Mohon tunggu...
ahmad Farzah
ahmad Farzah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ahmad Farzah Putra (43223010158) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mercu Buana, Dengan nama dosen Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranggawarsita Tiga Era, Kalasuba, Kalatatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

27 Oktober 2024   14:18 Diperbarui: 27 Oktober 2024   14:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PENDAHULUAN

Dalam sejarah kesusastraan Jawa, Raden Ngabehi Ranggawarsita dikenal sebagai pujangga besar yang tidak hanya mencatat kisah dan nilai budaya, tetapi juga merefleksikan kondisi sosial-politik pada zamannya. Melalui karya-karya seperti Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu, Ranggawarsita menggambarkan kondisi masyarakat yang tengah mengalami perubahan serta pergolakan. Ketiga karya ini memuat kritik dan keprihatinan yang mendalam terhadap situasi zaman, yang ditandai dengan kerusakan moral, ketidakpastian, dan kejatuhan tatanan sosial.

APA ITU KALASUBA, KALATIDHA, KALABENDHU

KALASUBA

Kalasuba adalah sebuah istilah yang mencerminkan kondisi sosial, politik, dan moral yang dipandang buruk atau suram. Dalam sastra Jawa, terutama melalui karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, kalasuba menggambarkan masa yang penuh dengan kesulitan, kemerosotan moral, dan ketidakadilan. Nama ini sering disandingkan dengan istilah Kalatidha dan Kalabendhu yang sama-sama menggambarkan masa-masa sulit dalam pandangan Ranggawarsita.

Kalasuba tidak hanya hadir sebagai istilah, tetapi sebagai pandangan hidup Ranggawarsita terhadap kondisi sosial-politik pada zamannya. Ketika ia menulis karya-karyanya, kerajaan Jawa tengah berada di bawah tekanan besar, baik dari kolonialisme Belanda maupun konflik internal. Perubahan besar dalam tatanan kekuasaan ini menyebabkan masyarakat Jawa mengalami kekacauan moral, ketidakpastian, dan kemerosotan dalam nilai-nilai tradisional.

kalasuba menyiratkan bahwa kemunduran suatu bangsa atau masyarakat tidak hanya terjadi karena serangan dari luar, tetapi juga karena kehancuran dari dalam---yakni, kemerosotan moral dan nilai. Pesan ini mengingatkan masyarakat untuk introspeksi dan kembali pada nilai-nilai kebenaran serta keadilan agar tidak terjerumus semakin dalam ke dalam masa-masa gelap. Dalam beberapa interpretasi, kalasuba menjadi gambaran tentang "zaman edan" atau zaman gila, di mana nilai-nilai kebajikan mulai dianggap usang atau tidak lagi dihormati.

Melalui kalasuba, Ranggawarsita seolah memberi peringatan kepada generasi mendatang bahwa tantangan dan kesulitan akan selalu ada, dan cara terbaik untuk menghadapinya adalah dengan berpegang teguh pada kebaikan dan kebenaran, bukan sekadar mengikuti arus yang merugikan.

KALATIDHA

Era Kalatidha adalah istilah yang digunakan Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha untuk menggambarkan kondisi zaman yang ia pandang penuh dengan ketidakpastian, kekacauan, dan kemerosotan moral. Dalam bahasa Jawa, kata "tidha" berarti "tidak menentu" atau "tidak pasti," sehingga Kalatidha bisa diartikan sebagai "masa ketidakpastian." Karya ini ditulis pada pertengahan abad ke-19, ketika Ranggawarsita menyaksikan berbagai gejolak sosial-politik yang melanda Jawa akibat kolonialisme Belanda dan lemahnya pemerintahan kerajaan-kerajaan lokal.

Ciri-ciri Era Kalatidha

  • Ketidakpastian dan Kekacauan

Era Kalatidha menggambarkan zaman di mana masyarakat Jawa mengalami ketidakpastian yang luar biasa akibat tekanan kolonial dan situasi politik yang tidak stabil. Pada masa itu, masyarakat hidup dalam kondisi sulit, di mana banyak nilai moral dan tradisi yang mulai luntur atau bahkan tidak lagi dihargai. Hal ini membuat kehidupan sosial menjadi kacau, karena norma-norma yang dulu menjadi pegangan masyarakat mulai hilang.

  • Kemerosotan Moral dan Krisis Nilai

Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita mengeluhkan kemerosotan moral di kalangan masyarakat, khususnya para pemimpin yang dianggap hanya mementingkan kepentingan pribadi. Banyak pemimpin kerajaan yang menjalin hubungan erat dengan pemerintah kolonial, yang menyebabkan krisis nilai karena para pemimpin tidak lagi dianggap sebagai pelindung rakyat. Krisis ini menyebabkan masyarakat Jawa merasa kehilangan teladan moral, yang membuat mereka semakin bingung dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

  • Kritik Terhadap Pejabat dan Pemimpin

Ranggawarsita dalam Serat Kalatidha juga menyuarakan kritik terhadap para penguasa yang ia anggap tidak lagi mampu memberikan teladan dan hanya peduli pada kekayaan dan kekuasaan. Menurut Ranggawarsita, para pemimpin yang seharusnya menjadi contoh bagi rakyat justru lebih banyak terlibat dalam tindakan yang melanggar moralitas. Kondisi ini membuat masyarakat kehilangan kepercayaan pada pemimpin mereka.

KALABENDHU

Era Kalabendhu adalah salah satu periode yang digambarkan oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam karyanya Serat Kalabendhu. Dalam karya ini, Ranggawarsita menyampaikan pandangan tentang masa yang dipenuhi oleh penderitaan, keburukan, dan ketidakadilan. Dalam bahasa Jawa, "bendu" berarti "murka" atau "marah," sehingga Kalabendhu dapat diartikan sebagai "masa kemarahan" atau "zaman murka." Ranggawarsita menggambarkan Kalabendhu sebagai era di mana kesengsaraan masyarakat memuncak akibat tindakan para pemimpin dan penguasa yang tidak bijaksana, serakah, dan tidak lagi memperhatikan kesejahteraan rakyat.

Ciri-ciri Era Kalabendhu

  • Penindasan dan Ketidakadilan

Kalabendhu adalah masa di mana ketidakadilan sosial sangat menonjol. Para penguasa digambarkan sebagai pihak yang sewenang-wenang terhadap rakyat, sering kali memeras, menindas, dan tidak lagi memperhatikan kesejahteraan masyarakat kecil. Kondisi ini menimbulkan rasa putus asa dan penderitaan di kalangan rakyat, yang merasa bahwa penguasa tidak lagi menjalankan tugas dengan adil.

  • Kemerosotan Moralitas Pemimpin

Dalam Serat Kalabendhu, Ranggawarsita melukiskan para pemimpin yang tenggelam dalam keserakahan, egoisme, dan perbuatan-perbuatan buruk. Ia melihat bahwa pemimpin-pemimpin pada masa itu hanya peduli pada kepentingan pribadi dan sering kali mengorbankan kepentingan rakyat. Hal ini menyebabkan moralitas masyarakat juga ikut runtuh, karena pemimpin yang seharusnya menjadi teladan justru memperlihatkan tindakan yang tidak bermoral.

  • Kehancuran Sosial dan Konflik Internal

Kalabendhu juga digambarkan sebagai masa di mana konflik dan kekacauan internal melanda masyarakat. Ranggawarsita melihat adanya kehancuran sosial yang disebabkan oleh persaingan dan perebutan kekuasaan di kalangan penguasa dan pejabat. Perpecahan ini menyebabkan masyarakat semakin menderita karena tidak adanya stabilitas atau keamanan yang bisa diandalkan.

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

BAGAIMANA RELEVANSI KE 3 ERA INI DENGAN KORUPSI DI INDONESIA?

Ketiga era yang digambarkan oleh Ranggawarsita---Kalasuba, Kalatidha, dan Kalabendhu---memiliki relevansi yang kuat dengan situasi korupsi di Indonesia saat ini. Ranggawarsita melalui karyanya bukan hanya mendokumentasikan kondisi sosial-politik Jawa pada abad ke-19, tetapi juga menyampaikan pandangan yang abadi mengenai fenomena kemerosotan moral, ketidakadilan, dan ketidakpastian dalam pemerintahan dan masyarakat. Berikut relevansi masing-masing era dengan masalah korupsi di Indonesia:

1. Kalasuba (Zaman Keemasan yang Memudar)

Era Kalasuba mengacu pada masa yang mulanya sejahtera dan makmur tetapi mulai mengalami penurunan atau kerusakan nilai-nilai moral. Pada masa ini, masyarakat merasa puas dengan kesejahteraan dan kehidupan yang aman, namun kemewahan ini berangsur memudar karena mulai muncul keretakan dalam moralitas dan struktur sosial. Dalam konteks Indonesia, Kalasuba bisa dikaitkan dengan masa awal kemerdekaan atau awal pembangunan ekonomi yang memberikan harapan baru bagi bangsa. Namun, seiring berjalannya waktu, korupsi mulai meresap dalam birokrasi dan sektor pemerintahan.

  • Relevansi: Kalasuba mencerminkan awal dari kemunduran nilai-nilai integritas di kalangan pejabat dan birokrasi. Korupsi mulai tumbuh saat pemimpin lebih memikirkan kepentingan pribadi dan kelompok daripada kepentingan rakyat. Meski rakyat mungkin awalnya menikmati masa kemakmuran, lambat laun mereka mulai merasakan dampak negatif dari ketidakberesan pemerintahan yang disebabkan oleh korupsi.

2. Kalatidha (Zaman Ketidakpastian)

Serat Kalatidha menggambarkan masa ketidakpastian dan kebingungan moral, di mana masyarakat dan pemimpin berada dalam kondisi yang tidak jelas arah dan tujuannya. Dalam kondisi ini, korupsi, ketidakadilan, dan kemerosotan moral kian merajalela. Ini sangat relevan dengan keadaan Indonesia saat ini, di mana korupsi telah menjadi masalah struktural yang sulit diberantas, dan masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi publik yang seharusnya mengabdi pada rakyat.

  • Relevansi: Era Kalatidha menggambarkan kondisi masyarakat yang tidak yakin pada pemerintah atau aparat penegak hukum karena maraknya kasus korupsi. Ketidakpastian ini menciptakan dilema moral bagi masyarakat; banyak yang merasa bahwa untuk "bertahan hidup," mereka perlu beradaptasi dengan budaya korupsi atau membiarkan praktik tersebut berlanjut. Akibatnya, rakyat terpaksa menghadapi situasi "zaman edan" (zaman gila), di mana norma etika dan moral menjadi kabur, sementara korupsi dianggap hal yang wajar demi "kelangsungan hidup."

3. Kalabendhu (Zaman Kemarahan atau Kesengsaraan)

Era Kalabendhu menandai puncak krisis, di mana masyarakat menderita akibat tindakan sewenang-wenang para penguasa yang tidak adil dan egois. Pada masa ini, korupsi sudah merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan kesengsaraan yang sangat mendalam. Kondisi ini serupa dengan situasi di mana rakyat merasa terpinggirkan karena korupsi yang merajalela dan berdampak langsung pada kesejahteraan umum.

  • Relevansi: Era Kalabendhu menggambarkan kondisi Indonesia saat ini, di mana korupsi mengakibatkan kerugian besar pada anggaran negara dan memperparah kesenjangan sosial. Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan atau kesejahteraan rakyat malah hilang di tangan para koruptor, sehingga rakyat harus menanggung penderitaan, kemiskinan, dan akses terbatas pada layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Akumulasi dari kemarahan ini akhirnya bisa memicu ketidakpercayaan total pada pemerintah, dan jika dibiarkan, bisa mengarah pada kondisi sosial yang tidak stabil.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, ketiga era ini menggambarkan siklus ketidakstabilan sosial akibat kemerosotan moral, yang dalam konteks Indonesia sekarang diwakili oleh korupsi. Berikut rangkumannya:

  • Kalasuba menandai masa awal kemakmuran yang mulai dirusak oleh benih-benih korupsi dan hilangnya integritas di kalangan pemimpin.
  • Kalatidha adalah masa ketidakpastian, di mana korupsi merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, membuat mereka berada dalam dilema moral untuk memilih antara bertahan dalam sistem atau berkompromi dengan praktik korupsi.
  • Kalabendhu mencerminkan puncak krisis, di mana korupsi secara langsung mengorbankan kesejahteraan masyarakat, menciptakan kemarahan dan penderitaan yang mendalam.

Pesan dalam ketiga era ini mengingatkan bahwa krisis moral dalam bentuk korupsi akan merusak kesejahteraan suatu bangsa jika tidak segera diberantas. Mengambil pelajaran dari karya Ranggawarsita, masyarakat modern diimbau untuk berpegang pada prinsip keadilan, integritas, dan kesadaran moral untuk menghadapi ketidakpastian serta melawan korupsi di segala tingkat kehidupan.

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

PPT PROF APOLLO
PPT PROF APOLLO

DAFTAR PUSTAKA

  • Anderson, B. R. (2009). Mythology and the Tolerance of the Javanese. Ithaca: Cornell University.
  • Budi, H. P. (2017). Menelusuri Jejak Karya-Karya Ranggawarsita. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.
  • Fathurrahman, O. (2003). Ranggawarsita dan Teks Jawa: Dari Manuskrip ke Wacana Modern. Depok: Komunitas Bambu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun