Tentu sangat mengejutkan ketika melihat fakta dan temuan Kementrian kesehatan RI yang menyatakan tren meningkatnya angka gangguan kesehatan mental pada usia remaja di Indonesia, akhir-akhir ini.Â
Tapi, saya kira hal demikian wajar manakala melihat fakta bahwa pola dan gaya hidup masyarakat kekinian (zaman now), memang berbeda jauh dengan pola dan gaya hidup masyarakat zaman old.
Jika masyarakat zaman old belum mengenal aktivitas digital, Gadget dan lainnya yang serba instan. Butuh proses dan kerja fisik--mengeluarkan tenaga dan keringat--untuk memenuhi kebutuhan hidup dan apasaja, maka masyarakat zaman now telah dimanjakan oleh media dan alat yang serba canggih dan instans.Â
Semua kebutuhan seolah cukup dengan menggerakkan jemari (ngeklik dengan jemari tangan). Tanpa harus mengeluarkan energi dan keringat, semua kebutuhan sudah ada digenggaman tangan (Gadget, Android) yang selalu sedia di tangan.
Dua hal perbedaan mendasar gaya hidup masyarakat sebagaimana disebutkan diatas, saya kira menjadi salah satu akar masalah kenapa generasi muda saat ini, cenderung mengalami peningkatan gangguan kesehatan mental.
Dan tentu sebagai akibatnya adalah banyak varian. Mulai dari sikap dan pelampiasan negatif --yang cenderung aneh dan tidak masuk akal--hingga, yang masih positif dan hanya butuh bimbingan dan peng arahan, pendampingan.
Mulai Timbul Kesadaran, Gerakan Positif
Diluar itu semua, patut juga diapresiasi beberapa gerakan masyarakat yang sangat positif dan konstruktif. Mereka mampu menempatkan dan menggunakan tekhnologi yang sangat cepat dan canggih untuk gerakan-gerakan manfaat untuk kemaslahatan.
Misalnya, beberapa gerakan intelektual yang dilakukan oleh kalangan remaja dalam bentuk gerakan literasi dibeberapa tempat dengan macam variasinya. Lomba nulis puisi, Cerpen dll.
Juga beberapa gerakan sosial media (Instagram, Facebook, Youtube), entah  dalam konteks ceramah Agama, potensi budaya dan seni dll yang diakui ataupun tidak saat ini juga mengalami peningkatan tren yang signifikan.
Meskipun terus terang, untuk hal ini, saya belum menemukan hasil peneliannya. Akan tetapi setidaknya, hal ini bisa diamati, selama saya mengikuti perkembangan media sosial, justru potensi dan perkembangannya luarbiasa massif dan baik.
Contoh kongkrit lain misalnya di dunia santri dan pesantren, di Jawa Timur. Baru-baru ini, saya mengikuti sebuah event Gowes berjamaah (bareng) yang diselenggarakan oleh Ikatan Santri dan Alumni Pesantren Salafiyah Syafiiyah (IKSASS) Situbondo, Jawa Timur. Yang ternyata animo masyarakat sangat luar biasa dan massif.
Dimana, gerakan bersepeda (gowes) semacam ini sesungguhnya adalah salah satu bentuk ikhtiyar (usaha) untuk hidup sehat dan menjaga kesehatan. Saat badan (fisik) sehat, maka mental (ruh) juga berpotensi sehat.Â
Point pentingnya adalah bahwa kegiatan-kegiatan dan gerakan-gerakan positif sesungguhnya musti mendapatkan tempat dan atau ditempatkan--diberikan tempat yang memadai/dikampanyekan dengan massif--oleh siapapun yang menginginkan kedepan peradaban ini lebih baik lagi. Lebih-lebih untuk kesehatan mental semua.
Bukankah kesehatan akal dan mental terletak pada fisik yang sehat dan kuat? Oleh karenanya, mengajak diri pribadi dan siapapun untuk menjaga kesehatan diri, keluarga dan kita semua, dengan cara olahraga. Jangan sampai menunggu sakit untuk merasai betapa mahalnya sehat.
Demikian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H