Suatu hari kalian ingin bertemu teman atau sahabat di suatu tempat dalam keadaan baik-baik saja, ternyata di tempat tersebut teman atau sahabat kalian itu sedang menangis dan bersedih. Setelah mendengarkan keluh kesahnya, secara tiba-tiba kalian juga ikut menangis dan bersedih atas keadaan emosional teman atau sahabat kalian tersebut. Pernahkah mengalami hal semacam itu dalam hidup kalian?
Atau pernahkah jika teman atau sahabat kalian sedang curhat mengenai kehidupannya yang rumit, seketika kalian juga serasa masuk dalam kehidupannya yang rumit itu? Wah, jangan-jangan kalian sedang dalam gangguan Emotional Sponge tuh.
Apa sih Emotional sponge itu? Seperti apa seseorang yang mengalami gangguan itu? Dan apa sih tanda-tandanya?
Emotional sponge adalah suatu kecenderungan seseorang untuk menyerap emosi dan ketegangan yang berasal dari lingkungan sekitarnya, sehingga seseorang mudah sekali terbawa oleh suasana yang terjadi didalam lingkungannya tersebut. Emotional sponge membawa seseorang kedalam suasana kepekaan yang amat dalam, yang dipengaruhi oleh timbulnya perasaan frustasi, stres, kemarahan, kesedihan, dan kekhawatiran yang dialami orang lain.
Beberapa orang yang berada dalam situasi emotional sponge mungkin saja memiliki berbagai karakter, salah satunya yaitu karakter yang mudah rentan dan sensitif terhadap suatu keadaan tertentu. Karakter rentan dan sensitif tidak jarang menjadi korban dan sasaran dari keadaan emosional orang lain, karena seseorang yang memiliki karakter rentan dan sensitif pada dasarnya adalah seseorang yang mudah merasakan suasana hati orang lain disekitarnya.
Kalian pasti tahu spons kan? Ya, Alat bantu pembersih yang bisa menyerap air. Seperti itulah karakter orang yang rentan dan sensitif, dimana seseorang sangat mudah sekali menyerap perasaan dan keadaan emosional orang lain. Padahal, dirinya sendiri tidak mengerti bagaimana caranya mengatasi emosi yang timbul dalam dirinya sendiri.
Meskipun seseorang tersebut tidak bisa mengatasi emosinya sendiri, namun selalu timbul rasa empati yang tinggi untuk memperhatikan perasaan orang lain. Tanpa disadari, emotional sponge akan menyerap banyak perasaan yang negatif yang mungkin saja akan membebani dirinya. Bahkan ketika hal itu terjadi terus menerus secara intens, seseorang akan sulit mendeteksi dan membedakan perasaan emosi pada dirinya sendiri dan perasaan emosi orang lain.
Emotional sponge menuntut seseorang untuk selalu berempati, meskipun empati tersebut terkesan sangat berlebihan. Ketika terdapat orang lain yang sedang bersedih, seseorang tersebut akan selalu merasa gelisah, tidak tenang, dan tidak nyaman. Sehingga selalu timbul rasa ingin membantu, dan rasa ingin memahami perasaannya lebih dalam untuk menyelesaikan masalah emosional orng lain tersebut.
Berempati adalah hal yang sangat bagus, karena dengan berempati seseorang bisa saling memahami perasaan antara dirinya dan orang lain. Namun, ada baiknya jika seseorang bisa mengkontrol perasaanya sehingga seseorang akan paham mengenai batasan-batasan emosi pada dirinya sendiri dan emosi pada orang lain. Jadi ketika seseorang menyerap emosi orang lain, seseorang tersebut tetap bisa mengendalikan emosi pribadinya tanpa dipengaruhi oleh emosi orang lain.
Beberapa orang yang mengalami gangguan emotional sponge seperti atau ibarat seseorang yang rela mengkorbankan dirinya sendiri, karena memfokuskan dirinya kepada permasalahan orang lain. Sangking relanya, seseorang tersebut tidak sadar bahwa keadaan itu berpengaruh kepada kesehatan mentalnya. Sehingga, timbul gangguan-gangguan mental lain seperti anxiety atau kecemasan, depresi, dan stres yang timbul akibat situasi emosional yang berubah-ubah terus menerus.
Karakter emotional sponge membawa seseorang menembus batasannya normalnya, meskipun dengan kecenderungan menawarkan dukungan dan kenyamanan yang sangat ekstrim melebihi dukungannya ke dirinya sendiri.
Berikut adalah 3 (tiga) tanda-tanda orang yang mengalami gangguan emotional sponge :
1. Rasa tidak enakan atau people pleaser.
Salah satu tanda bahwa seseorang mengalami gangguan emotional sponge adalah rasa tidak enakan. Ketika melihat orang lain sedih, kesal, menangis, pada dasarnya seseorang akan merasa terenyuh atau ikut terharu. Apalagi jika orang lain itu adalah sahabat, teman dekat, atau anggota keluarga.
Jika seaeorang tersebut tidak ikut bersedih, seperti ada rasa yang kurang nyaman pada dirinya. Karena seseorang tersebut telah menganggap orang lain tersebut sebagai orang yang dicintai atau disayanginya. Orang yang mengalami people pleaser akan sulit berkata "tidak" pada hati dan dirinya, yang mengakibatkan seseorang tersebut rela menguras energi fisik dan mentalnya.
2. Empati yang berlebihan atau hyper-empathy
Memiliki rasa empati terhadap seaeorang yang mengalami permasalahan adalah hal yang wajar dan baik bahkan luar biasa, tetapi memiliki karakter yang terlalu peduli pada masalah orang lain justru merupakan hal yang tidak sepenuhnya baik.
Rasa empati yang berlebihan akan membuat diri seseorang mudah terpengaruhi, baik terpengaruh secara mental maupun fisik. Alih-alih menciptakan kondisi yang positif, empati yang berlebihan justru menimbulkan emosi negatif yang hadir di dalam diri seseorang akibat dari ketidakmampuan untuk mengatur dan menjaga emosi pribadinya dan emosi orang lain.
3. Timbulnya jiwa penolong yang berlebihan atau superhero syndrome.
Seseorang yang mengalami emotional sponge akan berusaha penuh untuk membantu mengatasi masalah orang lain yang sedang mengalami gangguan emosional, hal itu sama dengan seseorng yang memiliki sindrom superhero. Seseorang dengan sindrom superhero akan berusaha sekuat dan sekeras tenaga unthj menjadi penolong dan menjadi jagoan di segala situasi dalam kehidupannya.
Tanpa memperhatikan kondisinya sendiri, seseorang yang memiliki sindrom superhero akan berusaha menjadi yang terbaik untuk menyelamatkan orang lain terhadap suatu permasalahan. Tidak perduli sesibuk dan seletih apapun, seseorang tersebut akan mengorbankan waktu dan tenaganya untuk menolong. Bahkan ketika orang lain tidak meminta untuk melakukan bantuan, tetapi orang dengan sindrom tersebut akan tetap melakukannya.
Itulah 3 (tiga) tanda yang paling banyak menjadi permasalahan seseorang dengan gangguan emotional sponge yang perlu diwaspadai. Meskipun emotional sponge bukan gangguan mental yang serius, namun ketidakmampuan diri untuk menerima emosional yang berlebihan menimbulkan gangguan yang bisa mengancam kesehatan mental seseorang secara masif.
Pengendalian diri atau kontrol diri adalah kewajiban setiap individu, karena kemampuan tersebut dapat menciptakan perilaku yang baik dengan kesadaran hati yang baik pula. Ketika diri seseorang terkendali secara sadar, seseorang akan mengerti mana perilaku yang sesuai untuk kapasitas dirinya dan mana perilaku yang tidak merugikan orang lain.
Kita sebagai manusia harus mengerti dan mempelajari batasan-batasan diri, jangan mengambil suatu langkah yang menyebabkan fisik dan mental kita mengalami ketidakmampuan secara emosional. Spons memang memiliki tekstur lembut, namun mereka menyerap banyak kotoran ketika dipakai untuk membersihkan sesuatu. Begitu juga ketika kita tidak bisa mengontrol batasan diri kita, akibatnya kita juga menyerap banyak hal negatif pada diri kita.
Tetaplah menjadi baik, tanpa harus terlihat baik. Tetaplah menjadi bermanfaat, meskipun kita melakukannya dengan batasan dan kemampuan kita sendiri. Tidak perlu meniru gaya orang lain dalam membantu suatu permasalahan, karena kemampuan diri kita hanya kita yang mengetahuinya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H