Indonesia memiliki Pak Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas persoalan keagamaan, menteri agama coba saya andaikan dalam diri saya. Ada beberapa hal yang akan saya lakukan terkait dengan permasalahan ujaran kebencian, berita hoax, dan berperilaku di media sosial. Hal ini ada kaitannya dengan aksi-aksi yang dapat memecah belah harmonisasi kerukunan umat beragama di Indonesia.
Media sosial menjadi muara dalam persoalan yang kaitannya dengan hoax dan ujaran kebencian. Orang bisa dengan cepat membaca berita ketika ada sesuatu yang viral di media sosial.Â
Awalnya hanya kejadian biasa, tetapi dengan olahan ujaran kebencian dan berita-berita palsu, sekelompok oknum kemudian 'menggoreng' suatu kejadian hingga menjadi tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Selanjutnya tinggal diviralkan di media sosial dan media-media televisi maupun elektronik pun akan memburu berita tersebut. Dan ketika publik sudah membaca, berita akan lebih viral lagi sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat. Suasana akan menjadi tidak kondusif, apalagi kalau soal agama.Â
Biasanya, persoalan keagamaan yang bergejolak di masyarakat lebih erat kaitannya dengan masalah politik. Seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu yang menampilkan sosok Ahok sebagai salah satu peserta pilkada yang beragama nonmuslim.
 Isu seketika digodog oleh oknum tertentu yang kemudian menjadi viral. Buntutnya, di putaran kedua Ahok kalah, padahal menang di putaran pertama. Apalagi di DKI Jakarta yang notabene nya daerah dengan multikulturalisme tinggi, di mana terdapat berbagai macam orang yang berasal dari berbagai daerah, suasana politik sangat rawan diobrak-abrik oleh kelompok orang yang haus akan kekuasaan.Â
Hoax: Musuh Kita Bersama
Maraknya berita hoax menjadi masalah dalam lingkungan anak muda masa kini. Orang bisa saja terprovokasi dengan suatu berita hoax yang tersebar di mana-mana.Â
Hoax berawal dari sebuah isu yang dibesar-besarkan. Ketika ada sekelompok orang yang tidak suka dengan orang lain, umumnya tokoh publik, maka hoax akan langsung didengungkan. Berawal dari hal itu, ujaran-ujaran kebencian pun akan muncul untuk memprovokasi masyarakat. Negeri yang sudah tenteram mengenai persoalan agama kembali gaduh. Orang kemudian menjadi terprovokasi dan saling membenci satu sama lain.
Ujaran kebencian bisa dipelintir sedemikian rupa sampai ke ranah hukum. Ada yang melaporkan lalu penegak hukum pun memprosesnya. Sehingga seolah-olah kasus yang terjadi benar-benar melanggar hukum. Hukum menjadi abu-abu karena tidak terlihat apakah sebenarnya benar atau salah. Tidak kelihatan mana orang yang benar mana orang yang salah. Yang benar sebenarnya salah, dan sebaliknya yang salah bisa saja menjadi benar. Hukum menjadi komoditas politik di negeri ini.
Oleh sebab itu, hoax adalah musuh kita bersama. Musuh berasama berarti harus ditumpas bersama. Banyak lembaga yang sudah mengkampanyekan masyarakat untuk bersama-sama melawan hoax. Khususnya aparat kepolisian, lembaga keamanan di Indonesia itu sangat gencar mengedukasi masyarakat agar tidak termakan oleh isu hoax karena bisa merepotkan polisi. Walau pun sudah menjadi tugas polisi, tapi yang namanya hoax akan selalu merepotkan jika sudah menyebar luas.
Lawan Hoax dengan Tabayun