Andi pun akhirnya harus menerima kenyataan pahit. Setelah melalui proses pengadilan, Andi dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Semua hartanya disita, dan kehidupan mewah yang dulu ia nikmati sekarang hanyalah kenangan pahit yang tersisa.
Selama lima tahun di penjara, Andi yang dulu penuh dengan keglamoran kini harus merasakan kerasnya hidup tanpa uang dan harta. Namun, meskipun di penjara, Andi tetap tidak kehilangan kebiasaannya---ia tetap rajin salat lima waktu.
Suatu sore, saat Andi sedang duduk di sudut sel, seorang napi bernama Budi, yang dulu bekerja sebagai kontraktor di salah satu proyek Andi, menghampirinya.
"Eh, Andi! Lo masih salat, nih?" tanya Budi sambil tertawa melihat Andi yang sedang berdiri untuk salat.
Andi mengangguk. "Ya, gue masih salat. Salat itu kan kewajiban, Budi. Tapi, ya gini, loh, gue jadi lebih sering merenung. Dulu gue pikir rezeki itu datangnya dari proyek-proyek besar. Eh, ternyata ya, karma tuh datangnya dari mana aja."
Budi tertawa. "Lo masih mikirin karma? Kan lo udah makan duit orang banyak tuh, Andi. Lo ingat gak waktu proyek jalan tol? Gila, fee-nya bisa buat beli rumah satu komplek, tuh."
Andi tersenyum pahit. "Ya, gue inget. Tapi gue pikir itu semua halal. Ternyata, di akhirat, gak ada yang bisa nyembunyikan jejak."
Lima tahun berlalu, dan Andi akhirnya meninggal dunia karena sakit yang tak kunjung sembuh. Tapi, ia tidak tahu bahwa kehidupan setelah mati akan membawa kejutan besar.
Begitu ia membuka mata, Andi tidak berada di surga yang penuh dengan bidadari dan kebahagiaan. Tidak. Ia malah berada di tempat yang sangat panas, dengan api yang menyala-nyala di sekelilingnya.
"Ini di mana, ya?" kata Andi dengan kebingungan. "Jangan-jangan, gue masuk ke restoran Padang yang sambalnya kelewat pedas!"
Tiba-tiba, sosok yang familiar muncul di depannya. Ternyata itu adalah teman-teman lamanya---kontraktor, anak buahnya, dan bahkan atasannya yang dulu menerima fee dari proyeknya.