Mohon tunggu...
Ahmad Deny Sinambela
Ahmad Deny Sinambela Mohon Tunggu... Lainnya - KKN DR 86 UINSU

Hidup bukan soal DURASI tetapi KONTRIBUSI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjungkirbalikkan Budaya Instan

7 Agustus 2020   22:16 Diperbarui: 7 Agustus 2020   23:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kini budaya instan membuat banyak orang melupakan makna dari sebuah proses. Orang-orang dipaksa menerima kenyataan bahwa dunia ini baik-baik saja. 

Segala kecepatan, kenyamanan, dan asyiknya hidup sepenuhnya dianggap baik, tanpa ada yang salah sehingga mempengaruhi pola pikir dan perilaku orang-orang di zaman sekarang ini khususnya generasi millenial.

Instan, semua orang pasti pernah mendengar dan mengenalnya bahkan sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Berbicara tentang instan, timbul dalam benak kita akan sesuatu yang serba cepat selesai, siap saji, tidak ribet, mudah dan tidak harus menunggu lama-lama.

Istilah budaya instan ini muncul untuk memberi nama gejala yang berkembang khusus nya orang-orang yang tinggal di perkotaan dengan menginginkan segala sesuatu secara cepat dan praktis, tanpa mau bersusah payah.  

Budaya instan yang intinya memanjakan manusia inilah yang barangkali ikut mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya generasi yang manja. Seperti  pelajar zaman sekarang tugas yang diberikan oleh guru ataupun dosen tinggal buka mbah google, copy-paste saja tinggal leyeh-leyeh , sangat instan bukan?.

Banyak dikalangan kita sekarang ini tidak berpikir panjang mengenai hadirnya teknologi yang semakin canggih ini, maunya tinggal memakai dan menikmati nya saja. 

Tidak ada rasa ingin tahu, seperti kehadiran sebuah HP banyak yang menggunakannya tanpa mengatahui kenapa sih HP bisa mengeluarkan suara? Mengirim pesan serta merekam gambar alat apa saja sih yang digunakan?, siapakah yang mengatur sinyal?

Padahal kalau kita pikir-pikir rasa ingin tahu yang lebih dalam lagi dapat membantu kita memahami bahwa kemudahan fasilitas itu memerlukan proses tidak dengan instan.  

Dukungan dan harapan seseorang memang sangat mungkin dipengaruhi oleh orang-orang lain di lingkungannya. Tetapi, sampai saat ini generasi sekarang banyak berfikiran ketika sesuatu itu telah menjadi hasil, tanpa mengintip proses dari hasil yang telah dipaparkan, artinya bahwa perjuangan itu tidak pernah dianggap dalam menciptakan sebuah hasil yang disajikan. Mau sampai kapan  kebiasaan ini terus-menerus mengalir tanpa ada perubahan untuk berubah.

Mungkin jika terjadi pemadaman listrik yang berkepanjangan seminggu bahkan berbulan-bulan di negara kita saat ini, betapa paniknya kita semua apalagi kita yang selalu bergantung pada peralatan yang ada di rumah dan segala jenis kebutuhannya tergantung pada listrik. 

Mulai dari pengolahan makanan, air minum, strika, mesin cuci, komputer, internet, HP, dan masih banyak lagi. Dan ketika merasakan hal ini serasa merasakan tidak merdekanya hidup kita tanpa listrik. Seolah-oleh sangat bergantung kepada hal hal tersebut.

Ilustrasi nya bisa kita tonton pada sebuah film karya orang jepang 'Survival Family', dimana dalam film tersebut menceritakan tentang kisah bertahan hidup dalam kondisi padam listrik. 

Tanpa teknologi atau peralatan elektronik seperti ponsel, laptop, komputer, televisi dan alat listrik lainnya. Kisah miris keluarga jepang yang bertahan hidup selama bertahun-tahun dalam kondisi padam listrik dimana biasanya kehidupan orang jepang selalu bergantung pada teknologi.

Dalam hal ini kita perlu melakukan latihan dan latihan supaya tidak terseret arus budaya instan itu sendiri. Latihan yang saya maksud disini bisa bermacam-macam seperti:menunggu yang merupakan sesuatu yang baik. 

Dalam menunggu kita dilatih kesabaran dan dengan kesabaran membuat kita lebih teliti sehingga kita tidak cepat mengambil keputusan. Apalagi sekarang ini banyak yang menerima informasi secara instan tanpa mengetahui kebenaran dari informasi itu sendiri, makanya sering timbul hoax di media sosial.

Diperlukan semangat 45 dalam menjalani proses untuk melakukan sesuatu secara perlahan, menjalani yang namanya perjuangan jatuh-bangun dan yang terpenting adalah kita harus sadar bahwa dalam mencapai dan mendapatkan sesuatu dengan hasil yang memuaskan itu tidak mudah semudah membalikkan telapak tangan. 

Segala sesuatu itu membutuhkan waktu untuk berproses. Kalau kita hanya mau yang instan saja maka hasilnya pun akan instan alias tidak bertahan lama.

Di zaman sekarang ini sangat dibutuhkan generasi muda yang memiliki pemikiran yang panjang, kritis dan kreatif. Kalau bukan kita siapa lagi?. Hal itu tidak bisa kita miliki kalau kita mengandalkan instan. 

Apalagi kita sebagai generasi muda bahkan mahasiswa yang sering disebut agent of change, kita harus sadar dengan zaman yang serba instan dan perkembangan IPTEK yang begitu cepat ini. 

Kita harus dapat membendung dampak arus perubahan zaman yang dapat menyebabkan hancurnya generasi yang akan datang. Proses yang kita jalani harus dimaknai dengan baik karena akan mengantarkan kita pada tingginya rasa menghargai dan saling menghormati atas sebuah kegiatan, usaha dan hasil yang kita jalani.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun