Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hati Nurani Politik: Antara yang Baik dan yang Buruk

9 Februari 2019   12:39 Diperbarui: 30 Maret 2019   14:23 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Dokumen Pribadi

Pada konteks politik, saat momen Pemilu kali ini mencuat apa yang disebut dengan ujaran kebencian, hoax, maupun kalimat-kalimat menjatuhkan yang kita sebut sebagai keburukan. Masalahnya, persoalan baik dan buruk itu tidaklah mutlak. Baik dan buruk bersifat relatif. Baik itu bagi siapa dan buruk itu menurut siapa. Di dunia politik yang abu-abu, kita hendaknya bisa berdamai dengan diri kita agar kita tidak salah pilih dalam menentukan arah politik kita. 

Setiap dari kita pasti memiliki pandangan politik subjektif yang secara indvidual menjadi arah politik kita. Cara untuk mengekspresikan nya pun berbeda-beda. Ada yang fanatik, ada yang lembut, ada juga yang malu-malu. Ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh dan figur publik yang mana mereka disorot sepanjang waktu oleh media dan menentukan pandangan masyarakat. 

Apalagi para figur publik itu beberapa ada yang sudah memiliki banyak basis massa pendukung atau simpatisan, atau sebatas ngefans. Tipikal masyarakat kita adalah orang yang menjadi panutan akan diikuti oleh orang-orang di bawahnya yang mempunyai afiliasi dengan dirinya. Sama saja ketika dalam kontestasi politik, ketika seorang calon memegang salah satu tokoh agama sebagai kunci pemenangan nya, maka umat nya pun akan memilih hal yang sama dengan si tokoh agama.

Saya merasakan ada semacam konflik kepentingan dalam diri politisi pada umumnya, atau siapa pun yang memikirkan tentang politik, atau bahkan mungkin juga masyarakat umum. Konflik kepentingan yang saya maksud adalah ketika seorang politisi memilih untuk bergabung dengan salah satu paslon dan segala macam pandangan politik nya harus sejalan dengan paslon dan ideologi yang diusung oleh koalisi beserta strategi pemenangan nya. 

Dalam hal ini, kita bisa melihat bagaimana misalnya ketika terjadi booming kasus Ratna Sarumpaet. Ratna yang berafiliasi dengan kubu Prabowo CS mengatakan bahwa dirinya telah dianiaya oleh seorang oknum. Karena berada di kubu Prabowo, otomatis kubu Prabowo pun pastinya menyangka yang melakukan penganiayaan terhadap Ratna adalah oknum dari kubu Jokowi. 

Padahal, bekas luka di wajahnya adalah karena operasi plastik. Seketika hoax pun mejadi kata yang sangat familiar di telinga masyarakat kita. Betapa malu nya Ratna dan kubu Prabowo CS karena sudah percaya dengan Ratna yang ternyata dirinya pun mengaku sebagai penyebar hoax terbaik pada saat kasus itu terjadi. 

Poin saya adalah, satu hal sekecil apapun yang sekiranya bisa berpotensi untuk menjadi senjata menyerang kubu lawan pasti akan digunakan. Mereka para politisi tidak peduli soal baik-buruk secara umum. Yang mereka pedulikan adalah kebaikan bagi kelompoknya. Maka, sebagai orang awam kita akan melihat orang-orang yang seperti itu adalah bad guys (orang-orang jahat). 

Saya masih meyakini bahwa setiap orang memiliki hati nurani. Karena kepentingan politik itu lah mereka menjadi konflik dengan dirinya. Belakangan saya mengamati bahwa segala macam ujaran kebencian yang bersliweran di kontestasi politik hari ini adalah bagian dari strategi memenangkan Pemilu.

Kemanusiaan yang Terabaikan

Ngomong-ngomong soal politik, saya selalu ingat pesan Gus Dur, bahwa yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan. Ini yang sekarang menjadi hal yang diabaikan. Politisi tidak peduli soal kemanusiaan. Kemanusiaan itu menembus berbagai batas-batas aspek keduniaan.

Kemanusiaan tidak mengenal batas agama, kelas sosial, atau pun pandangan politik. Karena pada hakikatnya semua orang sepakat bahwa kemanusiaan adalah mutlak hal baik yang berlaku secara umum, artinya untuk semua orang. Namun, para politisi menyalahgunakannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun