Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menteri Agama dalam Balutan Budaya Tabayun

29 Juli 2018   10:05 Diperbarui: 29 Juli 2018   10:12 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memiliki Pak Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama. Sebagai orang yang bertanggung jawab atas persoalan keagamaan, menteri agama coba saya andaikan dalam diri saya. Ada beberapa hal yang akan saya lakukan terkait dengan permasalahan ujaran kebencian, berita hoax, dan berperilaku di media sosial. Hal ini ada kaitannya dengan aksi-aksi yang dapat memecah belah harmonisasi kerukunan umat beragama di Indonesia.

Media sosial menjadi muara dalam persoalan yang kaitannya dengan hoax dan ujaran kebencian. Orang bisa dengan cepat membaca berita ketika ada sesuatu yang viral di media sosial. 

Awalnya hanya kejadian biasa, tetapi dengan olahan ujaran kebencian dan berita-berita palsu, sekelompok oknum kemudian 'menggoreng' suatu kejadian hingga menjadi tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Selanjutnya tinggal diviralkan di media sosial dan media-media televisi maupun elektronik pun akan memburu berita tersebut. Dan ketika publik sudah membaca, berita akan lebih viral lagi sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat. Suasana akan menjadi tidak kondusif, apalagi kalau soal agama. 

Biasanya, persoalan keagamaan yang bergejolak di masyarakat lebih erat kaitannya dengan masalah politik. Seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta tahun lalu yang menampilkan sosok Ahok sebagai salah satu peserta pilkada yang beragama nonmuslim.

 Isu seketika digodog oleh oknum tertentu yang kemudian menjadi viral. Buntutnya, di putaran kedua Ahok kalah, padahal menang di putaran pertama. Apalagi di DKI Jakarta yang notabene nya daerah dengan multikulturalisme tinggi, di mana terdapat berbagai macam orang yang berasal dari berbagai daerah, suasana politik sangat rawan diobrak-abrik oleh kelompok orang yang haus akan kekuasaan. 

Hoax: Musuh Kita Bersama

Maraknya berita hoax menjadi masalah dalam lingkungan anak muda masa kini. Orang bisa saja terprovokasi dengan suatu berita hoax yang tersebar di mana-mana. 

Hoax berawal dari sebuah isu yang dibesar-besarkan. Ketika ada sekelompok orang yang tidak suka dengan orang lain, umumnya tokoh publik, maka hoax akan langsung didengungkan. Berawal dari hal itu, ujaran-ujaran kebencian pun akan muncul untuk memprovokasi masyarakat. Negeri yang sudah tenteram mengenai persoalan agama kembali gaduh. Orang kemudian menjadi terprovokasi dan saling membenci satu sama lain.

Ujaran kebencian bisa dipelintir sedemikian rupa sampai ke ranah hukum. Ada yang melaporkan lalu penegak hukum pun memprosesnya. Sehingga seolah-olah kasus yang terjadi benar-benar melanggar hukum. Hukum menjadi abu-abu karena tidak terlihat apakah sebenarnya benar atau salah. Tidak kelihatan mana orang yang benar mana orang yang salah. Yang benar sebenarnya salah, dan sebaliknya yang salah bisa saja menjadi benar. Hukum menjadi komoditas politik di negeri ini.

Oleh sebab itu, hoax adalah musuh kita bersama. Musuh berasama berarti harus ditumpas bersama. Banyak lembaga yang sudah mengkampanyekan masyarakat untuk bersama-sama melawan hoax. Khususnya aparat kepolisian, lembaga keamanan di Indonesia itu sangat gencar mengedukasi masyarakat agar tidak termakan oleh isu hoax karena bisa merepotkan polisi. Walau pun sudah menjadi tugas polisi, tapi yang namanya hoax akan selalu merepotkan jika sudah menyebar luas.

Lawan Hoax dengan Tabayun

Sebagai seorang menteri yang berasal dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), ada baiknya untuk selalu membawa karakter NU. Saya akan terus membudayakan tabayun ketika terdapat berita yang  diketahui belum tentu benar. Artinya, budaya untuk mencari tahu kebenaran suatu berita perlu dibiasakan di masyarakat sebelum mencerna suatu berita. Jangan sampai belum mendapatkan kepastian terhadap suatu berita tetapi malah sudah ikut menyebarkannya.

Hoax yang berawal dari ujaran kebencian akan berujung di media sosial. Media yang dipakai oleh para oknum pemecah belah kerukunan masyarakat hampir semuanya digunakan. Dan taukah siapa yang menjadi sasaran? Tentu saja kalangan muda yang menjadi pengguna mayoritas media sosial negeri ini. Selain sifat anak muda yang masih labil, artinya mudah terpancing emosi, anak muda juga bisa dijadikan bibit penumbuh ujaran kebencian. Jika sudah benci, maka akan gampang untuk disusupi pikirannya kemudian tinggal diajak untuk ikut demo. Karena pada hakikatnya, orang tidak akan mengajak orang tua untuk demo. Mereka akan mengajak anak-anak muda yang energi nya masih fit dan mau untuk menjadi relawan. Oleh karena itu, anak muda jangan mudah terprovokasi oleh suatu berita.

Gus Dur dan NU membiasakan kita untuk tabayun ketika mendapati berita atau informasi yang belum kita ketahui kebenarannya. Sebagai menteri agama dengan jangkauan luas, maka budaya tabayun bisa dimulai dari media sosial yang dipakai agar masyarakat juga mengikutinya. 

The best leader is lead by example. Kurang lebih begitu istilahnya. Pemimpin terbaik adalah pemimpin yang memimpin dengan contoh. Bisa saja sebagai seorang menteri difitnah dengan isu ini-itu oleh oknum tertentu. Maka, tabayun lah terhadap isu yang menjadi permasalahan tersebut.

Budaya tabayun yang didengungkan lewat media sosial akan berdampak pada keikutsertaan masyarakat untuk tidak langsung menyebarkan berita ketika sedang membaca di media sosial. Orang akan lebih dulu meng-cross cheeck berita tersebut, kalau benar bisa disebarluaskan, kalau meragukan jangan disebar. Karena hanya akan menambah gaduh. Dengan budaya tabayun orang juga akan lebih terbiasa untuk selalu mencari informasi dari sumber-sumber yang terpercaya agar tidak mudah terprovokasi oleh berita hoax. 

Membuka Hati Nurani Oposisi

Orang yang berada di luar pemerintahan, secara politik adalah oposisi. Oposisi ini memiliki banyak pengikut dan simpatisan. Ujaran kebencian yang menjadi hoax akan didengungkan oleh para perusak ketenteraman masyarakat. Oposisi yang baik adalah oposisi yang mengritik secara terbuka, mengakui argumennya, dan bekerja dengan transparan. Belakangan, isu agama dijadikan komoditas politik oleh oknum oposisi yang menjadikan para simpatisan nya termakan oleh berita hoax. 

Hati nurani setiap orang sebenarnya sama, menyukai kebenaran. Namun, sebagai manusia yang memiliki hawa nafsu, terkadang kita menjadi khilaf, sehingga termakan oleh isu dengan konten negatif berbau hoax. Menteri agama harus bisa merangkul semua kalangan, termasuk orang yang berseberangan dengan pemerintah. 

Secara political position, menteri agama adalah anak buah presiden yang mengurus tentang persoalan keagamaan. Masalahnya, persoalan keagamaan ini rentan digunakan untuk memunculkan berita hoax yang ujung-ujungnya akan membuat masyarakat terprovokasi dan kemudian menjadi gaduh.  Apalagi, sudah mendekati tahun 2019 yang menjadi tahun politik. Maka, menteri agama harus bisa merangkul semua kalangan dan menguatkan kebersamaan antarumat beragama.

Ketika hati nurani oposisi bisa tersadarkan dengan tangkalan isu hoax, maka akan lebih mudah mengontrol kondisi keberagamaan di Indonesia. Setiap elemen masyarakat akan bersatu melawan hoax dan ujaran kebencian. Para pemuka dan tokoh agama akan menjadi panutan yang benar dalam koridor kesatuan. Masyarakat pun tidak mudah terprovokasi dan menjadikan ketenteraman di Indonesia sebagai sebuah kondisi ideal umat beragama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun