Mohon tunggu...
Ahmad Fazlur Rahman
Ahmad Fazlur Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student at Universitas Brawijaya

Hobi melantur, kadang buat cerpen hasil melantur. Kalo gak melantur, ya tidur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hangat

6 Desember 2024   23:17 Diperbarui: 6 Desember 2024   23:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tetesan air di kaca jendela, oleh Irina Iriser via Pexels.

Aku memeluk sepi

Imbas ia mengakarkan diri

Padahal, aku tak memilihnya berada di sini

Ia memaksa tinggal, menolak untuk pergi

Bahkan ketika aku tersadar

Bahkan ketika aku sudah turun tangan

------

Bayangku tertanam pada rumah berkaca tinggi-tinggi. Tubuhnya yang megah sempat diselimuti kabut debu dan ranting-ranting kayu rusak imbas terduduknya dirinya di bawah pohon mangga. Nahas, figur usangnya itu tersiram hujan air yang membasuh satu muka dunia dari atas langit hingga kaki-kaki jalan. Lantas, rumah itu menjadi gelap, seakan-akan bumi menelannya dalam kebisingan beribu ketukan cabang pohon yang menyuruhnya untuk segera menutup pintu dan jendela sebab kalau tidak, dipastikan lantai-lantai keramik kering di dalam tubuhnya berubah jadi tergenang.

Mataku terpaku pada guntur dan angin yang memadu kasih di luar sana. Sangat dekat, tetapi juga sangat jauh dari tempat berdiriku. Dahiku mengernyit menyaksikan kisah mereka yang makin kelam, pula makin besar. Tanganku berpegangan erat pada badan sang jendela.

"Hujan ini pasti lama berakhirnya," keluh batinku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun