahun kedepan. Semoga dengan memiliki tugas yang seperti ini, semangat belajar, menulis dan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang lain semangkin bertambah dan memberikan kesan berharga dalam hidup saya.
Konsili Sabtu-Minggu, 14-15 Februari 2015 di Villa Alam Segar, Depok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H