Mohon tunggu...
Ahmad Daffa Atha Hidayat
Ahmad Daffa Atha Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Saya adalah seorang penulis

Aku bernama Ahmad Daffa Atha Hidayat yang kini berusia 17 tahun, dan sedang menjalani Pendidikan sebagai siwa yang aktif di berbagai bidang di sekolah MA Bilingual Muslimat NU Sidoarjo. Aku lahir di kota Surabaya pada tanggal 3 Agustus 2003, serta merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Keluargaku adalah keluarga yang tercukupi secara ekonomi. Ayahku, Avin Januar Hidayat adalah seorang pegawai swasta yang bekerja di Pakuwon Group Surabaya dengan gaji yang mencukupi. Beliau merupakan pegawai swasta terkenal di perusahaanya. Sementara ibuku bekerja sebagai pegawai swasta di Klinik Pondok Jati. Walaupun ibuku dan ayahku kaya, kedua orangtua tersebut menginginkan anak bisa mandiri dan selalu bekerja keras. Ketika kecil, saya mendapatkan ujian berat. Ujian berat yaitu lahir dalam keadaan cacat dan diprediksi akan terjadi seterusnya. Namun ibuku tidak menyerah. Ibuku selalu mencari dokter demiku. Walaupun banyak yang mengejeknya, ibuku tak acuh. Justru lebih semangat lagi. Berkat kerja keras ibuku dan dokter, Allah Swt mengangkat penyakitku. Saat di SD, saya sering dibuli oleh teman karena berbagai alasan seperti perilaku yang tidak bagus, kelihatan aneh, dan lain-lain. Namun ibuku selalu membela teman-teman yang selalu membuliku. Begitu pula ketika menginjak SMP, masih ada teman yang mau membuliku. Namun disini, aku mendapatkan pelajaran yang berharga. Pelajaran tersebut yaitu mengajarkan agar selalu bersabar pada setiap keadaan, mengubah perilaku menjadi lebih baik karena ada teman yang tidak suka gara-gara perilakunya, dan bergaul dengan teman baik. Dari pelajaran tersebut, akirnya saya terapkan di SMA. Walaupun aku tidak bersekolah di sekolah favorit, namun aku berhasil mendapatkan teman dan lingkungan baik. Tentu hasil tersebut tidak didapatkan dengan mudah. Namun, berkat usaha dan doa akhirnya saya mendapatkan hal tersebut. Bahkan di jenjang ini, saya mulai beradaptasi dengan lingkungan dan teman sekitar. Akibatnya sifat autisme yang saya miliki berangsur hilang.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penderita COVID-19 Indonesia Seperti Amerika Serikat

16 November 2020   00:30 Diperbarui: 17 November 2020   07:24 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai tanggal 2 November 2020, jumlah kasus Corona di Indonesia mencapai 418.375 dengan jumlah kematian mencapai 14.146. Belum ada tanda-tanda penurunan infeksi harian dan virus sudah menyebar kemana-mana. Hal ini yang dikhawatirkan Indonesia bisa seperti Amerika Serikat dimana terdapat 9.692.528 orang terpapar Corona dan 238.641 orang meninggal dunia. Mengapa demikian?

Ada alasan yang mendukung. Alasan tersebut adalah pemerintah terkesan tidak mengangani pandemi dengan serius dan lebih mengutamakan pemulihan ekonomi dibandingkan kesehatan.

Bukti yang mendukung adalah pemerintah memberikan cuti bersama seperti pada Maulid Nabi Muhammad tanggal 28-30 Oktober 2020 yang membuat kasus Corona berpotensi melonjak karena mobilitas penduduk tinggi dan kerumunan terjadi dimana-mana seperti yang terjadi di Amerika Serikat, Spanyol, dan Prancis serta membuat kebijakan tidak berbasis sains seperti kebijakan adaptasi kebiasaan baru di saat kasus Corona melonjak dan belum memenuhi standar yang ditetapkan WHO, penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru tidak sesuai yang ada di lapangan, serta terlalu membanggakan presentase kesembuhan tanpa memperhatikan positivity rate dan infeksi harian sehingga membuat masyarakat abai protokol kesehatan.

Selain itu, kedisiplinan masyarakat Indonesia dalam menjalankan protokol kesehatan masih rendah. Mengutip dari detikhealth, menunjukkan bahwa ada 17 persen warga negara kita yang merasa tidak mungkin terpapar COVID-19 atau setara dengan 44,9 juta orang. Itu berarti, presentase masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan masih cukup tinggi sehingga penularan semakin meluas.

Tidak hanya itu, positivity rate Indonesia juga tinggi. Mengutip dari https://ourworldindata.org/grapher/covid-19-positive-rate-bar, jumlah positivity rate Indonesia sebesar 14,10% jauh lebih tinggi daripada Amerika Serikat sebesar 6,00% dan standar WHO sebesar 5%. Itu berarti jika tes Indonesia bisa sebanyak Amerika Serikat (150.849.009 tes) maka kemungkinan jumlah orang yang terpapar Corona di Indonesia sebanyak 21.269.710 (jauh lebih tinggi dari laporan resmi).

Ini kemungkinan bisa terjadi mengingat jumlah tes di Indonesia sangat rendah sehingga banyak kasus yang belum terdeteksi yaitu hanya 16.639/1 juta penduduk jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat sebesar 454.818/1 juta penduduk sehingga sebenarnya Indonesia sudah seperti Amerika Serikat bahkan bisa menggantikan Amerika Serikat menjadi negara dengan jumlah penderita COVID-19 terbanyak di dunia.

Hal ini didukung karena jumlah penduduk kedua negara tersebut sama-sama terpadat di dunia. Jumlah penduduk Indonesia berada di peringkat 4 sebanyak 268.074.600 orang dan Amerika Serikat berada di peringkat 3 sebanyak 334.431.000 orang berdasarkan Wikipedia.

Lalu langkah apa yang harus dilakukan agar Indonesia tidak menjadi Amerika Serikat berikutnya. Langkah tersebut adalah.

Pertama, membentuk karakter leadership baik karena karakter tersebut menentukan keberhasilan atau tidaknya dalam mengendalikan Corona. Negara seperti Selandia Baru, Taiwan, Australia, Vietnam, Singapura, dan Korea Selatan berhasil mengendalikannya  karena mempunyai pemimpin dengan karakter leadership yang baik.

Kedua, membuat kebijakan berbasis sains dan data serta transparan dan akurat karena keberhasilan dalam mengendalikan Corona dan kedisiplinan masyarakat dalam menaati protokol Kesehatan tergantung kebijakan tersebut.

Negara adidaya dan mempunyai teknologi paling maju di dunia yaitu Amerika Serikat justru gagal mengendalikan corona dan gagal mendisiplinkan masyarakat karena kebijakan hanyalah berdasarkan opini dari suatu pihak/politisi tanpa pertimbangan/rekomendasi dari ilmuwan maupun dokter serta informasi yang disampaikan tidak akurat.

Ketiga, belajar dari pengalaman serta melakukan kerjasama dengan negara yang berhasil mengendalikan Corona. Hal ini penting agar kita bisa mengetahui cara penanganan dan mengendalikan corona di negara tersebut sehingga bisa diaplikasikan ke negara kita sama seperti memajukan negara maka kita harus bekerjasama untuk transfer of knowledge sehingga ilmu bisa diterapkan untuk memajukan negara.

Negara yang sukses mengendalikan corona adalah Singapura, Australia, Cina, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Thailand, Selandia Baru, Arab Saudi, Uruguay, dan Israel.

Keempat, memperkuat testing, tracing, dan treatment dengan kriteria 1 per 1000 penduduk/minggu dan kontak erat minimal 30 orang dekat. Itu artinya,  Indonesia harus melakukan tes minimal 38.000 orang/hari.  Sebab dengan pola tersebut, maka kita bisa menemukan orang yang membawa virus tersebut, mengisolasi orang tersebut dengan cepat, dan menyembuhkan orang dengan cepat sehingga penularan virus corona terputus.

Kelima, selalu menjalankan 3M yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak meskipun dengan keluarga dan teman dekat serta tetap berada di rumah Ketika tidak ada kepentingan mendesak.

Sebab, dengan mencuci tangan dapat menurunkan risiko penularan sebanyak 35%, memakai masker kain dapat menurunkan risiko penularan sebanyak 45%, memakai masker bedah dapat menurunkan risiko penularan sebanyak 70%, dan menjaga jarak minimal 1 meter dapat menurunkan risiko penularan sebanyak 85% berdasarkan penelitian beberapa jurnal internasional serta berdiam diri di rumah dapat menekan risiko penyebaran virus Corona.

Keenam, selalu selektif dalam mencerna suatu informasi tentang COVID-19 dengan menanyakan pada ahli dan situs berita yang terpercaya. Sebab, banyak berita hoaks yang beredar seperti COVID-19 adalah rekayasa elit global, senjata biologis yang bocor, dan lain-lain. Dengan selektif mencerna suatu informasi, COVID-19 bisa dikendalikan di Indonesia.

Ketujuh, belajar dari pengalaman negara yang gagal mengendalikan corona seperti Amerika Serikat, Brasil, India, dan Rusia serta tsejarah pada pandemi sebelumnya seperti Flu Spanyol. Sebab dengan belajar hal tersebut, kita bisa mengambil hikmah tersebut dan berusaha agar kejadian tersebut tidak terjadi di Indonesia/pandemi ini.

Kedelapan, membersihkan tempat dan melakukan disinfeksi secara rutin. Hal ini dikarenakan virus corona terbukti dapat bertahan hidup selama berjam-jam dan bahkan berhari-hari di permukaan suatu benda.

Saat membersihkan atau melakukan disinfeksi, anda perlu menggunakan sarung tangan dan masker, serta mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setelah selesai membersihkan rumah. Hal ini dilakukan untuk mencegah penularan virus Corona yang mungkin bisa terjadi.

Kesembilan, memastikan penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru sesuai dengan di lapangan. Jangan sampai pemerintah membuat kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru namun di lapangan belum siap menghadapi kenyataan tersebut.

Jika di lapangan tidak siap menghadapi Adaptasi Kebiasaan Baru, maka jangan dipaksakan. Sebab, jika dipaksakan malah kasus Corona semakin meningkat dan keselamatan jiwa terancam. Beberapa negara gagal menerapkan Adapatasi Kebiasaan Baru justru karena dipaksakan adalah Iran, India, dan Meksiko.

Kesepuluh, memperkuat literasi tentang COVID-19 baik melalui media massa maupun media sosial. Hal ini penting karena dengan literasi masyarakat, maka akan mempengaruhi adanya perubahan perilaku masyakarat sehingga upaya penanganan akan lebih mudah dilakukan karena masyarakat menyadari bahaya virus Corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun