Mohon tunggu...
Ahmad Diaz Haykal
Ahmad Diaz Haykal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang tertarik dalam bidang opini dan analisis, terutama terkait dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah dengan didukung data-data yang tersedia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Harga Rokok: Efektif Menekan Konsumsi atau Beban bagi Rumah Tangga?

31 Januari 2025   10:40 Diperbarui: 31 Januari 2025   10:26 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah warkop di pinggiran Jakarta, Rudi duduk sembari menyesap secangkir kopi hitam. Di sela-sela obrolan santai dengan teman-temannya, tangannya tak henti-henti menghisap batang rokok yang tinggal separuh. Rudi, seorang buruh harian, sudah mulai merokok sejak usia belasan tahun. "Kalau nggak merokok, rasanya ada yang kurang," ujarnya. Meski tahu tentang risiko kesehatan, kebiasaan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya.

Namun, belakangan Rudi mulai mengeluh. Harga rokok yang terus naik memaksanya memutar otak. "Sekarang lebih mahal, tapi ya tetap beli. Jadi, uang makan harus dihemat nih," katanya sambil terkekeh. Baginya, merokok bukan sekadar kebiasaan, melainkan kebutuhan yang sulit dihilangkan meskipun kondisi ekonomi semakin menekan.

Kisah Rudi ini mencerminkan dilema yang dihadapi banyak keluarga di Indonesia. Kebijakan pemerintah menaikkan harga jual rokok dan melarang penjualan eceran dirancang untuk menekan angka perokok, terutama di kalangan anak muda. Namun, apakah langkah ini benar-benar efektif? Atau justru hanya memperbesar beban ekonomi rumah tangga tanpa mengurangi konsumsi secara signifikan?

Efek Kebijakan Harga Rokok: Benarkah Bisa Menekan Konsumsi atau Hanya Meningkatkan Beban Rumah Tangga?

Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengendalikan konsumsi rokok, termasuk menaikkan harga jual eceran (HJE) dan melarang penjualan rokok secara eceran. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menurunkan prevalensi merokok dan mencegah perokok usia dini. Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, pernah menyatakan bahwa kebijakan menaikkan cukai rokok merupakan langkah strategis untuk mengurangi prevalensi merokok. "Kita berharap dengan harga rokok yang makin tinggi, masyarakat, terutama anak muda, berpikir ulang untuk membeli rokok," ujarnya dalam wawancara pada tahun 2023. Namun, efektivitas kebijakan tersebut dalam mengurangi konsumsi rokok dan dampaknya terhadap pengeluaran rumah tangga masih menjadi perdebatan.

Dampak Kebijakan terhadap Pengeluaran Rumah Tangga

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai rata-rata pengeluaran per kapita per minggu untuk kelompok rokok dan tembakau pada tahun 2021-2023, tren menunjukkan angka pengeluaran tetap tinggi di banyak kabupaten/kota meski ada kenaikan harga rokok. Sebagai contoh, pada tahun 2021, rata-rata pengeluaran untuk rokok kretek mencapai Rp56.000 per minggu per kapita kemudian pada tahun 2022, angka ini sedikit turun menjadi Rp54.800, namun kembali naik pada 2023 ke angka Rp57.200. Kondisi ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok cenderung stabil meski harga dinaikkan. Meskipun pemerintah telah menaikkan HJE dan memberlakukan larangan penjualan rokok eceran, konsumsi rokok di kalangan masyarakat Indonesia masih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut belum berhasil secara optimal dalam mengurangi pengeluaran rumah tangga untuk produk tembakau.

Efektivitas Kebijakan dalam Mengurangi Konsumsi Rokok

Kenaikan harga rokok melalui peningkatan cukai diharapkan dapat menekan konsumsi. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada sejauh mana produsen membebankan kenaikan pajak kepada konsumen yang tercermin dalam harga jual eceran. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok dapat mengurangi jumlah konsumsi, namun penurunan tersebut tidak selalu signifikan. Selain itu, tanpa pengawasan dan penegakan yang ketat, larangan penjualan rokok eceran mungkin tidak efektif dalam mengurangi aksesibilitas rokok, terutama di kalangan remaja. Diah Saminarsih, pendiri Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), menyebut bahwa kebijakan semacam ini efektif jika diiringi dengan edukasi publik. “Kenaikan harga rokok bisa menjadi salah satu instrumen untuk mencegah anak muda mulai merokok, tapi harus dibarengi dengan program pemberdayaan masyarakat untuk berhenti merokok,” jelasnya.

Apakah Kebijakan Ini Efektif?

Meskipun kebijakan menaikkan harga rokok dan melarang penjualan eceran bertujuan baik, efektivitasnya dalam mengurangi prevalensi merokok masih dipertanyakan. Tanpa disertai dengan edukasi yang masif mengenai bahaya merokok dan penegakan hukum yang konsisten, kebijakan ini mungkin tidak akan memberikan dampak signifikan. Pemerintah perlu mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif, termasuk kampanye kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat, dan program penghentian merokok yang mudah diakses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun