Mohon tunggu...
Ahmad Edi Prianto
Ahmad Edi Prianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - 👨‍🎓 Social Welfare Science

Hanya individu biasa yang hidup ditengah lapisan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Election Stress Disorder, Kecemasan Diri Menghadapi Situasi Menjelang Pemilihan Umum

31 Oktober 2023   11:30 Diperbarui: 31 Oktober 2023   11:35 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan umum (pemilu) semakin dekat, Indonesia saat ini tengah berhadapan dengan berbagai persiapan pencalonan presiden dan wakil presiden periode tahun 2024 hingga 2029. Tentu saja, masyarakat memiliki peran yang penting dalam partisipasi untuk menyalurkan dan memberikan hak suarannya.

Tahun ini pemilu  akan semakin menarik karena kontestasi kali ini dihadapkan dengan 3 (tiga) pasang pasangan calon, berbeda dari tahun 2014 dan 2019 yang hanya dihadapkan dengan 2 (dua) pasangan calon. Yang pasti, dukungan masyarakat akan terbagi menjadi 3 (tiga). 

Seseorang yang telah memiliki pilihan dukungan, akan terus mengikuti perkembangan yang sedang dilalui oleh pasangan calon yang didukungnya. Seseorang tersebut bahkan akan memberikan berbagai pujian, pembelaan, dan sanjungan kepada pasangan calon yang didukungnya.

Terlebih, kefanatikan seseorang terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukungnya terus menerus membuatnya tidak ingin terlepas dari pemberitaan mengenai sosok yang sedang di dukungnya. 

Bukan hanya sekedar dukungan, kefanatikan ini akan membuat seseorang menganggap bahwa suasana pemilu ini sudah benar-benar menjadi bagian dari sisi kehidupannya.

Sehari saja tanpa pemberitaan sosok yang didukungnya di gelaran pemilu, rasanya seperti ada yang kurang dan mengganjal dalam hidupnya. Terpecahnya masyarakat menjadi 3 (tiga) dukungan memberikan efek yang begitu mendalam bagi masing-masing pendukungnya untuk memperjuangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan segala cara.

Tidak menampik kemungkinan bahwa perbedaan dukungan itu memang menciptakan perpecahan di kalangan masyarakat. Saling serang argumentasi, saling membuat narasi kebencian, menghina fisik dan mental, bahkan hingga menghina faktor kesehatan. 

Tentu sebagai pendukung, seseorang tidak terima dengan apa yang sedang diberitakan sehingga seseorang tersebut akan berupaya untuk membela mati-matian sosok yang didukungnya.

Kekhawatiran dan obsesi yang terus-menerus datang dalam benak seseorang pendukung terhadap sosok pasangan calon presiden dan wakil presiden yang didukungya, hingga menyebabkan munculnya gangguan kesehatan mental yang menyebar ke semua bidang kehidupannya. Kecemasan dan perilaku stress akan muncul sebagai gangguan mental di masa-masa menjelang pemilihan umum, salah satunya adalah Election Stress Disorder.

Election Stress Disorder adalah ketegangan dan kekhawatiran seseorang terhadap situasi pemilihan umum yang sedang terjadi,  sehingga memunculkan kecemasan diri yang dipicu oleh berbagai peristiwa selama proses pemilihan umum. Kecemasan tersebut memicu perasaan yang campur aduk dengan segala isu, insiden, perpecahan, serta pemberitaan yang terus bermunculan mengenai sosok yang akan didukung.

Meskipun bukan merupakan penyakit resmi dalam dunia kesehatan mental, namun gangguan Election Stress Disorder telah menunjukkan bahwa politik pada dasarnya adalah sumber stress yang kronis dalam diri manusia, sehingga tidak mengherankan bagi para pakar kesehatan mental menganggap bahwa pemilu adalah salah satu hal penyebab yang dapat memicu munculnya kecemasan kronis.

Pada dasarnya, stress adalah cara tubuh seseorang memberi tahu bahwa dirinya sedang mengalami terlalu banyak hal yang dipikirkan. Hal itu memberikan efek kurang baik dalam kesehatan mental seseorang, karena seseorang akan terus-menerus mengekspos dirinya dalam tekanan berfrekuensi tinggi yang mendorong kemampuannya melampai batasan yang bisa diterima oleh daya pikir normal hingga menciptakan kecemasan dan kekhawatiran yang tidak bisa dibendung oleh diri seseorang.

Seperti bentuk stress dan kecemasan pada umumnya, stress yang berhubungan dengan kontestasi pemilihan umum juga berdampak pada hubungan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya yang membuat seseorang tersebut  menjadi lebih reaktif, mudah tersinggung, atau menarik diri.  

Kecemasan akibat pemilu juga membuat seseorang bisa mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada kecemasan yang biasanya dirinya rasakan, terlebih jika seseroang tersebut melihat pihak lain yang tidak didukungnya memenangkan kontestasi pemilu tersebut.

Tidak terima sosok yang didukugnya di hujat, melakukan pembelaan, adu argumentasi dan narasi, adu hujatan, saling menciptakan berita palsu (hoax), memikirkan sosok yang didukungnya pagi-siang-malam, tidak bisa terlepas dari pemberitaan sosok yang didukung, takut sosok yang didukungnya kalah dalam kontestasi, hingga pasang badan bagi sosok yang didukungnya. 

Beberapa contoh tersebut merupakan kondisi yang mungkin seseorang sebut biasa saja, namun jika kondisi itu memicu kecemasan dan pikiran yang terlalu over maka itulah tandanya bahwa mental dan proses berfikir seseorang tersebut telah mengalami guncangan dan gangguan yang tidak sehat.

Bukan hanya bagi para pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden, gangguan Election Stress Disorder juga bisa memicu kondisi stress pada orang-orang yang tidak mengikuti hiruk-pikuk dunia politik. 

Menjelang pemilihan umum orang-orang yang tidak mengikuti perkembangan di dunia politik banyak disuguhkan pemberitaan politik, bahkan bukan hanya di media pemberitaan, berita politik juga ditanyangkan di televisi setiap hari, dan telah masuk di setiap media sosial yang berkembang.

Stress hanya menciptakan lebih banyak ketegangan ke seluruh aspek kehidupan dalam diri kita. Hentikan aliran negatif dengan menyalurkan waktu, energi, dan upaya ke arah yang lebih bersifat positif karena hidup dengan terlalu banyak stress bukanlah sesuatu yang baik.

Jangan biarkan tekanan pemilu memengaruhi kualitas hubungan kita dengan orang lain. Sedikit kesampingkan politik, fokuslah pada nilai-nilai bersama dan aspek positif yang dimiliki dalam setiap hubungan. 

Jangan pernah terpecah karena perbedaan sosok yang didukung, jangan pernah terpecah karena sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Tidak perlu mengorbankan pertemanan, persahabatan, dan kekeluargaan dengan situasi pemilihan umum yang mengantarkan kita dalam suatu proses yang rumit.

Berpolitik dan mendukung sosok dalam politik bukanlah suatu kesalahan (tentu saja, karena Indonesia dalah negara demokrasi), namun jangan sampai kita menjadi pribadi yang angkuh dan antipati terhadap sosok yang lain. Hindari segala jenis pemberitaan palsu (hoax), atau setidaknya jangan sampai kita menjadi salah satu diantara banyaknya penyebar berita palsu.

Jadikan proses pemilihan umum (pemilu) sebagai ajang persahabatan dan ikatan sosial yang seharusnya memberi kita kegembiraan, bukan menjadi faktor munculnya sumber stress dan kecemasan. Jika kecemasan akibat dari pemberitaan pemilu muncul dalam diri kita, cobalah  batasi konsumsi berita dan media sosial mengenai dunia perpolitikan secara keseluruhan.

Dukunglah dukungan kalian seperlunya, jangan sampai mengebu-gebu dan terlalu fanatik sehingga menciptakan perpecahan. Percayalah bahwa sosok yang kalian dukung akan memenangi kotestasi pemilu, tanpa ada unsur perpecahan antar pendukung. Meski ternyata tokoh-tokoh yang berseberangan akhirnya berangkulan, sebagian kerusakan di kalangan pendukung tetap tak terpulihkan. Semoga kita semua bisa belajar dari peristiwa yang lalu. 

Jangan sampai kita terpecah belah karena politik, dan jangan sampai kita sakit karena politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun