Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Transaksi Gadai dalam Perspektif Islam

22 Desember 2016   06:41 Diperbarui: 22 Desember 2016   07:34 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Islam adalah agama yang sempurna, agama yang rahmatan lil’alamin telah meletakkan dasar atau aturan dalam semua sisi kehidupan manusia, baik dalam ubudiyah maupun muamalah. Setiap orang membutuhkan interaksi dengan orang lainnya untuk saling melengkapi dan menutupi kebutuhan dalam hidupnya sebagai wujud hablum minan nas yang dianjurkan untuk saling tolong menolong antar sesama. Seperti tolong menolong dalam pinjaman namun munculnya fenomena ketidakpercayaan diantara manusia, khususnya dijaman sekarang ini sehingga dalam pinjam meminjam menganjurkan adanya jaminan benda atau barang berharga yang disebut dengan rahn dalam ilmu fiqh.

Gadai dalam ilmu fiqih atau hukum islam biasa disebut dengan rahn adalah menyimpan sementara harta milik peminjam atau pengutang sebagai jaminan atas pinjaman yang diberikan oleh piutang, dan barang tersebut bisa diambil dalam waktu yang ditentukan sesuai klesepakatan bersama. Hakikat transaksi gadai adalah hutang piutang. Hanya saja, pihak kreditor mempersyaratkan adanya barang gadai sebagai jaminan kepercayaan atas utangnya.

Seperti firman Allah dalam QS Al-baqarah ayat 283 :

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh kreditor)”.

Ayat diatas memperjelas adanya jaminan dalam transaksi gadai, yakni ketika hendak bermuamalah dan tidak bisa mendapatkan saksi atau katib dalam transaksi tersebut. Walaupun dalam ayat diatas terdapat pernyataan safar (dalam perjalanan) namun ayat ini tetap berlaku secara umum, baik dalam keadaan perjalanan maupun dalam keadaan muqim (menetap), karena kata-kata safar dalam ayat ini menunjukkan keadaan yang biasanya yang memerlukan transaksi rahn ini.

Realitanya, sangat ironis sekali ketika melihat saudara-sandara muslimin saat ini yang belum mengenal dengan indah atau bahkan belum mengindahkan aturan yang disyariatkan dalam islam, padahal perkara ini bukanlah perkara baru lagi sudah lama dikenal dalam kehidupan sehari-hari namun masih banyak diantara kita yang masih menjadikan hal tersebut sebagai kebiasaan tanpa melihat larangan dan prosesi transaksi yang dibenarkan dalam agamanya.

Barang gadai walaupun ditangan kreditor hakikatnya tetap menjadi milik orang yang berutang (debitor). Status kepemilikannya tidak berpindah hanya karena digadaikan , karena barang gadai hanya sebagai jaminan keamanan utang. Dikarenakan hakikat gadai adalah hutang piutang, maka tidak boleh ada kesepakatan diawal atau selama masa pelunasan untuk memberi bunga ketika pelunasan utang. Pihak peminjam (debitor) hanya berkewajiban mengambil uang yang dipinjamkan senilai yang diterima, lebih dari itu maka termasuk riba.

Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu abi Syaibah Rasulullah SAW. Bersabda:

Artinya: dari Ibrahim berkata, Rasulullah SAW. Bersabda: “Setiap pinjaman yang menarik keuntungan atau manfaat, maka keuntungan itu adalah riba.”

Dari hadist tersebut maka Sudah selayaknya sebagai muslimin sadar dan selalu behati-hati dalam melakukan segala aspek interaksi atau muamalah dalam kehidupan, karena kebanyakan para masyarakat masih jarang memepedulikan hukum dari transaksi. Sehingga sesuatu yang sebenarnya haram menjadi remang-remang atau malah menjadi halal ataupun sebaliknya. Naudzubillah ketidaksadaran akan hukum syara’ akan membawa kita pada perbuatan dosa dan tentu akan mendapat siksa. Salah satu hikmah dari adanya sabda rasulullah diatas bahwa dalam kita meminjam, atau memberikan pinjaman haruslah sesuai dengan prosedural yang disyari’atkan dalam agama islam. Tidak melahirkan yang namanya riba, karena dalam riba terdapat sebuah kemudharatan bagi orang yang melaksanakan aktivitas muamalah yang melahirkan riba, baik orang yang memakan riba, nasabah riba, yang menjadi saksi riba maupun pencatat riba.

Kaum muslimin yang sedang butuh dana tidak boleh menggadaikan barangnya ke lembaga yang mempersyaratkan riba apapun namanya, baik bank maupun pegadaian. Karena bisa dikatakan nasabah atau debitor yang meminjam uang dan ia sepakat untuk memberikan bunga kepada bank atau pegadaian tersebut sudah memberi makan orang lain dengan uang riba dan hal tersebut dilarang bahkan dilaknat oleh rasulullah SAW.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun