Mohon tunggu...
Ahmad Dirgahayu Hidayat
Ahmad Dirgahayu Hidayat Mohon Tunggu... Jurnalis - Selalu berusaha mendapatkan hal baik untuk diri sendiri lalu menebarkannya ke yang lain

Bila belum sanggup memberi materi, setidaknya masih sanggup membuat wajah murung kembali berseri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alasan Lafal Allah Bukan Termasuk 99 Asmaul Husna

21 Januari 2023   09:45 Diperbarui: 21 Januari 2023   15:35 1639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, karena lafal "Allah" mengarah pada zat yang menghimpun seluruh sifat ilahiah. Dalam al-Maqshidul Atsna al-Ghazali menulis: 

Artinya, "Karena lafal 'Allah' mengarah pada substansi zat yang menghimpun seluruh sifat ilahiah yang lain, tanpa ada satu sifat pun yang tercecer." 

Adapun nama-nama-Nya yang lain, masing-masing hanya mengarah pada makna tertentu. Seperti al-'alim dan al-qadir, misalnya. Keduanya hanya tertentu pada cakupan al-'ilmu dan al-qudrah semata. Hanya mengarah pada esensi-Nya yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. 

Kedua, terkait eksklusivitas lafal "Allah" yang hanya untuk zat-Nya. Tidak ada selain diri-Nya yang berhak menyandang nama itu. Karenanya, para ulama merumuskan hukum ketidakbolehan menamai seorang anak dengan nama "Allah". Berbeda jika ingin menamai seseorang dengan nama-nama-Nya yang lain, seperti 'Alim, Halim, Rahim, dan seterusnya. Kata al-Ghazali: 

 

Artinya, "Karena lafal 'Allah' adalah lafal paling eksklusif daripada yang lain. Karena itu, seseorang tidak boleh memanggil orang lain dengan panggilan 'Allah', baik secara hakikat maupun majazi." 

Ketiga, tentang ketidakbolehan seseorang disifati atau digelari dengan kata "Allah". 

Berbeda dengan nama-nama-Nya yang lain yang boleh menjadi gelar atau sifat sekalian manusia. Seperti memanggil seseorang yang penuh pengasih dengan gelar Rahim. 

Demikian juga seseorang yang gemar melukis, menggambar atau pakar dalam karya seni lainnya. Di mana, karena kepakarannya itu, kemudian ia lekat dengan panggilan Mushawwir, misalnya. Ihwal yang seperti ini boleh-boleh saja dilakukan. Al-Ghazali bilang: 

Artinya, "Makna-makna substansial dari semua nama-nama Allah bisa saja melekat sebagai sifat seorang hamba, sehingga ia pun disapa dengan nama yang mewakili substansi tersebut." 

Setelah itu, al-Ghazali menulis, Wa amma ma'na hadza al-ismi fa khasshun khushushan, la yutashawwaru fihi musyarakatun, la bilmajazi wala bilhaqiqati (Sedangkan substansi nama ini (lafal "Allah") sungguh sangat eksklusif, sehingga tidak dapat tergambarkan akan disandang oleh selain diri-Nya, baik secara majasi maupun hakikat). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun