Mohon tunggu...
Ahmad Yusuf
Ahmad Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Kuli tinta Mediaqu.id Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @Borneomucil,@Ahmad Yusuf FB Ahmad Yusuf

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencari Pemimpin Sejati di Tengah Hiruk Pikuk Politik

16 November 2024   17:52 Diperbarui: 16 November 2024   19:16 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto :  www.newsclick.in

SETIAP kali pemilu datang, kita selalu mendengar janji-janji manis dari para kandidat, baik itu calon gubernur, bupati, wali kota, maupun anggota legislatif. Semua berbicara tentang perubahan, tentang kemajuan, tentang kesejahteraan rakyat. Mereka berjanji untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki infrastruktur, dan menciptakan lapangan kerja. Partai politik pun tidak kalah, mereka menawarkan visi yang hampir serupa: mendorong pemerintahan yang lebih baik, lebih bersih, dan lebih adil. Tidak ada kandidat atau partai yang dengan terang-terangan membawa misi yang "jelek". Semua mengusung niat baik dan tujuan mulia. Lalu, jika semua niatnya baik, mengapa kita malah terpecah dalam memilih? Mengapa kita, sebagai rakyat, terbagi-bagi dalam mendukung calon atau partai tertentu? Apakah kita harus bersatu dalam satu pilihan, ataukah perbedaan dalam pilihan ini justru bagian dari kekuatan demokrasi?

 

Pada dasarnya, semua kandidat memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun negara dan meningkatkan kualitas hidup rakyat. Tidak ada yang dengan sengaja menginginkan kerusakan atau kemunduran. Namun, meski tujuannya serupa, jalan yang mereka tawarkan berbeda. Inilah yang pertama kali menjadi alasan mengapa kita terpecah dalam memilih. Setiap calon memiliki pendekatan yang berbeda terhadap masalah yang ada. Satu calon bisa saja lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, sementara calon lain lebih menekankan pada pemberdayaan sosial dan peningkatan kualitas pendidikan. Ada yang berfokus pada reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi, ada yang lebih peduli pada masalah ketimpangan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Meskipun niatnya baik, tetapi cara untuk mencapainya sangat berbeda.

Sebagai pemilih, kita tentu akan memilih kandidat atau partai yang pendekatannya paling sesuai dengan pandangan kita. Kita memilih berdasarkan nilai-nilai dan pengalaman yang kita anggap penting. Pada titik inilah perpecahan dimulai. Karena yang satu merasa bahwa pembangunan infrastruktur adalah prioritas utama, sementara yang lain berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat lebih penting. Ini adalah hal yang wajar dalam demokrasi, karena setiap individu atau kelompok memiliki pandangan yang berbeda terhadap apa yang seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan.

 

Namun, masalah perpecahan dalam politik bukan hanya tentang pilihan terhadap program atau kebijakan. Sering kali, perpecahan ini lebih dipengaruhi oleh faktor kepentingan politik yang lebih dalam dan kompleks. Setelah terpilih, seorang calon pemimpin tidak selalu bisa memegang teguh semua janji kampanye yang mereka buat, karena harus berhadapan dengan berbagai kepentingan politik yang beragam. Misalnya, dalam membentuk koalisi dengan partai-partai lain, seorang kandidat harus berkompromi dengan pihak-pihak yang mungkin memiliki agenda politik yang berbeda.

Proses demokrasi seringkali melibatkan banyak pihak dengan kepentingan yang tidak selalu sejalan. Untuk memenangkan pemilu, partai-partai sering kali harus membentuk koalisi, tetapi koalisi ini sering kali lebih didasarkan pada perhitungan pragmatisme politik ketimbang kesamaan visi. Hal ini menjadikan politik jauh lebih kompleks daripada sekadar memilih kandidat dengan visi terbaik. Kita tidak jarang melihat partai atau kandidat yang pada awalnya berkomitmen untuk satu tujuan, namun setelah terpilih, terpaksa menyesuaikan diri dengan situasi politik yang ada. Politik, dalam banyak kasus, harus berhadapan dengan kenyataan kekuasaan, perhitungan pragmatis, dan kepentingan jangka pendek yang seringkali mengorbankan idealisme.

 

Perpecahan dalam memilih calon atau partai politik sebenarnya adalah sesuatu yang wajar dalam sistem demokrasi. Demokrasi memungkinkan adanya keragaman pendapat dan pilihan. Dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pandangan adalah kekuatan, bukan kelemahan. Setiap individu memiliki hak untuk memilih siapa yang mereka anggap mampu membawa perubahan positif sesuai dengan pandangan mereka. Tidak ada satu pilihan yang bisa mengakomodasi semua keinginan rakyat, karena kita adalah negara yang sangat beragam dengan berbagai macam kebutuhan dan harapan.

Namun, yang perlu diwaspadai adalah jika perbedaan ini berubah menjadi polarisasi yang tajam dan penuh permusuhan. Ketika perpecahan ini tidak dikelola dengan baik, politik bisa berubah menjadi arena konflik antar kelompok, yang justru merugikan masyarakat secara keseluruhan. Pada titik tertentu, kita bisa melihat bagaimana satu kelompok pendukung kandidat atau partai tertentu tidak mau lagi mendengarkan atau menghargai pendapat orang lain. Mereka lebih memilih untuk membela kandidat atau partai pilihan mereka dengan cara yang terkadang tidak rasional dan penuh emosi.

Perpecahan yang konstruktif adalah perbedaan yang terjadi dalam konteks diskusi dan debat yang sehat, yang bertujuan untuk mencari solusi terbaik bagi negara. Namun, ketika perbedaan ini berakhir dalam permusuhan dan saling menyerang, maka demokrasi akan kehilangan esensinya. Alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, politik justru akan menjadi ajang perebutan kekuasaan antara kelompok-kelompok yang tidak lagi peduli pada kebaikan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun