Mohon tunggu...
Ahmad Yusuf
Ahmad Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Kuli tinta Mediaqu.id Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @Borneomucil,@Ahmad Yusuf FB Ahmad Yusuf

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makam Gusti Kacil Ada di Pulau Bangka

22 Februari 2015   08:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:43 2262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Syekh H. Abdurahman Siddik sampai ke Pulau Bangka?
Syekh H. Abdurrahman Siddik dilahirkan di Dalam Pagar, Martapura, pada tahun 1857 anak dari Syekh Muhammad Afif (Datu Landak), cucu dari Syekh H. Muhammad Arsyad Al- Banjary (Datu Kelampayan), sebelum melanjutkan belajar ke Mekkah, Syekh H. Abdurrahman Siddik lebih dulu belajar dengan pamannya, Pangeran KH. Muhammad As’ad, di Padang, Sumatera Barat.

Sepulangnya Syekh H. Abdurrahman Siddik dari belajar dan menunaikan ibadah haji di tanah suci Mekkah pada tahun 1897 tibanya si Martapura Banjar, orang tuanya Datu Landak dan pamannya Gusti Kacil tidak ada Banjar, mendengar berita dari keluarga yang mana orang tuanya dan pamannya Gusti Kacil berada di Pulau Bangka, menyusul lah Syekh H. Abdurrahman Siddik ke Bangka pada tahun 1899, sebelum ke Pulau Bangka Syekh H. Abdurrahman Siddik singgah dulu di Batavia, sesampainya Syekh H. Abdurrahman Siddik di Pulau Bangka, orang tuanya Datu Landak sudah pulang ke Banjar ( selisih jalan), tinggal lah Syekh H. Abdurrahman Siddik bersama Gusti Kacil di desa Puding Besar, Bangka, di Pulau Bangka, Syekh H. Abdurrahman Siddik menjalankan misinya sebagai ulama berdakwa tentang agama islam dari desa ke desa lainnya di Pulau Bangka.

Setelah mendapatkan istri beberapa orang dan beberapa anak Syekh H. Abdurrahman Siddik menjalanka misi berdakwah tentang agama islam ke Riau, tepatnya di kota Sapat, Tembilahan, pada tahun 1912, di kota Sapat selain berdakwah Syekh. H. Abdurrahman Siddik juga membuka kebun kelapa di Parit Hidayat, lebih kurang 3Km dari kota Sapat, sekarang Parit Hidayat sudah menjadi desa Hidayat, Syekh H. Abdurrahman Siddik wafat di desa Hidayat pada tahun 1939, dalam usia 82 tahun.


Apa saja yang ditinggalkan Syekh. H. Abdurrahman Siddik di masa hidupnya?


1. Mimbar Masjid di desa Kembuja Bangka samapi saat ini masih terawat baik, didatangkan oleh Syekh H. Abdurrahman Siddik langsung dari Banjar.

2. Kitab-kitab yang langsung ditulis oleh Syekh H. Abdurrahman Siddik sebanyak lebih kurang 18 kitab, salah satunya kitab Amal Marifat.

3. Syekh H. Abdurrahman Siddik pernah menjadi Mufti Kerajaan Indragiri pada tahun 1919, selama 20 tahun sekarang Kerajaan Indragiri menjadi Kabupaten Rengat Riau.


4. Makam Syekh H. Abdurrahman Siddik di desa Hidayat Sapat, Kabupaten Tembilahan Riau, banyak diziarahi oleh penduduk Provinsi Riau, dari luar Riau, Malaysia, maupun Singapura.


5. Untuk mengenang jasanya sebagai ulama besar di Pulau Bangka, di desa Petaling Bangka, berdiri STAIN Syekh H. Abdurrahman Siddik yang sangat megah, saya sendiri pernah berkunjung kesana.

Mengapa Keturunan Gusti Kacil; Banyak Berdomisili Di Provinsi Riau Khususnya Di Kabupaten Tembilahan ?

Kota Sapat terletak di Kuala Indragiri sebelum masuk ke Kota Tembilahan, Kota Sapat terlebih dahulu dilalui, Pada tahun 1914 Kompani Belanda memasuki Kota Tembilahan berhadapan dulu dengan pejuang-pejuang masyarakat Sapat, dalam pejuang ini ikut serta Syekh H. Abdurrahman Siddik mempertahankan Kota Sapat di garis depan, pada waktu itu ada seorang keluarga pulang ke Bangka, dititiplah pesan supaya Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil datang segera ke Kota Sapat untuk membantu Syekh H. Abdurrahman Siddik dalam menghadapi Kompani Belanda (penjajah), di Kota Sapat, ini wajar saling bantu-membantu antar keluarga, selain dari itu Syekh H. Abdurrahman Siddik berpesan pada Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil dikota Sapat tanahnya subur untuk ditanam kelapa, pada tahun1915 datanglah Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil dikota Sapat untuk membantu Syekh H. Abdurrahman Siddik menghadapi peperangan dengan pasukan Kompani Belanda.

Pada tahun 1918 Gusti H. Abdul Samad menyempatkan diri pulang ke Bangka, tidak lama di Bangka Gusti H. Abdul Samad kembali lagi ke Sapat membawa adik-adiknya Gusti H. Abdul Hamid, Gusti Hj. Jamaliah, Gusti Hj Amnah, dan beberapa orang keluarga lainnya, dengan adanya adik-adiknya yang sudah ada dikota Sapat, Gusti H. Abdul Samad sudah resmi menjadi penduduk asli Sapat, tidak lama berselang banyak keluarga yang menyusul dari Bangka datang ke Sapat, semua ini dikarenakan mendengar kabar yang mana dikota Sapat tanahnya subur untuk ditanam kelapa. Untuk mengembangkan kebun kelapa dikota Sapat, Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil membuka lagi lahan hutan untuk ditanam kelapa, tepatnya lebih kurang 20Km dari Kota Sapat, hutan menjadi desa, desa itu diberi nama desa Enok, sekarang menjadi Kecamatan Enok.

SELESAI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun