Pernahkah ada sekelumit pikiran dibenak kita, yang membayangkan betapa membingungkannya kehidupan yang sedang kita rasakan saat ini? Banyak sekali situasi maupun musibah yang terjadi dalam kehidupan kita. Namun karena berbagai hal, kita hanya bisa diam, pasrah, menerima, dan berpangku tangan terhadap semua yang telah terjadi dalam kehidupan kita. Ada kalanya suasana hati selalu bertanya, bagaimana caranya agar diri ini selalu ikhlas dalam menjalani perjalanan hidup.
Setiap perjalanan seorang manusia, pastinya memiliki banyak harapan-harapan dalam setiap perjalanan hidupnya. Namun, seseorang harus bisa menerima bahwa seringkali harapan yang kita dapat seringkali berbeda dengan kenyataan yang sedang terjadi.
Salah satu sifat dasar yang negatif dalam diri manusia adalah selalu menggambarkan, bahwa setiap harapan harus sesuai dengan kenyataan. Ketika harapan yang terjadi tidak sesuai dengan keinginannya, muncullah sikap denial yang membuat seseorang sangat sulit menerima kenyataan.
Sikap denial tersebut menjadi sebuah gangguan dalam proses hidup seseorang, bahkan bisa jadi akan menganggu kondisi kesehatan mental dan fisik dalam diri seseorang tersebut. Ketidakmampuan seseorang membedakan harapan dan kenyataan, menjadikan seseorang tidak bisa menerima situasi dan kondiri yang sedang dirinya terima.
Ikhlas, selalu menjadi cara untuk menyadarkan diri dalam segala situasi yang dinilai sangat sulit. Karena dengan ikhlas, sesuatu yang kita rasakan tidak akan berjalan dalam suatu keterpaksaan.
Hal ini juga tersirat dalam filosofi jawa yang dapat diambil pembelajaran didalamnya, yaitu "Nrimo ing Pandum". Sebuah filosofi jawa yang menggambarkan arti dari keikhlasan, ketulusan, kebesaran hari dengan menerima segala kenyataan -- kenyataan yang telah terjadi dalam setiap kehidupan seseorang.
Menerima dengan Ikhlas dan Bersyukur
Jika diterjemahkan, "Nrimo" dalam bahasa Indonesia berarti menerima, sedangkan "Pandum" dalam bahasa Indonesia berarti pemberian. Maka dari itu, secara garis besar, filosofi jawa "Nrimo ing Pandum" memiliki makna menerima segala bentuk pemberian.
Filosofi tersebut bertujuan untuk membantu diri seseorang untuk menemukan kenyataan bahwa segala hal yang telah terjadi, baik itu yang diharapkan atau tidak diharapkan merupakan suatu langkah dari kehendak tuhan sebagai sang pencipta dan kita harus menerimanya dengan keadaan yang ikhlas.
Setiap kehidupan pasti memiliki situasi sulit yang penuh dengan musibah dan permasalahan, dan sudah menjadi tugas seseorang manusia untuk menyikapi apapun yang terjadi dalam setiap kesulitannya.
Dalam filosofi jawa "Nrimo ing Pandum" terdapat sebuah makna yang bernilai nasihat mengenai jalan keluar dari sebuah kesulitan, dimana dibalik suatu kesulitan pasti terdapat sebuah hikmah dan keyakinan terhadap hikmah itu menuntun seseorang kepada jalan keluar yang akan menyelesaikan segala kesulitan dan permasalahan yang ada.
Filosofi jawa tersebut bukan hanya menuntun dan membantu seseorang dalam menemukan keikhlasan, tetapi juga menjadikannya sebagai sebuah pedoman hidup sehari -- hari untuk tetap bersyukur dalam kenyataan yang telah diberikan oleh tuhan.
Secara fisiologis, menerima kenyataan yang ada adalah reaksi diri sebagai bentuk rasa mendewasakan diri dengan ketulusan yang tercipta dalam mental dan fisik seseorang.
Bukan sebagai Bentuk Keberpasrahan Diri
Dalam sebuah konsep "Nrimo ing Pandum" bukan hanya bermakna sebagai menerima segala sesuatu dengan apa adanya begitu saja, melainkan seseorang harus memiliki usaha -- usaha atau ikhtiar terlebih dahulu sebelum menerima kenyataan yang ada. Konsep dari filosofi jawa tersebut bukan serta merta menerima kenyataan begitu saja, melainkan menerima kenyataan sebagai langkah terakhir.
Dengan kata lain bahwa "Nrimo ing Pandum" bukan memberikan kesan pasif untuk memasrahkan diri, melainkan merupakan langkah langkah pamungkas atau terakhir setelah seseorang telah melakukan usaha dan upaya untuk keluar dalam kesulitan dan permasalahan yang sedang dialaminya.
Sekali lagi, konsep "Nrimo ing Pandum" bukan untuk memasrahkan diri tetapi sebagai bentuk rasa syukur terhadap usaha dan ikhtiar yang telah dilakukan seseorang sebelumnya untuk memberbaiki kenyataan hidupnya.
Nrimo ing Pandum merupakan filosofi jawa yang menyadarkan diri seseorang, bahwa manusia tidak harus memiliki harapan yang tinggi sehingga melupakan kehendak tuhan.
Filosofi jawa tersebut juga tidak mengajarkan seseorang untuk berpangku tangan terhadap keputus-asaan, melainkan menuntun seseorang untuk menerima suatu harapan yang tidak terwujud secara legowo dan tidak berlarut -- larut dalam kesedihan yang menyebabkan munculnya masalah kesehatan mental dan fisik dalam diri seseorang.
Dalam berbagai hal, filosofi jawa "Nrimo ing Pandum" memiliki filosofi jawa lain sebagai bentuk tindak lanjut, yaitu "Makaryo ing Nyoto" atau dalam bahasa Indonesia berarti bekerja secara nyata.
Filosofi tersebut pada akhirnya bisa disematkan secara bersamaan dengan bunyi "Nrimo ing Pandum, Makaryo ing Nyoto" yang jika diterjemahkan akan memiliki makna menerima segala pemberian setelah bekerja secara nyata.
Maka untuk menghindari kesalahpahaman dan mispersepsi yang menimbulkan suatu bentuk kepasifan, filosofi "Nrimo ing Pandum" ini lebih cocok diterapkan untuk langkah terakhir untuk menerima dengan ikhlas dan beryukur tetang hasil usaha dan ikhtiar terakhir yang dilakukan oleh seseorang.
Manusia tidak bisa melawan takdir dan manusia juga tidak bisa menentang setiap langkah yang sudah digariskan oleh sang pencipta, tetapi manusia bisa berikhtiar atau berusaha. Ketika usaha telah dilakukan dan hasilnya tetap tidak sesuai dengan harapan, maka filosofi jawa "Nrimo ing Pandum" bisa menjadi gerbang sebagai pembelajaran sifat ikhlas dalam setiap perjalanan hidup. Ikhlas tidak akan membawa seseorang kepada jalan keputus-asaan, tapi ikhlas bisa membawa seseorang kepada fase hidup yang lebih tenang, tulus, dan bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H