Mengetahui sahabatnya itu, Kiai Fawaid langsung menghampiri Datok Athar. Seusai berjabat tangan dan temu kangen mereka, Kiai Fawaid pun bertanya apa gerangan yang membuatnya teriak memanggil "Nama", padahal saat itu beliau sedang di tengah para santrinya. Ini bukan soal gengsi atau tidak, tapi soal muru'ah seorang guru di depan para muridnya. Muru'ah guru di hadapan para murid sangat penting dijaga, demi menyelamatkan mereka agar tetap menghormatinya guru. Sebab, ketika guru sudah tidak berwibawa di hadapan santrinya, sangat diragukan keberkahan ilmu si santri tersebut.
Lalu, dengan enteng dan alasan jenaka, Datok Athar menjawab, "Emang saya harus manggil Abu Bakr dengan H. Abu Bakr?, Umar dengan H. Umar?, Utsman dengan H. Utsman? Dan Ali dengan H. Ali? Kan tidak perlu.. emang namamu siapa sih??," Tanya beliau ke Kiai Fawaid lalu mereka mengakhiri dengan tawa.
Waktu kami berkunjung, Datok Athar terlihat sangat bahagia karena bisa mengenang kembali masa-masa indah dengan sahabat lamanya. Beliau sangat menikmati kisah demi kisah yang diceritakan kepada kami. Ia juga berbicara tentang KHR. Kholil As'ad dan mengakui bahwa ia adalah sosok santri yang sangat cerdas.
Terakhir, ia berpesan kepada kami, khususnya juga kepada sahabat kami Asy'ari, agar rajin-rajin belajar di pondok. Bahkan beliau sampai mengulangi pesannya dua kali. Lalu, kami pun pamit. Dengan berat hati kami melangkah keluar pintu dan meninggal beliau beristirahat.
Semoga Allah subahanu wa ta'ala memberi tempat terbaik kepada beliau. Menerima seluruh amal baiknya, dan mengampuni seluruh dosa-salahnya. Amin ya rabballamin.
Mari hadiahkan satu surah al-Fatihah untuk kedua tokoh besar Nahdlatul Ulama ini. al-Fatihah..
Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H