Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menteri Agama dalam Balutan Budaya Tabayun

29 Juli 2018   10:05 Diperbarui: 29 Juli 2018   10:12 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via satuharapan.com

Sebagai seorang menteri yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), ada baiknya untuk selalu membawa karakter NU. Saya akan terus membudayakan tabayun ketika terdapat berita yang  diketahui belum tentu benar. Artinya, budaya untuk mencari tahu kebenaran suatu berita perlu dibiasakan di masyarakat sebelum mencerna suatu berita. Jangan sampai belum mendapatkan kepastian terhadap suatu berita tetapi malah sudah ikut menyebarkannya.

Hoax yang berawal dari ujaran kebencian akan berujung di media sosial. Media yang dipakai oleh para oknum pemecah belah kerukunan masyarakat hampir semuanya digunakan. Dan taukah siapa yang menjadi sasaran? Tentu saja kalangan muda yang menjadi pengguna mayoritas media sosial negeri ini. Selain sifat anak muda yang masih labil, artinya mudah terpancing emosi, anak muda juga bisa dijadikan bibit penumbuh ujaran kebencian. Jika sudah benci, maka akan gampang untuk disusupi pikirannya kemudian tinggal diajak untuk ikut demo. Karena pada hakikatnya, orang tidak akan mengajak orang tua untuk demo. Mereka akan mengajak anak-anak muda yang energi nya masih fit dan mau untuk menjadi relawan. Oleh karena itu, anak muda jangan mudah terprovokasi oleh suatu berita.

Gus Dur dan NU membiasakan kita untuk tabayun ketika mendapati berita atau informasi yang belum kita ketahui kebenarannya. Sebagai menteri agama dengan jangkauan luas, maka budaya tabayun bisa dimulai dari media sosial yang dipakai agar masyarakat juga mengikutinya. 

The best leader is lead by example. Kurang lebih begitu istilahnya. Pemimpin terbaik adalah pemimpin yang memimpin dengan contoh. Bisa saja sebagai seorang menteri difitnah dengan isu ini-itu oleh oknum tertentu. Maka, tabayun lah terhadap isu yang menjadi permasalahan tersebut.

Budaya tabayun yang didengungkan lewat media sosial akan berdampak pada keikutsertaan masyarakat untuk tidak langsung menyebarkan berita ketika sedang membaca di media sosial. Orang akan lebih dulu meng-cross cheeck berita tersebut, kalau benar bisa disebarluaskan, kalau meragukan jangan disebar. Karena hanya akan menambah gaduh. Dengan budaya tabayun orang juga akan lebih terbiasa untuk selalu mencari informasi dari sumber-sumber yang terpercaya agar tidak mudah terprovokasi oleh berita hoax. 

Membuka Hati Nurani Oposisi

Orang yang berada di luar pemerintahan, secara politik adalah oposisi. Oposisi ini memiliki banyak pengikut dan simpatisan. Ujaran kebencian yang menjadi hoax akan didengungkan oleh para perusak ketenteraman masyarakat. Oposisi yang baik adalah oposisi yang mengritik secara terbuka, mengakui argumennya, dan bekerja dengan transparan. Belakangan, isu agama dijadikan komoditas politik oleh oknum oposisi yang menjadikan para simpatisan nya termakan oleh berita hoax. 

Hati nurani setiap orang sebenarnya sama, menyukai kebenaran. Namun, sebagai manusia yang memiliki hawa nafsu, terkadang kita menjadi khilaf, sehingga termakan oleh isu dengan konten negatif berbau hoax. Menteri agama harus bisa merangkul semua kalangan, termasuk orang yang berseberangan dengan pemerintah. 

Secara political position, menteri agama adalah anak buah presiden yang mengurus tentang persoalan keagamaan. Masalahnya, persoalan keagamaan ini rentan digunakan untuk memunculkan berita hoax yang ujung-ujungnya akan membuat masyarakat terprovokasi dan kemudian menjadi gaduh.  Apalagi, sudah mendekati tahun 2019 yang menjadi tahun politik. Maka, menteri agama harus bisa merangkul semua kalangan dan menguatkan kebersamaan antarumat beragama.

Ketika hati nurani oposisi bisa tersadarkan dengan tangkalan isu hoax, maka akan lebih mudah mengontrol kondisi keberagamaan di Indonesia. Setiap elemen masyarakat akan bersatu melawan hoax dan ujaran kebencian. Para pemuka dan tokoh agama akan menjadi panutan yang benar dalam koridor kesatuan. Masyarakat pun tidak mudah terprovokasi dan menjadikan ketenteraman di Indonesia sebagai sebuah kondisi ideal umat beragama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun