Talal Asad adalah seorang mualaf yang dikenal luas di kalangan sarjana dan intelektual Muslim. Karya-karyanya dalam bidang antropologi telah menuai banyak pujian sekaligus kritik. Ia menempuh pendidikan di Pakistan dan Inggris, hingga meraih gelar doktor dari Oxford University pada tahun 1968. Saat ini, ia menjabat sebagai Profesor Antropologi Terkemuka di Graduate Center of the City University of New York.Â
Tulisan ini akan membahas salah satu karya Talal Asad yang berjudul Genealogies of Religion: Discipline and Reasons of Power in Christianity and Islam (1993). Fokus pembahasan adalah genealogi agama serta perdebatan terkait pendefinisian agama. Dalam karyanya, Talal Asad secara kritis mengulas gagasan Clifford Geertz, terutama terkait pendekatan Geertz terhadap simbol dan agama. Menurut Talal, asal-usul agama adalah produk sejarah yang terbentuk dalam konteks budaya modernitas dan sekularisasi. Ia juga menelaah berbagai definisi agama dengan pendekatan yang kritis.Â
Berikut adalah poin-poin utama kritik Talal Asad terhadap pemikiran Geertz:Â
1.  Pemaknaan Simbol  Â
Talal menegaskan bahwa pendekatan Geertz terhadap simbol tidak cukup hanya berfokus pada studi tentang orisinalitas dan fungsi simbol dalam mencari makna. Ia berpendapat bahwa argumen Geertz kurang relevan karena simbol harus dilihat sebagai representasi dari realitas sosial dan psikologis.Â
2.  Disposisi yang Dibawa Simbol  Â
Talal mengkritik pandangan Geertz yang menyatakan bahwa simbol dapat membawa penganut agama pada disposisi tertentu, seperti tendensi, kapasitas, propensi, keterampilan, kebiasaan, kecenderungan, dan kontrol diri.Â
3.  Simbol dan Motivasi Religius  Â
 Menurut Talal, simbol tidak selalu menciptakan suasana hati (mood) dan motivasi (motivation). Bahkan jika simbol menghasilkan suasana hati dan motivasi, hal itu tetap menjadi simbol. Ia menekankan bahwa suasana hati atau emosi religius tidak dapat digeneralisasi karena setiap individu memiliki pengalaman yang unik.Â
4. Konstruksi Agama sebagai Kategori Antropologi  Â
Talal menyoroti bahwa tidak ada definisi agama yang dapat disepakati oleh semua pihak. Hal ini bukan karena agama memiliki syariat yang berbeda-beda, melainkan karena definisi agama itu sendiri merupakan produk kesejarahan yang dibentuk oleh berbagai wacana diskursif.Â