Perkembangan teknologi dan informasi pada saat ini sedang berkembang dengan sangat pesat, hal tersebut secara tidak sadar telah mempengaruhi cara seseorang untuk hidup dan berpikir dalam kehidupan sehari-harinya sebagai suatu masyarakat. Namun, perkembangan pemberitaan dan informasi yang negatif menyebabkan seseorang mengubah presepsinya terhadap suatu hal. Pola pikir yang terpengaruhi oleh pemberitaan negatif, jelas menciptakan timbulnya spekulasi dan penafsiran yang salah.
Pola pikir yang terpengaruh oleh hal negatif akan menciptakan proses berpikir yang buruk, kemudian keburukan tersebut memberikan dampak yang tidak baik terhadap diri seseorang maupun orang yang berada disekitarnya. Seseorang akan gampang memanipulasi dan termanipulasi oleh suatu keadaan, yang tujuannya digunakan untuk menarik simpati orang lain agar memiliki pemikiran yang sama dengannya. Secara tidak sadar, seseorang yang mengandalkan pola pikir yang manipulatif tersebut akan terjebak dalam sebuah bentuk kesesatan berpikir atau logical fallacy.
Logical fallacy adalah suatu bentuk kesalahan, kekeliruan, kesesatan, dan ketidakmampuan seseorang dalam berpikir atau berlogika mengenai sebuah penafsiran yang digunakan untuk melindungi, membenarkan, dan mempengaruhi suatu hal dengan argumentasi - argumentasi yang tidak masuk akal, hoax, dan bersifat omong kosong. Dalam beberapa pengartian, logical fallacy lebih dikenal dengan istilah kesesatan berpikir.
Kesesatan berpikir membuat seseorang memahami dan memberikan argumentasi yang tidak memiliki dasar, kemudian argumentasi tersebut membuat orang lain yang mendengarnya memiliki keyakinan bahwa apa yang didengarkannya merupakan suatu hal yang seolah-olah seperti fakta yang telah terbukti. Padahal, argumentasi yang didengarnya merupakan kekeliruan yang dibuat-buat untuk menyesatkan fakta yang sebenarnya ada.
Argumentasi yang menyesatkan, akan membuat kepercayaan orang lain terhadap seseorang menjadi memudar. Sehingga ketika seseorang memberikan suatu pernyataan kepadanya, orang lain tersebut akan menganggap pernyataannya tersebut tidak lagi relevan. Hal itu seringkali terjadi, sehingga menyebabkan kesesatan berpikir yang terus terang ditarik dari sebuah kesimpulan yang salah, hoax, dan tidak dapat dibenarkan.
Bagi orang-orang yang telah termakan oleh kesesatan berpikir, mereka akan menilai bahwa kebenaran yang sesungguhnya adalah kesalahan dan kesalahan yang sesungguhnya adalah kebenaran. Mereka yang menelan mentah-mentah argumentasi liar, akan membuat dirinya tidak dapat membedakan mana kenyataan dan mana khayalan fiktif. Kesesatan berpikir akan selalu memberikan efek yang membuat orang-orang yang terhasut oleh argumentasi liar selalu mempercayai hal-hal tertentu, yang sebenarnya malah menyesatkan dan mengelabuhi mereka sendiri.
Kesesatan berpikir mendorong orang-orang untuk tidak memiliki kemampuan berpikir secara gentle, dengan artian bahwa kesesatan berpikir telah membentuk pola pikir mereka dengan sikap yang tidak baik, tidak lembut, dan tidak memiliki rasa hormat atau empati terhadap orang lain yang memiliki argumentasi lain yang tidak sesuai dengan argumentasinya. Bukan hanya tidak berempati, lebih parahnya lagi kesesatan berpikir akan membuat orang-orang yang termakan oleh pola pikir yang sesat tersebut untuk membenci suatu pribadi atau individu dengan sebenci-bencinya.
Mereka yang habit dengan logical fallacy akan merasa gentle saat berada didalam circle atau kelompoknya, yang memiliki kesamaan cara berpikir dan berargumentasi. Namun ketika argumentasinya tersebut dipatahkan oleh data dan fakta yang benar, mereka akan terus mencari celah tentang kelemahan dan kekurangan dari lawan bicaranya.
Ketidakdisiplinan mengolah pemikiran atau argumentasi bisa membentuk kesalahan dalam menyusun logika berpikir, kemudian kesalahan tersebut akan menciptakan argumentasi yang tidak valid. Orang-orang yang mengalami sesat berpikir akan lebih menerima khayalan yang dibuatnya, karena dengan adanya khayalan itu mereka seakan-akan mengungguli lawan bicaranya. Sebaliknya mereka sangat membenci kenyataan yang menjadi fakta dan menganggap kenyataan merupakan sebuah pernyataan yang menipu.
Logical fallacy atau kesesatan berfikir terbagi menjadi banyak macam dan jenis. Berikut adalah 3 (tiga) jenis logical fallacy yang biasanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari :
1. Ad Hominem Fallacy
Ad Hominem Fallacy adalah kesesatan berpikir yang sangat-sangat sering terjadi di era modern saat ini, baik di media sosial maupun kehidupan nyata. Ad hominem terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan keterampilan seseorang dalam berargumentasi terhadap lawan bicaranya. Maka dari itu, cara satu-satunya yang instan adalah melontarkan argumentasi yang menyerang pribadi lawannya. Kesesatan berpikir jenis ini akan menyerang fisik, jiwa/mental, dan kehidupan pribadi dari lawan bicaranya.
Biasanya argumentasi yang dilesatkan seseorang cara ad hominem terjadi karena seseorang tersebut sudah tidak lagi mengetahui celah kelemahan dan kekurangan dari lawan bicaranya, maka dibuatlah narasi-narasi yang menjelekkan pribadi lawannya secara tidak logis. Sesuai dengan arti latinnya, Ad hominem berarti individu atau manusia.
Contoh Ad hominem : "Kamu pernah bercerai, maka kamu tidak pantas menjadi pembicara di sebuah acara parenting", "Kamu orang hitam, tidak bisa menjadi pemimpin negara yang mayoritas orang kulit putih", atau "Kamu hanya murid, pernyataan guru adalah kebenaran yang mutlak"
2. Bandwagon Fallacy
Bandwagonn Fallacy adalah kesesatan berpikir yang tercipta akibat dari kecenderungan seseorang untuk ikut-ikutan. Kecenderungan tersebut tercipta dari argumentasi - argumentasi yang menyatakan bahwa suatu hal yang diikuti oleh banyak orang adalah kebenaran, bentuk dari kebenarannya tersebut disesuaikan dengan seberapa banyak kepercayaan orang-orang yang memposisikan argumentasi itu sebagai pernyataan yang menjadi kepopuleran.
Biasanya, kesesatan berpikir jenis ini lebih banyak ditemukan pada seseorang yang terlalu fanatik kepada individu yang diidolakannya. Jadi jika idolanya melakukan suatu hal yang meskipun hal tersebut merupakan sebuah kesalahan dan penyelewengan, tetapi pendukungnya akan menganggap hal itu merupakan kebenaran. Bandwagon fallacy tidak hanya mengarah kepada subjek individu, bandwagon juga bisa mengarah kepada suatu sikap, perilaku, gaya hidup, atau sebuah trend yang sedang terjadi.
Contoh Bandwagon fallacy : "Lihat si X dia lulusan SMA tapi jadi PNS, jadi gak perlu kuliah sarjana untuk menjadi PNS, apalagi kuliah habis-habisin uang saja", "Diet selebgram itu makan 1 kali sehari, lihat hasilnya dan segera praktekan", dan "Kata orang-orang ke dokter A kurang manjur, lebih baik ke dokter B saja"
3. Hasty Generalization
Hasty Generalization adalah kesesatan berpikir yang terjadi akibat seseorang yang mengeneralisasikan suatu hal tanpa dasar dan alasan. Orang-orang yang berpikir seperti ini akan menyimpulkan sesuatu dengan argumentasi dan bukti yang tidak kuat, tetapi argumentasinya tersebut menciptakan kesimpulan yang berdampak besar secara umum.
Hasty Generalization membentuk sebuah gagasan yang disimpulkan dengan sesederhana mungkin daripada yang sebenarnya terjadi, meskipun keadaan nyatanya fakta yang digeneralisir tersebut tidak seperti yang di argumentasikan. Klaim yang didasarkan pada argumentasi yang digeneralisir tersebut memiliki bukti yang terlalu sedikit dengan sempel yang sedikit, namun menimbulkan kekeliruan yang sangat besar.
Contoh Hasty Generalization : "Semua laki-laki itu sama saja", "Dari SD sampai SMA juara kelas perempuan, jadi perempuan lebih pintar daripada laki-laki", dan "Kemarin waktu di bandara turki aku ditabrak orang dan dia tidak meminta maaf, fix orang turki jahat-jahat"
Dari ketiga jenis tersebut, pasti kita bisa menemukannya dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Bahkan pola pikir yang menyesatkan tersebut tidak hanya datang dari orang lain, melainkan dari mulut kita sendiri. Oleh karena itu, kita perlu menganalisis pemikiran kita terlebih dahulu sebelum mengucapkannya kepada orang lain.
Hindari segala narasi dan argumentasi yang merancu kepada pemberitaan yang salah, hoax dan tidak sesuai fakta, tingkatkan kedispilinan dalam mengolah sebuah pemikiran. Setiap pemikiran kita akan mencerminkan pola pikir kita, meskipun pemikiran tersebut didasari dengan kesadaran diri maupun ketidaksadaran diri. Berpikirlah secara gentle, dengan menghargai dan menghormati pernyataan orang lain.
Tetaplah berpikir kritis, sebagai penangkal dan penyaring dari segala jenis pola pikir yang menyesatkan. Dengan berpikir secara kritis, kita akan mampu mendeteksi dan memilah sebuah kesalahan, kekeliruan, dan ketidakmampuan dalam berpikir. Berpikir kritis mendorong kita untuk menganalisis sebuah argumentasi liar secara baik, kemudian melakukan penilaian dengan pembuktian fakta dan kenyataan yang benar-benar terjadi secara rasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H