Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Lampu Tembak, Solidaritas Sesama Pengguna Jalan Raya

1 Mei 2018   05:26 Diperbarui: 1 Mei 2018   05:55 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak sore hari hujan sudah turun membasahi Kota Cilacap, kota tempat saya bekerja. Saya orang desa yang bekerja di kota. Perlu waktu sekitar 40 menitan (kurang lebih) untuk PP setiap harinya. 

Bagi orang yang tidak terbiasa berada di jalanan alias mengendarai kendaraan bermotor dalam jarak yang jauh, itu akan terasa sangat melelahkan. Membayangkan setiap hari berangkat dan pulang kerja dengan jarak yang cukup jauh. 

Tetapi, dengan berbagai macam alasan saya tetap menekuni rutinitas bekerja dengan segala macam dinamikanya setiap hari. Setidaknya saya sedikit lebih beruntung jika dibandingkan dengan para pekerja di kota metropolitan seperti Jakarta. Mereka juga menempuh jarak yang jauh dari rumah untuk sampai ke tempat kerja. 

Meskipun pilihan transportasi nya lebih beragam dan tersedia lebih lengkap, bagaimana pun juga yang namanya kehidupan di Jakarta -- (mungkin) untuk sampai beberapa tahun ke depan -- tidak bisa lepas dari yang namanya macet. Dan macet adalah hal yang sangat membosankan, apalagi ketika terjebak macet dengan menggunakan motor dan hujan. Lengkap sudah ujiannya. Di sini macet hanya terjadi di beberapa titik dan di waktu serta momen tertentu, seperti perbaikan jalan, penutupan jalan karena ada acara, atau pun di beberapa persimpangan lampu merah.

Panas, terik, hujan, seperti sudah menjadi sahabat sehari-hari bagi saya. Mungkin seperti yang dirasakan para bikers ojek online yang dalam kurun waktu satu tahun terakhir mulai beroperasi di wilayah Kota Cilacap. 

Kecepatan laju berkendara saya pun bervariasi. Normalnya, saya akan lebih lambat ketika pulang kerja karena berkendara di sore atau malam hari. Ini secara otomatis akan mempengaruhi jarak pandang berkendara. 

Apalagi di beberapa titik jalan ketika keluar dari batas kota banyak jalan yang belum terpasang lampu di pinggirnya. Atau sudah ada tiang lampu, tetapi lampunya tidak menyala entah karena rusak atau konslet yang belum kunjung diperbaiki.

Berkendara adalah Soal Persiapan

Memakai kendaraan, baik itu roda dua ataupun roda empat memerlukan pemahaman tentang lalu lintas dan mengenai kondisi kendaraan si pengendara. Seperti hal nya yang disampaikan oleh pihak kepolisian, bahwa menjadi pengendara yang baik adalah dengan menjadi pelopor keselamatan berlalu lintas. 

Hal itu dimulai dari diri kita sendiri ketika mengendarai kendaraan di jalan raya. Kita perlu berhati-hati dalam berkendara dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas yang ada. Selain pula melengkapi surat-surat kendaraan, kita juga -- setidaknya untuk pengendara jarak jauh -- harus melengkapi aksesoris berkendara untuk keamanan diri kita. 

Biasanya ini juga dilakukan oleh para pemudik yang menggunakan sepeda motor dalam jarak yang cukup jauh. Juga tentunya untuk pengendara jarak jauh yang sehari-hari menggunakan sepda motor. Perlengkapan sepele seperti sarung tangan, jaket berkendara, dan masker ternyata cukup penting untuk dipakai agar kita merasa nyaman dan aman dalam berkendara. Itu dari perspektif pengendara. 

Dari perspektif stakeholders, tentu saja kita para pengendara juga mengingnkan jalanan yang mulus, mempunyai penerangan yang baik, rambu-rambu lalu lintas tersedia, serta petunjuk arah yang lengkap. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi stakeholders terkait untuk membantu menunjang keselamatan berlalu lintas.

Pesan Solidaritas dalam Berkendara

Hal kecil yang saya soroti dalam berlalulintas adalah perihal lampu sorot jarak jauh (saya biasa menyebutnya lampu tembak). Baik ketika kita menggunakan mobil maupun motor, ketika berpapasan dengan kendaraan lain biasanya kita akan merasa terganggu oleh pancaran lampu tembak yang sangat silau di mata, sehingga pandangan kita menjadi terganggu. 

Apalagi ketika berada di jalanan yang penerangannya buruk. baiknya, kita bisa lebih bijak menggunakan lampu tembak, seperti misalnya di tikungan, ketika jarak pandang kurang terlihat jelas, atau mungkin bisa dimaklumi kalau di siang hari. Toh juga kita diwajibkan untuk menyalakan lampu kendaraan bagi sepeda motor di siang hari.

Banyak orang yang entah lupa atau betul-betul memerlukan penggunaan lampu tembak, tetapi justru mengganggu pengendara lain yang berlawanan arah dengannya. Karena pancaran lampunya sangat silau dan justru malah bisa (jangan sampai) menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan.  

Dari hal sederhana seperti lampu saja kita bisa belajar mengenai solidaritas antarsesama pengendara. Jalanan adalah milik umum, maka berkendaralah dengan bijak. Hargai dan hormati sesama pengendara di jalan. 

Setidaknya, jika kita bisa menjadi pelopor dalam berlalulintas, kita juga bisa bersolidaritas dengan sesama pengguna jalan raya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun